Chereads / Queen Candy / Chapter 17 - Pertolongan Azka

Chapter 17 - Pertolongan Azka

Azka masih duduk di parkiran. Sambil memainkan sebuah game online di ponselnya, Azka sesekali melirik pada sebuah sepeda motor yang terparkir di sebelahnya, sepeda motor yang tidak lain adalah milik Candy.

"Kemana sih dia," dengus Azka. Laki-laki itu tampak melirik jam tangannya sekilas, sudah tiga puluh menit semenjak bel pulang berbunyi.

Kendati tidak pernah janjian untuk pulang sekolah bersama, mereka sering terlihat keluar dari sekolah berbarengan. Itu seperti sudah kebiasaan tanpa perjanjian yang mereka lakukan sedari dulu. Meski kerap akan berujung perdebatan, Azka selalu memilih untuk pulang bersama Candy. Seolah-olah bertengkar dengan gadis manis itu adalah sebuah vitamin yang harus ia konsumsi setiap hari.

"Hmmmhh." Azka menghembuskan napas. Laki-laki itu akhirnya jengah juga. Game online di ponselnya tak lagi terlihat menarik baginya. Azka turun dari sepeda motornya, dan kembali menuju kelas untuk menjemput Candy.

Namun Azka mendapati kelas dalam keadaan kosong. Ia pun akhirnya berinisiatif untuk mencari Candy ke toilet wanita. "Candy! Woi, Can! Ngapain lo? Boker ya?" Ia mengetuk-ngetuk satu-satunya pintu toilet yang tertutup.

Tidak lama berselang seseorang pun keluar dari sana. Azka tersentak melihat cleaning service sekolah.

"Ngapain kamu masuk ke toilet wanita?" tanya wanita paruh baya itu.

"Hehe sorry buk, salah masuk kamar mandi," jawab Azka asal.

Azka pun keluar dari kamar mandi itu. "Kemana sih tuh anak. Masa sih dia pulang trus lupa bawa motor sendiri," gumam Azka sendirian sembari terus menyusuri lorong kelas.

Tiba-tiba...

Praakkkk...

"Masih berani lo sama gua, hah?"

"Gua nggak bakal takut sama kalian semua? Aaaaa... Saikoo!! Cuihhh...!"

Azka tersentak mendengar suara sayup-sayup itu. Ia tidak mungkin salah mengenali suara itu. Suara yang ia hafal semenjak masih kecil. Ia dan Candy telah tumbuh bersama hingga umur belasan tahun.

Azka pun berlari menuju sumber suara tersebut. Dan betapa terkejutnya ia begitu melihat Candy sedang dikeroyok oleh lima orang siswi lainnya. "Woi!!!" bentak Azka.

Viola dan keempatnya pun kontak tersentak begitu melihat kedatangan Azka. "Kalian gimana sih, kenapa nggak ada yang jagain di luar?" gerutu Viola pada komplotannya.

Sementara Candy menatap nanar pada Azka. "Azka...," lirihnya dengan mata berkaca-kaca.

Azka menatap Candy. "Lo diapain sama mereka?" tanya Azka.

"Di... Ditampar," lirih Candy.

Tanpa basa-basi, Azka pun menampar kelima cewek itu satu persatu.

"Aaaa...!" jerit mereka sambil memegangi pipi masing-masing yang perih.

"Saiko lo ya, beraninya sama cewek!" umpat Viola.

Namun Azka sama sekali tidak menanggapi. "Mereka ngelakuin apa lagi ke lo, Can?" tanya Azka lagi pada Candy.

Kali ini Candy memilih untuk tidak menjawab. Ia kenal betul bagaimana Azka, Azka tentu tidak akan segan-segan menghabisi Viola dan komplotannya. Namun Azka mengamati Candy dari ujung rambut sampai ujung kaki. Melihat rambut Candy yang acak-acakkan, Azka pun dapat mengerti apa yang sudah terjadi.

Viola dan keempat temannya bersiap pergi, namun Azka dengan cekatan menahan lengan Viola lantas menjambak rambut gadis itu.

"Aaaa...!" jerit Viola lagi. "Lepasin gua!" Viola berusaha memberontak namun yang ada kepalanya semakin perih.

"Gua bakal ngelaporin lo ke kepala sekolah," ancam Viola.

"Jangan tanggung-tanggung. Ke polisi sekalian!" balas Azka.

Candy tidak ikut campur sama sekali. Gadis itu justru memilih keluar dari ruang kelas itu. Begitu Candy keluar, Azka langsung melepaskan cengkramannya di rambut Viola, lantas menyusul Candy ke luar.

"Candy!" Azka mengejar langkah Candy. Namun Candy tidak menoleh sama sekali.

"Woi, Can!" Azka meraih lengan Candy. Candy pun berbalik dan melotot pada Azka.

"Lo ngapain sih ikut campur?" sewot Candy.

"Hah?" Azka melongo lantas geleng-geleng sendiri. "Ckcckckck! Bener-bener nggak tahu terima kasih," dengusnya.

Candy masih memasang muka masam. Ia bergegas mengambil motornya di parkiran. Azka kembali mengejar dari belakang.

"Can, kita harus ngelaporin Viola and the geng ke guru. Biar mereka dikasih hukuman," ujar Azka sambil turut memasang helmnya.

"Lo juga bakal dihukum karena tadi lo juga udah mukulin mereka," balas Candy dingin.

"Ya nggak masalah. Yang penting mereka dihukum. Gua nggak terima lo diperlakuin kayak gitu," balas Azka.

Pernyataan itu ternyata mampu membuat bola mata Candy bergerak pada Azka. Hatinya terenyuh. "Emangnya lo peduli sama gua?" lirihnya.

Azka melongo untuk yang kesekian kalinya. "Apaan sih, nggak nyambung banget. Ayuklah, ikut gua. Kita lapor ke guru sekarang!"

Candy masih belum melepaskan tatapannya dari wajah Azka. "Jawab pertanyaan gua dulu. Seberapa peduli lo sama gua?" ucap Candy dengan suara serak.

Azka menelan ludah. Bagaimana mungkin ia bisa menjawab pertanyaan itu dengan sederhana. Anggukan kepala atau jawaban apapun tidak akan mampu menggambarkan betapa besar kepeduliannya pada gadis satu itu. Meski sering mengganggu Candy tiap hari, Azka sebenarnya hanya ingin terus berinteraksi dengan gadis itu kendati ia begitu gengsi.

Melihat Azka tidak menjawab, Candy pun mengalihkan pandangannya. Gadis itu menyalakan sepeda motornya lantas pergi meninggalkan lingkungan sekolah.

"Candy!" Azka mengejar Candy dengan sepeda motornya.

Candy mengendarai sepeda motor dengan matanya yang basah. Hatinya menjadi pilu seketika. Setelah seharian tadi berusaha menguat-nguatkan hati, mulai dari melihat Azka perhatian pada Yumna, bertengkar dengan Bianka, hingga dikeroyok oleh Viola dan komplotannya. Kini, Candy merasa tak lagi dapat menahan sesak di dadanya. Gadis itu pun terisak sendiri di atas motor.

"Gila, tuh, cewek! Mau nyari mati apa," dengus Azka melihat Candy yang membawa motor dengan ugal-ugalan.

Tidak lama berselang, Candy berbelok dan memberhentikan motornya di pinggir sebuah lapangan. Azka turut berhenti di tempat yang sama.

Candy membuka helm dan turun dari motor, lantas gadis itu duduk di bawah sebuah pohon rindang, dekat lapangan itu. Candy menutup wajahnya berusaha menyembunyikan air matanya, namun Azkanya tetap dapat didengar oleh Azka.

Azka duduk di sebelah Candy. Ia tidak berujar apapun. Azka hanya membiarkan gadis itu menumpahkan tangis sejadi-jadinya.

Azka mengedarkan pandangannya pada lapangan itu. Di sebelah lapangan itu ada sebuah sekolah dasar, sekolah Azka dan Candy dulu. Kendati mereka berdua telah beranjak remaja dan saling bermetamorfosa, di mata Azka, Candy tetaplah gadis yang sama. Candy yang selalu terlihat berani di depan umum namun menangis ketika sendiri. Candy yang seolah tidak pernah mau mengalah, tapi sebenarnya rapuh luar biasa. Candy yang suka merajuk, tapi tidak pernah menyimpan dendam lama-lama. Candy, si anak tunggal yang manja, namun sebenarnya menyimpan sisi dewasa.

Azka tersenyum, ia merasakan sebuah dejavu. Enam tahun yang lalu, usai pertengkar dengan teman sekolahnya semasa SD perihal crayon, Candy juga lari ke pinggir lapangan itu, menangis di tempat yang sama. Candy selalu menunggu air matanya kering sebelum pulang ke rumah dan bertemu bunda.