"Pinjam gua jaket lo!" pinta Candy pada Azka usai lelah menangis.
"Buat apaan?" tanya Azka.
"Udah, nggak usah banyak tanya. Sini, buruan!" desak Candy.
Azka pun mengeluarkan jaket biru tuanya dari dalam tas, lantas menyodorkan pada Candy. Namun, beberapa detik kemudian Azka melongo begitu melihat Candy buang ingus di jaketnya itu, seketika itu juga Azka menyesal telah memberikannya pada Candy.
"Baru kemarin kena darah mens lu, sekarang malah kena ingus lu. Apes banget nasib nih jaket," gerutu Azka.
"Trus kenapa? Lo nggak suka gua buang ingus di sini?" Candy melotot.
"Eh, lo mikir dong! Kalau gua buang ingus juga di baju lo, lo suka nggak?" balas Azka.
"Coba aja kalau berani!" Candy menodongkan tinjunya pada Azka.
Namun Azka tidak gentar sama sekali, ia tetap mendekatkan hidungnya ke lengan baju Candy. "Azka! Azka!" jerit Candy. "Ih jorok banget sih lo!"
"Biarin!" balas Azka.
"Cowok edan," dengus Candy.
Azka hanya mencibir.
Candy memalingkan mukanya dari Azka. Ia membuang tatapan ke lapangan luas. Di lapangan itu, ia pernah ngotot untuk ikut main bola kaki bersama Azka dan teman laki-laki lainnya. Karena tidak pernah dapat giliran mengoper bola, Candy justru membawa bola sendiri ke lapangan dan mengacaukan permainan. Azka merah besar kala itu dan membuang bola milik Candy. Candy justru mengadu pada Om Ari, papanya Azka, hingga ujung-ujungnya Azka-lah yang dipaksa minta maaf pada Candy. Tiba-tiba Candy tersenyum sendiri mengingat masa-masa kecil yang menggelitik itu.
"Aneh! Tadi nangis sendiri, sekarang malah senyum-senyum sendiri," dengus Azka melihat tingkah Candy di sebelahnya.
Candy langsung melotot pada Azka. "Suka-suka gua dong. Yang senyum kan gua, yang nangis juga gua, ngapain lo yang ribet?"
"Bisa nggak sih ngomongnya nggak usah pakai urat," dengus Azka lagi.
Candy akhirnya terdiam dan kembali membuang tatapan pada lapangan. Kali ini ia tidak lagi bernostalgia perihal masa kecilnya dan Azka, ia justru mengenang apa-apa yang telah menyesakkan dadanya sehari tadi.
"Kok lo bisa dikeroyok Viola and the geng sih?" Azka akhirnya memuntahkan satu pertanyaan yang sudah ditahan-tahannya sedari tadi.
Candy mendelik sinis. "Kepo banget!" dengusnya.
Azka menelan ludah. Ia memang tidak pernah bisa bicara tanpa melibatkan emosi dengan gadis satu itu. "Ya udah nggak usah dijawab, gua juga iseng kok nanyanya," balas Azka.
Candy menghirup napas dalam-dalam. "Viola marah karena tahu gua jalan sama Devano. Dia ngaku-ngaku kalau Devano itu miliknya. Halu bener tuh cewek," ucap Candy.
Giliran Azka yang melotot mendengar penuturan Candy. "Lo jalan sama Devano si anak baru itu?"
"Bisa nggak sih nanyanya biasa aja, nggak usah melotot gitu," balas Candy.
"Ya, lo ngapain jalan sama dia? Beneran naksir lo sama dia? Atau udah jadian?"
"Kok pertanyaan lo jadi banyak gini, sih," dumel Candy sembari mengerutkan dahi.
Azka menelan ludah untuk kesekian kalinya, berusaha menyembunyikan dadanya yang terasa terbakar karena mendengar penuturan Candy tadi. "Pokoknya kalau lo beneran pacaran sama si anak baru itu, gua bakal ngelaporin ke Om Gugun." Azka mulai mengancam.
"Apaan sih lo, kayak bocah aja pakai ngadu-ngadu segala," dengus Candy.
"Biarin. Siapa suruh lo jadian sama orang nggak jelas kayak gitu," balas Azka.
"Dia lebih jelas daripada lo yang absurd, Ka. Devano itu cowok yang baik," tandas Candy.
"Gimana mungkin lo bisa nilai kalau dia itu cowok baik-baik, sedangkan lo kenal dia juga baru beberapa hari," tukas Azka.
Candy menghela napas. "Gua aja yang udah kenal lo selama tahunan, gua masih belum nemu sisi baik lo dimana tuh," cetus Candy.
Terang saja Azka kembali melongo dan geleng-geleng kepala. "Gua udah bantuin lo dari Viola, ya."
"So?" Candy menaikkan alis. "Trus lo udah ngerasa paling berjasa dalam hidup? Udah ngerasa jadi pahlawan?"
Rahang Azka mengeras. Memang tidak akan pernah ada habisnya jika berdebat dengan perempuan satu itu. "Pokoknya gua bakal-"
"Gua nggak jadian sama Devano, Azka!" tandas Candy.
"Trus ngapain lo jalan sama dia?" protes Azka lagi.
"Emangnya kalau mau jalan harus jadian, ya? Trus lo tadi ngasih hadiah ke Yumna, apa itu juga jadian namanya?" balas Candy.
Kening Azka kontan berkerut. "Kok jadi bawa-bawa Yumna sih, nggak jelas banget lo!"
"Ya, jelas banget dong. Emang kesana hubungannya. Kalau gua jalan sama Devano lo anggap jadian, berarti lo ngasih hadiah ke Yumna juga boleh gua anggap kalian jadian." Candy tetap membela diri.
"Terserah lo, deh. Buang-buang waktu gua ngomong sama lo." Azka bangkit berdiri.
Candy mendelik pada laki-laki itu. "Lo suka ya sama Yumna?" tudingnya.
"Lo nggak nyambung!" balasnya sambil bersiap pergi.
"Eh, Azka, tunggu!" Candy turut bangkit berdiri.
Azka tidak menoleh, hingga akhirnya Candy terpaksa mengejar langkah Azka yang besar-besar itu. "Tunggu, Azka!" teriaknya.
Azka yang semakin geram pun kembali membalikkan badannya. "Apa lagi, sih?" Ia bertanya kesal.
"Gua belum mau pulang ke rumah, soalnya mata gua masih bengkak. Gua ikut lo, ya," pinta Candy sembari mengedip-ngedipkan matanya, berusaha membujuk.
"Enggak!" tegas Azka.
Candy pun melongo.
Azka langsung menaiki sepeda motornya dan memacu kecepatan. Sementara Candy menyusul di belakang.
Dari kaca spion, Azka melihat Candy yang masih mengikutinya. Laki-laki itu tampak menghela napas, laju sepeda motornya mulai memelan. Ia tidak ingin Candy celaka karena ngebut mengejarnya.
Begitu sudah beriringan dengan Candy, Azka pun membuka kaca helmnya. "Gua mau nongkrong dulu, sebaiknya lo langsung pulang ke rumah aja," ucap Azka.
"Gua mau ikut lo!" tegas Candy.
"Keras kepala banget sih nih cewek, gua mau nongkrong, lo ngerti nggak sih?" dumel Azka.
"Gua mau ikut, lo paham nggak sih?" balas Candy yang selalu tidak mau mengalah.
Rahang Azka kembali mengeras karena tingkah gadis satu itu. Tiba-tiba...
Tiiiitt.... Tiiiitt...
Terdengar suara klakson bersahut-sahutan di belakang mereka. Azka kembali menutup kaca helmnya lantas berkendara dengan benar.
Tidak lama berselang, motor itu pun berhenti di sebuah warung yang merangkap warnet dan studio abal-abal.
"Tempat apaan nih?" Candy memerhatikan bangunan yang penuh coretan di dindingnya itu.
"Nggak usah banyak tanya," balas Azka ketus.
Candy pun akhirnya diam dan lebih memilih untuk mengikuti langkah Azka.
"Eh, eh, siapa ini Mas Azka?" goda Pak Mamat, si pemilik warung sekaligus penjaga tempat itu.
Azka tidak membalas pertanyaan Pak Mamat, ia justru menoleh pada Candy. "Lo kalau lapar, pesan mie instan aja ke Pak Mamat!" ucap Azka.
"Trus, lo kemana?" tanya Candy lagi.
"Gua mau masuk. Udah, lo tunggu di sini aja!" terang Azka. Candy pun mengangguk.