Candy menyalakan kran wastafel toilet. Gadis itu tampak membasuh mukanya untuk mendinginkan perasaannya yang gerah. Kembali ia teringat tentang kedatangan Devano ke kelasnya tadi. Apakah Devano datang untuk membelanya? Apakah itu artinya Devano memang menaruh perasaan lebih padanya? Candy menoyor kepalanya sendiri, semestinya dari awal ia sudah dapat membaca gelagat laki-laki satu itu. Lantas, apakah Candy bahagia jika Devano menyukainya? Apakah itu yang diharapkan Candy?
Dalam hitungan sepersekian detik, pikiran Candy teralih pada Azka yang datang untuk hal yang sama, membelanya juga. Itu memang bukan hal pertama yang dilakukan Azka. Bahkan dari kecil, meskipun mereka terlihat seperti tikus dan kucing, Azka selalu jadi orang pertama yang turun tangan setiap kali ada sesuatu yang terjadi pada Candy. Tapi, apakah Candy bahagia dengan perlakuan seperti itu?
"Can…"
Candy membalikkan badan begitu mendengar seseorang memanggil namanya. Tampaklah Yumna yang datang ke toilet itu bersama Bianka dan Gladys. Yumna mendekati Candy. "Lo beneran dikeroyok Viola kemarin?" selidik Yumna.
Candy menundukkan kepalanya. Ia sebenarnya tidak berniat untuk mengungkit hal itu. Ia bahkan sudah melupakan hal itu. Kejadian tempo hari yang masih bergelayut di kepalanya adalah hari-hari yang ia lewati dengan Azka. Bahkan Candy terbangun pagi tadi dalam keadaan memimpikan Azka, ia mengkhawatirkan teman dari kecilnya itu, terlebih lagi karena penggrebekan di Basecamp Rangga semalam. Tapi, bagaimana mungkin Candy mengurai alur itu pada teman-temannya.
Melihat reaksi Candy, Yumna dan yang lainnya pun langsung mengerti.
"Duh, Candy, kok lo diam aja sih? Kok lo nggak cerita ke kita? Kita kan bisa balas mereka juga, Can!" ujar Gladys sembari mengusap lengan Candy.
Candy menatap teman-temannya. "Gua pikir kalian masih marah ke gua soal kemarin," lirihnya.
"Soal lo jalan sama Devano? Ya ampun, Can, secemburu apapun gua dan Bianka, kita juga bakal tetap ngebelain lo kalau ada yang nyakitin lo," ucap Gladys.
"Iya, Candy," timpal Yumna, berusaha meyakinkan.
Candy memutar ekor matanya pada Bianka, tinggal satu sosok itu yang belum bersuara.
Bianka tampak menelan ludah. "Gua akin cemburu sih lihat Devano sampai nyamperin lo ke kelas tadi," cetus Bianka. "Tapi, telinga gua panas juga denger lo dikeroyok Viola and the geng," lirihnya kemudian.
Candy tersenyum tipis, ada sedikit perasaan lega yang menyusup dalam rongga dadanya.
"Lo mau kita kasih serangan balik yang kayak apa, Can?" ujar Gladys kemudian dengan berapi-api.
"Huuu, sok-sok berani lo. Palingan kalau berantem beneran, lo bisanya ngejambak doang," sungut Bianka.
"Ya mending gua dong, daripada elo, palingan cuman sibuk benerin bulu mata," balas Gladys.
Candy tertawa mendengarnya. "Udahlah, nggak usah diperpanjang. Gua malas berurusan sama mereka. Nggak penting," ucap Candy.
"Tapi entar mereka merasa menang dong," sanggah Yumna.
"Kalian tenang aja, mereka udah dikasih pelajaran kok sama Azka. Malahan Azka sampai nampar dan ngejambak Viola juga. Gila kan si Azka." Candy terkekeh sendiri.
Sementara mulut Yumna kontan terkunci.
***
"Azka…!" Yumna mengejar langkah Azka yang berjalan sendiri di lorong sekolah.
Azka pun menoleh dan menaikkan alisnya pada Yumna.
"Gua lihat tadi pagi lo datang ke sekolah pakai ojol. Motor lo mana?" tanya Yumna.
"Disita bokap," jawab Azka tanpa beban.
"Kenapa?" selidik Yumna lagi.
"Biasalah. Bokap gua emang suka gitu. Kalau gua bikin ulah dikit, ya barang-barang gua disita. Tapi itu nggak lama kok, palingan semingguan juga dibalikin lagi," terang Azka.
"Oooh." Yumna tampa manggut-manggut. "Oh ya, trus sekarang lo pulang pakai apa?" tanya Yumna lagi.
"Gampang entar. Gua bisa nebeng yang lain, atau mesen ojol lagi," jawab Azka.
"Bareng gua aja, yuk! Kebetulan gua pulang sendiri hari ini." Yumna menawarkan.
"Eh, nggak usah. Bikin ribet lu aja entar. Lagian kita kan nggak searah." Azka menolak sopan.
"Nggak apa-apa, kok. Lagian gua emang mau ke arah sana juga. Mau nyari kamera," ucap Yumna.
"Kamera buat?" Azka menaikkan alisnya.
"Gua lagi seneng bikin-bikin video gitu sekarang. Ya sih, sering dibilang alay gitu sama anak-anak. Tapi bodo amatlah, orang guanya suka," terang Yumna.
"Ohh gitu. Ya udah, yuk, sekalian entar gua temenin nyari kameranya," balas Azka.
Pupil mata Yumna langsung membundar mendengar hal itu. Gadis itu senang bukan main. Mereka berdua pun langsung menuju mobil Yumna yang terletak di parkiran.
Sementara itu, Candy ternyata sudah menunggu Azka sedari tadi. Ia tahu hari itu Azka tidak bawa motor ke sekolah, oleh karena itu ia ingin menawarkan tumpangan. "Mana sih si Azka, tumben amat lama keluar kelas, bianya bel belum kelar bunyi dia udah nyampe parkiran," gumam Candy seorang diri. Matanya tampak bergerak menjelajahi seluruh penjuru, mencari satu sosok itu. Namun tiba-tiba tatapannya terpaku begitu melihat Azka memasuki mobil Yumna.
Seketika itu juga Candy merasa kekurangan oksigen. Napasnya terhenti selama beberapa detik. Lantas, ketika berhasil menemukan udara, Candy merasakan dadanya sesak. Matanya panas, seolah ada sesuatu yang akan meleleh di sana. Apakah ini cemburu namanya? Candy berusaha menepis perasaan itu. Tidak, ia tidak boleh cemburu.
Mobil Yumna melintas di hadapan Candy tanpa membunyikan klakson, seolah-olah Yumna atau Azka tidak melihat keberadaan Candy di sana. Candy hanya bisa menelan ludah dan menelan segala bongkahan kepahitan yang terasa menyumbat tenggorokannya.
"Tit… Tit…."
Devano membunyikan klakson sembari menurunkan kaca mobilnya. Candy langsung memalingkan muka begitu melihat keberadaan Devano. Gadis itu tampak menyalakan motornya lantas meninggalkan pekarangan itu secepat mungkin, tanpa menoleh pada Devano sedikit pun.
Devano menatap punggung Candy. Laki-laki itu menghembuskan napas jengah. Ia tidak mengerti kenapa Candy seolah menjauhinya. Padahal Devano masih ingat betul, ia pernah melihat wajah Candy merona ketika sedang bersamanya. Apa karena perlakuan Viola tempo hari? Devano tampak mengepalkan tangan. Ia juga sudah memperingatkan Viola untuk tidak mengganggu Candy, apalagi jika sampai membawa-bawa namanya.
Devano mengikuti Candy dari belakang. Ia masih berusaha mencari cara untuk bicara baik-baik dengan perempuan itu, agar perasaannya melega. Tiba-tiba Devano mengerutkan dahi ketika melihat arah motor Candy berlawanan dengan arah rumahnya. Kemanakah gadis itu gerangan? Devano semakin penasaran.