Azka mengalihkan pandangannya, berusaha menghindar dari tatapan Candy yang terasa sangat menginterogasi.
"Ka! Jawab pertanyaan gue! Lo suka nggak sama Yumna?" desak Candy terus. Ia memang sangat butuh mendengarkan jawaban Azka. Meski ia tahu jawaban Azka mungkin bisa membuatnya lega atau membuatnya patah hati.
"Memangnya kalau Azka suka sama Yumna kenapa, Kak?" tanya Gita yang turut menimpali obrolan sepasang remaja itu.
"Ih, kok Bunda jadi ikut-ikutan sih," sungut Candy.
"Nah, Bunda benar tuh. Emangnya kalau gue suka sama Yumna kenapa?" tanya Azka yang membalikkan tanda tanya itu pada Candy lagi. Terang saja Candy gelagapan menjawabnya.
"Ya, nggak apa-apa. Tapi…-"
"Tapi?" Azka menaikkan alisnya.
"Tapi gue ngerasa nggak ikhlas aja, nggak terima aja."
Azka bersusah payah menahan tawa yang hendak menyembur. "Karena?" Ia terus menagih penjelasan dari Candy meski tahu gadis itu tampak gelagapan mencari alasan untuk mengelak dari tanda tanya Azka selalu memojokkan.
"Karena lo itu nggak pantas buat Yumna. Yumna itu sahabat gue, dia cantik, pintar, baik juga. Sementara lo nggak ada plus-nya sama sekali. Jadi gue nggak rela sahabat gue punya pacar nggak bermutu kayak lo," tandas Candy lantas bangkit berdiri dan memasuki kamarnya.
"Lho? Kok gitu sih ngomongnya, Kak? Kok kasar banget ke Azka?" tegur Gita lagi, tapi tak dapat sahutan dari Candy.
"Emang tuh Bun, si Candy mulutnya kayak disekolahin aja." Azka menimpali.
"Kamu nggak usah masukin ke hati ya, Ka. Tahu sendiri kan Candy orangnya moody-an."
"Hehe tenang aja, Bun. Orang Candy juga sering bilang aku nggak punya hati kok, gimana caranya masukin ke hati coba."
"Ehhh…" Gita shock mendengar celetukan remaja itu.
"Hehe, bercanda, Bunda." Azka bangkit berdiri dan mulai memberas piring-piring di meja makan.
"Biar Bunda aja yang beresin, Ka," cegah Gita.
"Nggak apa-apa, Bun. Aku aja. Udah biasa, kok. Di rumah tiap makan harus cuci piring sendiri, kalau nggak Mama bisa ngomel sembilan belas menit," ucap Azka.
Gita tersenyum mendengarnya. "Ya, wajarlah, Ka. Di rumah kamu kan banyak. Kalian aja empat orang bersaudara. Kalau Mamamu yang nyuci piring sendiri, bisa keriputan jari-jarinya, entar malah nggak bisa nulis dia," balas Gita sambil menyusul Azka ke dapur.
"Itulah, Bun. Aku juga heran. Kenapa sih Mama sama Papa hobby banget produksi anaknya kayaknya."
"Husstt…"
"Hehe, bercada, Bun."
Gita geleng-geleng kepala sendiri, tidak mengerti dengan cara bercanda remaja sekarang. "Tapi kan walaupun orang tua kamu banyak anak, tapi berprestasi semua, kan?"
Azka mendelik. "Kecuali aku. Bunda pasti mau bilang gitu, kan?"
Gita tersenyum sendiri lantas mengusap punggung Azka. "Bunda yakin, suatu saat nanti kamu pasti akan punya prestasi tersendiri, Azka. Lagipula, meskipun sekrang kamu belum punya prestasi yang bagus, Bunda yakin Mama sama Papa kamu tetap bangga sama kamu."
"Ah, Bunda nggak tahu aja aku yang paling diomelin tiap hari," keluh Azka.
"Itu kan karena kamunya yang bandel. Lagian, ngomel itu juga tanda sayang. Bunda juga sering ngomelin Candy."
"Kalau Candy kan emang badung banget anaknya, Bun. Hehehe…"
Gita menanggapi dengan senyum kecil.
"Oh ya, Bun, aku bingung deh. Kenapa sih Bunda manggil Candy itu Kakak? Candy kan nggak punya adik," tanya Azka lagi.
Gita memilih duduk sebelum menjawab pertanyaan Azka, itu pertanda bahwa obrolan itu akan panjang. "Bunda dan Om lebih awal menikah daripada kedua orang tua kamu, Azka. Tapi tujuh tahun pernikahan kami, kami tidak dikarunia anak. Setelah melakukan banyak terapi dan pengobatan, juga ikhtiar dan doa, akhirnya kami dikarunia seorang anak perempuan yang kami beri nama Queen Candy Titania. Dua tahun setelah itu, Bunda hamil lagi. Tapi keguguran di usia kandungan tujuh bulan, padahal kami sudah mengetahui jenis kelaminnya adalah laki-laki. Karena keguguran itu juga Bunda harus menjalani operasi pengangkatan rahim yang artinya Bunda tidak akan punya anak lagi, dan Candy hanya akan jadi anak semata wayang kami," terang Gita.
Azka menyimak cerita itu dengan seksama. Meski sudah sangat lama mengenal Candy dan keluarganya, tapi cerita satu itu baru pertama kali didengar telinga Azka.
"Itu sebabnya Bunda sering cerewet sama Candy. Bunda cuman kepengen dia tumbuh jadi gadis yang baik, dan bahagia sampai seterusnya. Candy adalah hal paling berharga di bumi ini bagi Bunda," ucap Gita dengan mata berkaca-kaca.
"Candy juga sangat berharga bagi aku, Bun," sahut Azka setelah beberapa menit hening. Gita tersenyum lantas mengusap lengan remaja lelaki itu kembali.
Tidak lama berselang, ponsel Gita berdering, ada panggilan masuk dari Bilqis, mamanya Azka. "Mama kamu nelpon nih," ujar Gita pada Azka.
"Palingan juga nyariin aku."
Gita tersenyum lantas mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Qis?"
"Hallo, Git. Azka masih di sana nggak, ya?"
"Iya, masih di sini nih, lagi bantuin aku nyuci piring."
"Huft syukurlah, aku khawatir dia malah kelayapan kemana-mana lagi."
"Enggak, kok, aman. By the way makasi ya untuk kado anniversary-nya."
"Hehe, you are welcome, Git. Happy anniversary buat kamu dan Gugun."
"Thank you." Panggilan telepon itu pun berakhir.
"Bun, aku langsung pulang aja, deh, kalau nggak sejam lagi Mama pasti bakal nelpon lagi. Kasihan Bunda jadi diteror Mama," ucap Azka.
"Hehe, ya udah. Hati-hati ya, Ka."
"Oke, Bun. Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!"
Azka pun langsung pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari kediaman Candy tersebut. Ketika tiba di rumah, Azka langsung menghampiri sang mama yang sedang menulis di ruang kerjanya.
"Ma, aku baru tahu deh, ternyata Candy sempat mau punya adik ya, Ma," ucap Azka setelah duduk di sebelah mamanya. Bilqis langsung mendelik ketika mendengar topik pembicaraan anaknya yang terdengar sangat spontan itu.
"Bunda tadi yang cerita ke aku," terang Azka.
"Iya, Xeno. Bunda Gita keguguran di usia kehamilan tujuh bulan dan langsung menjalani operasi pengangkatan rahim juga setelah itu," ujar Bilqis.
"Kasihan banget, ya, Ma."
"Iya. Makanya kamu juga harus jagain Candy."
"Lha? Kok jadi ngebahas Candy?"
"Karena Candy adalah anak satu-satunya Bunda Gita dan Om Gugun."
"Tapi kan nggak tanggung jawab aku juga buat ngejagain dia, Ma. Lagian dia anaknya badung banget."
"Tapi kamu sayang, kan?" tembak Bilqis langsung sambil menaikkan alisnya.
Azka tampak gelagapan dan berusaha mengelak. "Mama apaan sih, kok jadi bahas sayang-sayangan segala."
"Mama tahu lagi kamu naksir Candy dari dulu."
"Mama sok tahu."
"Seorang ibu akan tahu semua tentang anaknya tanpa harus menunggu anaknya bercerita. Kamu ingat itu," ucap Bilqis sambil menjawil hidung Azka sekilas. "Mana kunci mobil?"
"Yeah, Mama ingat aja soal kunci mobil," sungut Azka.