Chereads / Queen Candy / Chapter 22 - Penggrebekan

Chapter 22 - Penggrebekan

"Halo-" Belum sempat Azka menyelesaikan ucapannya, sudah terdengar bentakan papanya di balik ponsel itu.

"Dimana kamu, Azka?" tanya Ari dengan suara tinggi.

"Azka di...-"

"Apa kamu sedang di dalam? Apa kamu ada di antara mereka?" tanya Ari lagi.

Kening Azka kontan berkerut. Di dalam? Dimanakah yang dimaksud papanya?

Terdengar Ari menghela napas. "Cepat katakan pada papa, kamu dimana sekarang?" Nada bicaranya sudah mulai turun.

"Azka sedang di rumah Om Gugun, Pa," jawab Azka. "Tadi pas nganterin Candy hujan, jadi Azka nunggu hujan reda di sini," terangnya.

"Benar kamu di rumahnya Gugun?" selidik Ari.

"Iya, Pa. Azka di rumah Om Gugun," jawab Azka lagi. "Memangnya ada apa, Pa? Papa lagi dimana?" Giliran Azka yang bertanya.

"Papa sedang di depan tempat biasa kamu nongkrong, Azka. Dan kamu tahu apa yang terjadi di sini, tempat itu digrebek oleh polisi," terang Ari.

Mata Azka pun kontan terbelalak mendengarnya. Penggrebekan?

"Polisi menemukan beberapa jenis obat terlarang. Di dalamnya juga ada beberapa remaja laki-laki dan perempuan. Apa kamu juga terlibat dalam hal itu, Azka?" hentak Ari lagi.

Azka menelan ludah. Ia sama sekali tidak tahu menahu tentang hal itu. Apa benar Rangga dan teman-temannya mengkonsumsi obat-obat terlarang itu selama ini? Apa itu artinya 'barang bagus' yang dimaksud Rangga tadi siang bukan stik drum, melainkan obat terlarang?

"Azka, jawab Papa!" Nada suara Ari semakin terdengar menggelegar di balik ponsel itu karena Azka tak kunjung menjawab.

"Azka tidak tahu apa-apa, Pa," lirih Azka kemudian.

"Kalau sampai kamu terlibat, Papa tidak akan menolong kamu, Azka!" geram Ari.

"Sumpah, Azka tidak tahu apa-apa, Pa," balas Azka.

"Kamu pulang sekarang juga. Lima belas menit lagi kamu tidak ada di rumah, tidak usah pulang sekalian!" tegas Ari.

Panggilan itu terputus.

Candy yang turut mendengar percakapan telepon itu turut terbelalak. Ia menatap tajam pada Azka. "Lo ikutan make itu juga selama ini, Ka?" tanyanya.

"Sumpah, Can, gua nggak tahu apa-apa," jawab Azka. Laki-laki itu langsung mengenakan helm. "Gua nggak punya waktu buat berdebat sama lo sekarang. Gua harus pulang," ujar Azka lagi.

Candy menahan tangan Azka. "Lo yakin beneran pulang?"

Azka mengusap dahinya. "Yaiyalah, Can! Emangnya gua bakal kemana lagi?" desahnya.

"Lo nggak bakal ke basecamp itu kan?" Candy tampak khawatir.

"Enggaklah! Gila apa gua ke sana, sama aja nyari mati namanya," ucap Azka.

Candy pun melepaskan tangannya yang menahan lengan Azka. "Hati-hati," lirihnya.

Azka pun menutup kaca helmnya lantas tancap gas menuju kediamannya.

***

Azka tiba di rumah tepat dua menit sebelum batas waktu yang diberikan ayahnya. Ketika membuka pintu, Ari dan Bilqis sudah tampak menunggu di ruang tamu.

"Xeno, syukurlah kamu benar-benar pulang." Bilqis langsung mengusap wajah putranya itu. "Jantung mama mau copot rasanya mendengar berita penggrebekan itu. Benar kamu tidak terlibat sama sekali, Nak?" tanya Bilqis dengan mata berkaca-kaca.

"Xeno tidak tahu apa-apa, Ma," balas Azka, berusaha meyakinkan orangtuanya.

Prakkk...!

Sebuah tamparan keras melayang di pipi Azka.

"Mas!" jerit Bilqis yang tampak terkejut. Azka sendiri pun tidak menyangka bahwa tangan sang papa akan melayang menamparnya.

"Ini yang papa peringatkan sama kamu dari dulu-dulu, Azka. Tapi kamu tidak pernah mau mendengarkan omongan Papa. Papa bukannya ingin melarang kamu bergaul. Papa hanya khawatir kamu masuk ke dalam pergaulan bebas. Jika sampai kamu ditangkap polisi karena narkoba, Papa tidak akan bisa membantu apa-apa buat kamu, Azka!" cerca Ari dengan nada membentak.

Azka menatap nanar pada ayahnya. "Tapi, Azka sama sekali tidak terlibat, Pa. Azka tidak tahu apa-apa," terang Azka.

"Bohong kamu!" tandas Ari. "Bagaimana mungkin kamu tidak tahu apa-apa, sementara kamu berada di sana hampir setiap hari," ucap Ari. Pria itu tampak merampas tas punggung yang tersampir di bahu Azka.

"Papa mau ngapain, Pa?" tanya Azka.

"Papa akan periksa isi tas kamu. Kalau sampai papa menemukan benda itu, papa sendiri yang akan menyerahkan kamu ke polisi!" tegas Ari.

"Tapi Azka benar-benar tidak punya benda itu, Pa!" balas Azka sembari berusaha merebut tasnya kembali dari tangan sang papa, namun Ari menepis tangan Azka dengan kasar.

"Mas, sudah, Mas!" lerai Bilqis. "Tolong percaya saja pada Xeno. Yang penting kan sekarang Azka sudah di rumah dan tidak terlibat dalam hal itu," ujar Bilqis yang berusaha menenangkan hati suaminya.

Ari tak mengindahkan. Ia mengambil ponsel dan kunci motor dari dalam tas Azka. "Papa akan sita motor dan Hp kamu," ujarnya.

Azka kontan terbelalak mendengarnya. "Pa! Jangan sita barang-barang Azka, Pa!" Azka berusaha merebut kedua benda itu dari tangan sang papa.

"Ini hukuman buat kamu, Azka!" tegas Ari, lantas laki-laki itu pun memasuki kamarnya.

Sementara Bilqis tampak berusaha menenangkan Azka yang memukul dinding untuk melampiaskan amarahnya.

***

"To give me all your love is all I ever ask

'Cause what you don't understand is..-"

Dzzzz...! Dzzz...!

Alexa yang sedari tadi asik bernyanyi tampak menanggalkan earphone yang menyumbat telinganya begitu merasakan ponselnya bergetar. Alexa mengerutkan kening begitu melihat sebaris nama yang tertera di sana: Candy. Tidak biasanya Candy menghubunginya, apalagi malam-malam begitu.

Daripada berlarut-larut dalam rasa penasaran, Alexa pun akhirnya menekan tombol connecting. "Hai! Hai! Hai! What's going on? Tumben banget dapat telpon dari calon adik ipar malam-malam, eh, canda adik ipar. Hahaha," sapa Alexa hangat.

"Kak Echa, sorry ya Candy gangguin Kak Echa malam-malam," sahut Candy di ujung sana.

"Santuy! Santuy! Kenapa, Can? Azka usil lagi ya?" balas Alexa.

"Nggak, kok, Kak. Candy cuman mau mastiin Azka udah sampai rumah apa belum," ujar Candy.

Alexa tampak melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat. "Emang Azka belum ya?"

"Tadi Azka emang di sini, Kak, dan barusan udah pulang. Makanya Candy nelpon Kak Echa buat mastiin Azka udah nyampe rumah apa belum," terang Candy.

"Ooh gitu. Okay, sebentar ya, kakak cek ke bawah dulu," balas Alexa. Gadis dua puluh tahun itu tampak bangkit dari tempat tidurnya, lantas turun ke lantai satu untuk memastikan keberadaan adiknya.

Tampaklah Azka yang sedang menunduk dengan Bilqis yang mengobati luka di pipinya akibat tamparan sang ayah tadi.

"Pipi lo kenapa, Ka?" tanya Alexa.

"Nggak usah sok-sok nanya," balas Azka ketus.

"Kenapa sih, Ma?" Alexa akhirnya memilih bertanya pada sang mama.

"Salah paham dengan papa," jawab Bilqis.

"Bandel sih lo!" Alexa malah menoyor kepala adiknya. "Eh barusan si Candy nelpon, dia nanyain lo udah nyampe rumah apa belom," lanjut Alexa.

"Sekalian bilangin Candy deh, ga usah hubungin nomer gua, soalnya HP lagi disita papa," sahut Azka.

Alexa melongo. "Berat amat kasus lo sampai disita segala," dengus Alexa sembari kembali ke kamarnya.