Aku berlari masuk, sudah tidak sabar ingin melihat keadaan ibu. Sampai di kamar mbok Alis, kulihat ibu dibaringkan di sana. Ibu terlihat sangat kesakitan, memegangi dadanya sembari terus beristighfar. Sesekali ibu menyebut namaku, lalu air matanya melelehmeleleh dari sudut matanya.
"Ana!" teriak mbak Is. Mbak Is langsung memelukku, "An, Ibu An," rintih mbak Is di telingaku.
Kulihat matanya sudah sembab, mungkin sejak tadi siang dia tidak berhenti menangis atau juga karena dia terjaga sepanjang malam ini.
Aku mendekat ke arah ibu, lalu kuletakkan tanganku di atas dada ibu.
"Ibu, maafkan Ana," ucapku lirih.
Perlahan ibu membuka matanya, lalu dengan bersusah payah menoleh ke arahku.
"Ana," lirih ibu. Air mata mulai meneteskan dari sudut matanya.
Aku memeluknya, lalu teringat mimpiku tadi. Aku ingat bagian dada ibu yang ditusuk oleh mahluk menyeramkan itu. Kubuka genggaman tanganku, cincin itu nampak seperti bersinar. Ku tempelkan cincin yang ku genggaman itu ke dada ibu.