Mau tidak mau akhirnya mbak Is ikut menguping pembicaraan ayah dan mbah Bejo. Jika memaksaku pergi, pasti aku akan berbuat ulah lagi.
Mbak Is memang seperti ibu, walaupun dia terlihat sangat kesal. Tapi dia tetap bisa bersabar menghadapi kenakalanku.
Aku mendengus kesal saat mbah Bejo mengatakan hal itu, kalau dia bisa melihat masa depan, punya kelebihan ini itu, bla... bla... bla. Seperti orang yang paling hebat sedunia saja! Aku ingin tahu, apakah sekarang dia tahu kalau aku sedang menguping pembicaraan mereka.
"Apa maksud Bapak dan Mbah Bejo?" bisik mbak Is di telingaku.
Aku menoleh ke belakang, ternyata sekarang posisi mbak Is juga menempel di dinding kayu, mendengarkan percakapan ayah dan mbah Bejo.
"Ana juga tidak tahu!" bisikku.
Kembali ke percakapan mereka,
"Apa yang kamu perbuat ya... kamu juga harus bisa bertanggung jawab! kalau tidak, bukan hanya istrimu, saya jamin kamu akan kehilangan semuanya!" ancam mbah Bejo.