Jantung Reno seperti mau copot karena kaget, ketika ia melihat Sigit yang sudah berada di sampingnya. Ia juga sadar, kalau Sigit barusan saja mencium bibirnya. Semua itu bisa diketahui karena Reno belum tertidur pulas.
Reno melepas tangan Sigit yang masih menggenggamnya secara kasar. "Pak Sigit ngapain di sini?!" ketus Reno dengan nada tidak suka.
Sigit menatap teduh Reno, tidak biasanya remaja itu berbicara dengan nada yang seperti ini. Ia sedikit kebingungan, karena belum tau alasan Reno yang menjauhinya selama beberapa hari ini.
"Kamu sakit apa Ren? Kenapa sampe ke UKS?" tanya Sigit lembut.
"Mau sakit kepala kek, mau sakit gigi, mau sakit jantung, mau sakit hati, emang apa pedulinya Pak Sigit?!" ketus Reno lagi.
Sebagai orang yang jauh lebih tua dan juga dewasa dari Reno, Sigit berusaha untuk tenang dan tidak ikut emosi. Meski sedikit kesal karena sikap Reno yang berubah drastis, namun ia tetap sabar. Sigit hanya ingin hubungannya dengan Reno kembali seperti dulu, itu saja.
"Kamu kenapa sih Ren? Kenapa tiba-tiba kamu jadi marah lagi sama saya? Bukannya waktu itu kita udah setuju buat baikan dan nerusin hubungan kita lagi?" heran Sigit.
"Waktu itu ya waktu itu, tapi sekarang udah beda." Reno menatap tak suka kepada Sigit, lalu ia berbalik badan dan membelakangi gurunya itu. "Udah sana pergi, ngapain sih di sini. Aku benci liat muka Pak Sigit, aku muak" lanjutnya kesal.
Ucapan Reno sukses membuat hati Sigit tergores, ucapan itu benar-benar tembus menusuk ke dada dan hatinya.
"Saya salah apa sih Ren? Kenapa kamu jadi marah sama saya?" Sigit memperlihatkan raut wajahnya yang kebingungan, namun sayangnya Reno masih membelakanginya.
Reno terkekeh mendengar ucapan Sigit, rasanya lucu namun juga menyakitkan. Ia memutar lagi tubuhnya dan duduk, matanya menatap tajam ke arah Sigit.
"Harusnya aku yang nanya! Kalo Pak Sigit nganggep kita masih punya hubungan, terus kenapa Pak Sigit malah jalan sama perempuan di mall?!" tanya Reno sedikit berteriak. "Kalo jalan biasa ya nggak masalah, tapi kenapa harus gandeng-gandeng hah?!!"
Jawaban Reno membuat Sigit terdiam seketika, berusaha mencerna apa maksudnya itu. Ia mengingat-ingat kembali apakah dirinya pernah jalan dengan perempuan ke mall atau tidak.
"Maksud kamu temen saya?" ucap Sigit ketika sudah mengingat yang mungkin dimaksud oleh Reno. Karena setelah berbaikan dengan Reno, Sigit pergi bersama teman-temannya.
"Mau temen, mau pacar, mau selingkuhan, aku nggak peduli. Aku beneran udah nggak peduli Pak" ketus Reno.
Belakangan ini Reno memang sudah tidak terlalu peduli soal Sigit, karena kini ia sudah menemukan hal yang membuatnya lebih bahagia. Meski ketiga pria gagah yang tinggal bersamanya itu bukan pacarnya, namun Reno lebih senang bersama ketiga orang itu dibandingkan dengan pacarnya sendiri.
Semakin lama mendengar nada Reno yang tidak enak didengar dan juga sikapnya yang terbilang tidak sopan, membuat Sigit sedikit kesal. "Oke! Saya asumsikan kamu cemburu karena itu!" imbuh Sigit agak keras. "Terus sekarang saya yang tanya, siapa orang yang kemarin sama kamu itu?! Siapa yang yang antar jemput kamu dari kemarin?!" tanya Sigit balik.
"Sahabatnya temen baik ayahku. Kenapa emangnya? Pak Sigit cemburu juga? Lagian cemburu juga nggak ngubah apa-apa Pak, nggak bisa bikin hubungan kita balik lagi" sahut Reno serius.
Setelah menatap Sigit dengan maksud menunjukkan keseriusannya itu, Reno berbalik badan lagi dan membelakangi gurunya itu. Lalu ia memejamkan mata karena kepalanya semakin pusing akibat berdebat dengan orang yang ia sendiri tidak tau pacarnya atau bukan.
"Aku nggak akan minta putus sama Pak Sigit, nggak guna juga lagian. Masih pacaran atau nggak ya terserah Pak Sigit, aku nggak peduli lagi sama status kita" ucap Reno dengan mata yang masih terpejam. "Mendingan sekarang Pak Sigit keluar, tinggalin aku sendiri. Kepala aku pusing Pak, debat sama Pak Sigit malah bikin tambah pusing lagi. Aku ke UKS karena mau istirahat, biar kepala aku nggak nyut-nyutan terus."
Reno berbicara begitu karena sudah lelah, kepalanya benar-benar nyut-nyutan karena pusing. Jadi ia bermaksud mengusir Sigit secara halus, karena ia tau kalau berbicara dengan kasar yang ada Sigit akan membalas lebih kasar lagi. Ia memutuskan untuk mengalah sedikit demi kebaikan dirinya juga.
"Tapi Ren-"
Clek...
Ucapan Sigit terpotong, ketika mendengar suara pintu UKS dibuka. Ia menghela napas gusar, kesal karena ada yang masuk di saat yang kurang tepat ini. Segera ia berdiri dan mengecek siapa yang masuk ke ruang UKS.
"Eh, Bu Tia." Amarah Sigit seketika saja surut ketika melihat yang masuk adalah guru juga, bernama Tia yang bertanggung jawab di UKS.
"Lho, ada Pak Sigit" sahut perempuan itu sedikit kaget.
Mendengar suara gurunya yang lain, membuat Reno yang belum tidur itu mendengus kesal. Namun ia tidak jadi kesal, karena kedatangan guru penanggung jawab UKS itu telah menyelamatkan dirinya dari berdebat dengan Sigit.
"Ada apa Pak Sigit? Tumben pagi-pagi ke UKS? Pak Sigit sakit?" tanya Bu Tia dengan ramah kepada Sigit.
"Oh, saya nggak sakit. Cuma nengokin Reno aja yang kebetulan lagi sakit, jadi harus istirahat dulu di UKS" sahut Sigit.
"Oh si murid paling ganteng itu? Reno yang jadi murid kesayangan Pak Sigit juga kan?"
"Iya, Reno si murid paling ganteng sekaligus murid kesayangan saya."
Meski matanya terpejam, tentu Reno menyimak dan indra pendengarannya berfokus pada obrolan mereka berdua. Jawaban Sigit barusan membuatnya mual, karena ia tidak percaya lagi dengan perkataan guru olahraganya itu.
"Sudah dikasih obat si Reno, Pak?" tanya Bu Tia lagi.
"Sepertinya sudah sama temannya tadi, soalnya Reno udah tidur. Mungkin karena efek obatnya juga" sahut Sigit spontan.
"Oh begitu, bagus kalau sudah. Misal Pak Sigit mau menemani Reno di sini, silakan Pak, tidak apa-apa."
"Nggak perlu Bu, Reno juga sudah tidur. Lagipula jam pertama saya harus mengajar, kalau nggak mungkin baru saya temani. Bisa saya titip Reno selagi Bu Tia jaga UKS?"
"Tentu Pak, pasti saya jagain kalau ada yang sakit."
"Yaudah Bu, saya mau siap-siap dulu karena sebentar lagi bel masuk. Permisi."
Sigit berjalan, membuka pintu ruang UKS lalu keluar menuju ke ruang OSIS tempatnya bersemayam. Setelah itu pintu kembali ditutup oleh Bu Tia, guru perempuan berbadan gemuk itu pun duduk di kursi yang berada di samping pintu.
"Duh Pak Sigit, kenapa ada ya modelan ganteng dan cool kayak Pak Sigit? Jarang-jarang juga ada guru olahraga yang badannya berotot, biasanya buncit-buncit. Mana masih lajang lagi, tapi sayang banget udah punya pacar" gumam Bu Tia.
Ucapan Bu Tia tentu membuat Reno sedikit kaget. Ia kaget bukan karena Bu Tia berbicara, tapi karena Sigit sudah punya pacar. Maksudnya pacar yang mana? Apakah dirinya atau ada pacar yang lain lagi? Entahlah, Reno sendiri tidak tau.
"Bilangnya sih udah punya pacar, katanya pacarnya ada di post sosial medianya. Tapi pas aku stalk cuma ada fotonya sama Reno, nggak ada foto sama perempuan sama sekali" gumam Bu Tia lagi.
Kali ini ucapan Bu Tia berhasil membuat hati Reno yang gelisah menjadi sedikit lega, sepertinya pacar yang dimaksud Sigit adalah dirinya. Namun itu tidak berlangsung lama, karena Reno sadar kalau ia masih marah dengan Sigit.
"Apa rumor soal Pak Sigit yang pacaran sama Reno itu beneran ya? Hm, mencurigakan. Tapi sih kayaknya nggak, soalnya Pak Sigit sama Reno sendiri disukain sama cewek-cewek satu sekolahan. Mereka deket karena kondisi aja kali ya, Reno yang anak rantau terus Pak Sigit yang lajang dan pengen punya anak aja kali. Jadi cocok-cocok aja. Eh ngapain aku jadi ngomongin Pak Sigit sama Reno? Duh mulut, demen banget ngomongin orang padahal masih pagi." Bu Tia memukul mulutnya sendiri, lalu ia membuka buku jurnal untuk melihat-melihat.
Reno tersenyum lebar, hampir tertawa karena Bu Tia yang ngomong sendiri dan juga jawab sendiri. Yang diucapkan oleh Bu Tia juga ada benarnya, meski sebenarnya ia juga tidak terlalu peduli dengan apa yang dibicarakan oleh Bu Tia.
Suasana sudah hening, Reno mulai mencoba tidur karena sepertinya sudah tidak ada yang akan mengganggunya lagi. Beberapa saat kemudian ia langsung tertidur karena kondisinya yang sudah lelah dan juga mengantuk.
~ ~ ~
Di kelas terlihat seorang remaja yang sedang duduk termenung karena sahabatnya sedang berada di UKS. Tumben sekali, padahal dari dulu sahabatnya itu tidak pernah ke UKS meski sakit.
"Oi, napa lu? Bengong mulu dari tadi" tanya Ridwan.
Ridwan menepuk pundak Yoga, membuatnya tersentak kaget. "Eh, ng-nggak papa. Sepi aja nggak ada si Reno" sahutnya datar.
Karena Reno tidak ada, membuat tempat duduk mereka sedikit berubah. Icha akhirnya duduk dengan Jeki, sementara Yoga duduk dengan Ridwan. Mereka pindah duduk agar ada teman ngobrol, biar tidak terlalu jenuh saat sedang belajar.
Sekarang mereka sedang ada tugas matematika, tugas soal yang harus menggambar-gambar kubus dan juga bentuk lainnya. Malas, itulah gambaran kelas mereka saat ini. Mereka mengerjakan ala kadarnya saja, melambat-lambatkan agar tugas itu menjadi PR nantinya.
Kriiiinggg...!!!
"Horeeee!!!" teriak semua murid di kelas itu saat mendengar suara bel istirahat berbunyi. Yoga yang tadinya lesu dan sangat mengantuk karena tidak sahabatnya sekaligus karena tugas matematika itu, menjadi segar bugar berkat bunyi bel istirahat.
"Bapak akhiri dulu pelajaran hari ini. Tugas tadi jadi PR saja, dikumpul minggu depan. Selamat istirahat semuanya" ucap guru yang mengajar matematika itu.
Setelah guru matematika itu pergi dari kelas, Yoga mengambil hpnya dan membuka kunci layar hp miliknya itu. Seketika senyumnya terlihat jelas, karena ada pesan masuk dari seseorang yang tentunya sangat spesial.
'KakP : Kantin nggak bebs?'
'Yoga : Nanti aja Kak pas istirahat kedua. Gue mau nengokin Reno dulu di UKS.'
Senyum menceng Yoga dilihat jelas oleh Ridwan. Remaja yang tidak sepenuhnya laki-laki itu penasaran dengan senyum Yoga yang mencurigakan.
"Siapa tuh? Senyum-senyum aje lu" ucap Ridwan.
"Kepo" sahut Yoga sambil menyimpan lagi hpnya. "Gue ke Reno dulu ya!" Tanpa mempedulikan Ridwan, Yoga berlari menuju ke ruang UKS untuk menjenguk sabahatnya yang sedang sakit itu.
Di UKS, Reno sudah bangun karena suara bel yang sangat-sangat berisik. Selain itu murid-murid sudah keluar dari kelas dan bersuara cukup berisik sampai teriak-teriak, sehingga Reno bangun karena terganggu.
Ia sedang duduk sambil mengumpulkan nyawanya yang masih berada di dunia mimpi. Kepalanya memang masih pusing, namun ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Reno celingak-celinguk melihat sekitar, ternyata tidak ada orang selain dirinya di sana.
Clek...
Baru saja Reno ingin menapakkan kakinya di lantai, tiba-tiba saja pintu ruang UKS terbuka. Ada teman-teman Reno, ada murid lain juga. Dari sana murid-murid berbondong-bondong masuk ke ruang UKS entah untuk apa.
"Siapa, siapa namanya?!!!" teriak Icha kepada Reno.
Wajah Reno terlihat bingung, atau lebih tepatnya ia terkejut dengan keramaian di ruang UKS. Lalu siapa, siapa yang siapa? Reno tidak tau apa maksudnya.
Yoga juga yang ingin menjenguk Reno pun tidak bisa, karena di ruang UKS sepertinya sudah ada belasan anak perempuan dari berbagai penjuru kelas entah untuk apa juga. Jadi Yoga hanya bersandar di ambang pintu, menunggu mereka semua keluar dari sana.
"Ini ngapa rame banget sih?! Terus siapa yang apa?!" tanya Reno kebingungan.
"Abang lu!!! Siapa namanya!!! Cepet kasih tau!!!" teriak Icha diikuti oleh murid perempuan lainnya.
"Iya nih, punya om-om ganteng nggak bagi-bagi!"
"Nggak dapet Reno-nya, abangnya pun jadi!"
"Siapa aja dah, yang penting ganteng!!!"
"Buruan kasih tau woi!!!"
Reno masih terbingung-bingung. Apa maksudnya Arsyad? Entahlah. Kepala Reno yang sudah membaik sepertinya kembali pusing lagi karena mereka sangat-sangat ramai.
Baru saja bangun, Reno langsung disambut oleh kegaduhan yang bukan main bisingnya. Ia hanya bisa pasrah sambil mengelus dadanya.
* * *