Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 35 - Kenapa dia ada dua

Chapter 35 - Kenapa dia ada dua

Semenjak kejadian tak terlupakan saat itu, Reno seperti kembali ke dirinya dahulu yang selalu tersenyum dan gembira. Semakin hari, Reno juga semakin lengket dengan Arsyad. Meski hubungan mereka masih sekedar kakak dan adik yang sedikit dibumbui dengan cinta, namun bagi Reno itu sudah lebih dari cukup.

Beberapa hari setelah itu juga, sikap Arsyad terbilang cukup berubah. Bukan berubah menjadi buruk, melainkan berubah menjadi orang yang sangat sayang dan protektif terhadap dirinya.

Setiap kali Reno chat atau kirim pesan kepada Sigit, Arsyad pasti akan melarang Reno agar tidak melanjutkan chat atau bahkan hubungannya dengan guru olahraganya itu. Kalaupun chat berlanjut, Arsyad harus melihat apa yang mereka obrolkan pada chat itu.

Selain Sigit, Arsyad juga kurang suka jika Reno sudah manja-manja kepada Bayu atau Danu. Biasanya ia akan berubah seperti pacar yang ngambek, jika Reno terlalu lama menempel kepada mereka berdua. Rasa ngambeknya itu hanya akan hilang jika ia sudah bisa berduaan bersama dengan adik kesayangannya.

Cemburu, adalah alasan mengapa Arsyad melakukan semua hal itu kepada Reno. Arsyad selalu terus terang dan selalu bilang cemburu jika Reno dekat-dekat dengan pria lain selain dirinya.

"Abang cemburu."

Itu adalah kalimat yang selalu keluar dari mulut Arsyad jika ia cemburu. Sebuah kalimat singkat yang selalu membuat Reno senyum-senyum sendiri ketika mendengarnya. Entahlah, ia hanya merasa senang ketika Arsyad bilang begitu. Walau terkadang Reno juga jengkel terhadap Arsyad yang cemburuan itu, namun dirinya bisa memaklumi jika pria itu cukup protektif kepada dirinya sekarang ini.

Reno memang cinta kepada Arsyad, ia sudah yakin akan hal itu. Jika hubungannya dengan Sigit sudah tidak ada lagi, Reno pasti sudah menjadi pacar Arsyad sekarang.

Sebenarnya ia bisa-bisa saja melakukan itu, namun Reno masih menghargai Sigit sebagai pacarnya meski hubungan mereka sudah tidak tau lagi harus diapakan. Putus tidak, lanjut pun tidak. Jadinya hubungan mereka hanya mengambang-ngambang tidak jelas.

Selain karena itu, Reno juga terang-terangan kepada Arsyad kalau dirinya juga merasakan hal yang sama kepada Bayu dan Danu. Meski rasa yang muncul kepada Bayu dan Danu belum sebesar rasa yang muncul kepada Arsyad dan Sigit, Reno tetap memberitahu Arsyad agar semuanya jelas. Tapi pada akhirnya, malah membuat Reno bingung harus bersikap bagaimana kepada mereka semua.

Hubungan sesama jenis begini memang terasa sangat sulit bagi Reno yang masih remaja, apalagi orang yang ia suka sudah berumur lebih dari 30 tahun. Perbedaan umur cukup berpengaruh memang, tapi Reno tidak terlalu memusingkan itu. Tipe pria yang ia suka memang pria yang lebih tua dan tentunya lebih jantan darinya, jadinya ia menerima saja.

"Reno, kamu kenapa sering bengong belakangan ini?"

Suara berat dari seorang pria membuat Reno tersadar dari lamunannya itu. Sontak saja ia menoleh, memberikan pria gagah itu sebuah senyuman tipis.

"Ng-nggak apa-apa kok Pak. Cuma bosen sama kesel aja karena sering denger rumor-rumor nggak jelas di sekolah" jelas Reno kepada pria yang duduk di sebelahnya itu.

Sekarang Reno sedang berada di ruang OSIS bersama dengan pacarnya, Sigit. Beberapa hari lalu ada pengambilan nilai dan sebentar lagi pun akan ada ujian, jadi Reno harus membantu guru olahraganya itu untuk merekap nilai-nilai yang sudah terkumpul.

Walau terkadang bertengkar dengan pacarnya itu, namun hubungan Reno dan Sigit bisa dibilang baik-baik saja meski status mereka masih dipertanyakan. Mereka berdua tidak mau membahas itu, karena selalu berujung dengan pertengkaran. Jadi mereka hanya mencoba untuk menjalani hubungan mereka seadanya dulu seperti ini.

Secara perlahan, Sigit memeluk Reno dan memberi kecupan di pipinya. "Kamu nggak kangen apa sama pacar kamu ini Ren? Apa karena sudah ada yang baru?" tanya Sigit memecahkan keheningan.

Layaknya Arsyad yang cemburu, sama pula halnya dengan Sigit. Saat Reno memposting foto dengan tiga pria gagah itu, rasanya cukup menyakitkan. Itu adalah pertama kalinya Sigit merasakan sakit hati, ketika ia mengira kalau Reno berselingkuh.

Dibilang selingkuh pun rasanya tidak pantas, karena bagaimanapun juga Reno tidak memiliki status kepada mereka bertiga. Kalau punya pun rasanya tetap tidak pantas dibilang selingkuh, karena hubungannya dengan Sigit sudah tidak tau harus ke mana arahnya.

"Nggak" ketus Reno, lalu ia membuang napasnya kasar. "Aku udah bilang kalau mereka bukan pacar aku Pak. Jangan sering bahas-bahas itu, aku males berantem sama Pak Sigit" jelasnya lagi.

"Kalau males berantem, ya kita balikan lagi Ren. Dengan kita balikan, hubungan kita bisa kembali kayak dulu. Kamu seneng, saya juga seneng, sama-sama saling seneng" sahut Sigit.

Kembali Reno menghela napasnya secara kasar. Dirinya memang terlihat jengkel, namun sebenarnya Reno masih merasa nyaman-nyaman saja berduaan dengan guru olahraganya itu. Meski, cinta masih dipertanyakan oleh dirinya sendiri.

Tangan Reno meraih tangan kekar yang melingkar di lehernya, memegang tangan itu lalu menyandarkan tubuhnya di tubuh kekar milik Sigit. "Balikan gimana? Pak Sigit sendiri yang bilang kalau kita belum putus, mungkin juga nggak akan pernah putus. Jadi nggak ada istilah balikan" tegas Reno.

Wajah Sigit tersenyum tipis melihat remaja yang ternyata tidak mempermasalahkan dan masih menganggap kalau mereka masih berpacaran. Walau rasanya seperti sudah putus, namun Sigit tetap senang Reno bilang seperti itu.

"Bukan balikan karena putus Ren, tapi balikan untuk baikan kayak dulu lagi. Kamu yang tinggal bareng sama saya, kita yang ke mana-mana selalu bareng, kita yang saling sayang kayak waktu itu lagi" sahut Sigit dengan senyum.

Reno sedikit tersenyum dan juga terkekeh mendengar ucapan Sigit, karena ia tau kalau hal itu tidak akan pernah bisa terulang lagi.

"Kalau yang itu ya aku nggak bisa lagi Pak" jawab Reno. "Pak Sigit tau kalau sekarang aku udah nggak tinggal sendiri lagi, aku udah tinggal bareng temen bapak aku. Lagian aku juga nggak tau masih cinta apa nggak sama Pak Sigit, soalnya Pak Sigit sendiri yang ngajarin aku untuk hidup sendiri."

Jangan salahkan Reno jika ia mengucapkan hal itu, karena Sigit sendirilah yang berulah yang secara tidak langsung mengajarkan Reno seperti itu. Ia sudah lelah menangis, jadi ia putuskan untuk tidak terlalu peduli lagi.

Ada raut kekecewaan di wajah Sigit, saat Reno berkata seperti itu. Tapi ia bisa maklum, Reno berkata seperti itu juga karena dirinya.

"Kamu udah tau kebenarannya Ren, perempuan itu cuma temen saya yang emang suka dan centil ke saya. Kamu juga tau kalau hari itu saya ada reunian sama temen SMA, saya nggak jalan berduaan sama perempuan itu. Kebetulan aja dia minta saya temenin ke toko buat beli kue."

"Udah telat Pak. Meski kenyataannya emang begitu, nggak mengubah fakta kalau Pak Sigit waktu itu bilang aku ini pemuas nafsu. Aku nggak mau kejadian yang sama keulang lagi, aku nggak mau nangis-nangis karena salah langkah lagi."

Sigit menghela napas sambil menatap Reno lekat, raut wajahnya menunjukkan kekecewaan. Bukan kecewa kepada Reno, tapi kecewa kepada dirinya sendiri.

Nasi sudah jadi bubur, waktu tidak bisa diulang lagi. Sigit hanya bisa menerima semua yang sudah diperbuatnya.

Pria gagah itu semakin mendekap erat tubuh kecil Reno, menyandarkan dagunya di pundak Reno. "Tapi saya masih bisa begini kan sama kamu? Berduaan sama kamu, tetep chat-chatan saling kabar dan ngobrol, atau sekali-kali kita jalan-jalan bareng jika emang lagi senggang. Apa boleh Ren?" tanya Sigit penuh harap.

Reno terdiam sejenak, memikirkan pertanyaan dari Sigit. "Kalau berduaan begini di sini sama chat-chatan, aku masih bolehin. Pak Sigit mau meluk-meluk aku gini pun masih aku bolehin, aku nggak bohong kalau aku juga seneng dipeluk dan disayang Pak Sigit" jawab Reno. "Tapi kalau jalan-jalan bareng aku nggak janji, soalnya sekarang aku harus izin dulu kalau ke mana-mana. Aku takut hubungan kita malah ketauan sama temen ayahku itu terus diaduin, yang malah bisa jadi buruk sama nasib aku dan Pak Sigit juga. Aku belum siap kalau orang tua aku tau soal aku yang kelainan begini."

"Ya nggak apa-apa, saya paham" ucap Sigit penuh pengertian. "Meski kamu bilang kamu nggak tau masih cinta atau nggak sama saya, tapi saya mau bilang terima kasih karena kamu masih sayang sama saya dan masih mau pertahanin hubungan kita ini sedikit demi sedikit. Saya sayang kamu Ren, sampai kapanpun akan seperti itu."

Perlahan Reno menarik bibirnya, ia menanggapi perkataan Sigit hanya dengan senyumnya.

Ia sengaja tidak bilang 'sayang' kepada Sigit. Karena bagi Reno, masih ada orang yang lebih pantas mendapat kata 'sayang' itu.

~ ~ ~

Langit sudah gelap, lampu rumah-rumah pun mulai menyala untuk menggantikan sinar matahari yang sudah tidak terlihat itu. Begitu pula di rumah Bayu, lampu untuk menerangi bagian depan dan juga dalam rumah mulai dinyalakan.

Waktu menunjukkan pukul 7 malam kurang beberapa menit, yang mana itu adalah waktu makan malam bersama bagi mereka berempat. Makanan buatan Arsyad juga sudah tersaji di atas meja makan, siap disantap sepuasnya.

Reno selalu senang jika sudah waktunya sarapan atau makan malam bersama dengan mereka. Perlakuan mereka yang sangat baik serta pengertian kepada Reno dan juga sebaliknya, membuat suasana selalu hangat dan menyenangkan. Padahal belum ada satu bulan semenjak Reno tinggal bersama mereka, namun hubungan mereka sudah seperti keluarga yang harmonis.

"Hari ini gimana sekolahnya Ren?" tanya Bayu setelah menyeruput air putih hangat dari gelasnya.

"Baik-baik aja Mas, nggak ada apa-apa" sahut Reno sambil tersenyum simpul.

"Terus rumor-rumor yang itu gimana?" imbuh Danu.

Selain Arsyad, Bayu dan Danu juga sudah tau soal rumor-rumor tentang Reno dan juga mereka bertiga. Mereka tau pun karena beberapa hari belakang, Reno terlihat sangat lesu dan seperti orang yang banyak pikiran.

Saat ditanya oleh Bayu, Reno sempat berbohong. Sayangnya Bayu bukan orang yang bisa dibohongi, ia sangat tau kalau Reno sedang berbohong. Jadi mau tak mau, Reno menceritakan hal yang selalu mengganjal di pikirannya itu.

"Ya biasalah Pak, rumor begitu lama-lama juga tenggelem terus ilang. Alhamdulillah aku udah nggak terlalu mikirin itu sekarang." Manik mata Reno melirik ke Arsyad saat mengucapkan kalimat itu, seakan memberi kode kepada pria tampan yang duduk di sebelahnya.

Sudah sangat dekat sampai pernah berhubungan badan, tentu Arsyad sudah tau apa yang dimaksud dari remaja yang paling disayanginya itu. "Bagus kalau kamu udah nggak kepikiran Ren, pasti karena ada Abang kan?" sahut Arsyad dengan senyum dan nada menggoda.

Reno memukul pelan lengan Arsyad dengan tinjunya, ia merasa tersipu karena melihat senyum pria tampan itu. "Ngawur" jawab Reno berbohong.

Ting...tong...

Saat sedang mengobrol, tiba-tiba saja bel rumah berbunyi, yang sontak membuat mereka menengok ke arah gerbang meski tidak terlihat dari dalam. Kemudian mereka semua saling tatap, karena jarang sekali ada tamu yang datang atau bahkan tidak pernah.

"Siapa ya? Tumben ada tamu" gumam Bayu.

Tak lama, Reno bangkit dari duduknya. "Biar aku aja ya Mas yang bukain, Mas lanjut makan aja" ucap Reno. Lalu remaja itu berjalan meninggalkan meja makan dan juga makanannya yang sudah baru ia makan sesuap.

"Tunggu Ren, Abang juga ikut" serga Arsyad, kemudian menyusul Reno dan mereka berdua berjalan beriringan menuju ke pintu gerbang rumah.

Dari halaman rumah, sudah bisa terlihat kalau ada orang yang menunggu di depan pintu gerbang. Namun yang terlihat hanya kakinya saja, karena pagar rumah Bayu ditutupi oleh fiber atau mika pagar yang membuat tubuh orang itu tidak terlihat sama sekali.

Dengan cepat Reno membuka gembok pagar karena ia takut yang datang adalah tamu penting, misal teman Bayu atau rekan kerja salah satu dari mereka. Ia hanya tidak mau membuat tamu itu terlalu lama menunggu.

Ketika pintu pagar sudah terbuka, mereka berdua keluar dan melihat siapa tamu tersebut.

"Akhirnya ketemu juga" ucap tamu itu ketika melihat mereka berdua keluar.

Mulut Reno terbuka, matanya berkedip berkali-kali untuk memastikan apa yang dilihatnya ini benar atau tidak. Berkali-kali juga, mata Reno menoleh untuk melihat ke Arsyad dan juga ke tamu itu secara bergantian.

Dirinya sangat bingung, ketika melihat tamu yang datang itu berpenampilan persis seperti Arsyad.

* * *