Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 40 - Kampung halaman

Chapter 40 - Kampung halaman

Sekitar pukul 3 sore lewat, Arsyad sudah sampai di sekolah Reno sebelum bel pulang berbunyi. Ia dengan sengaja menunggu Reno, agar adik kesayangannya itu tidak main asal pergi tanpa kabar lagi seperti sekarang ini.

Sudah 15 menit semenjak semenjak bel pulang sekolah berbunyi, namun Arsyad tidak melihat Reno. Kemudian sorot matanya melihat seorang pria yang terkadang selalu membuat pikiran Arsyad ke mana-mana dan tentu membuatnya cemburu kalau Reno pulang lebih lambat dari seharusnya. Orang itu adalah Sigit, Arsyad melihatnya sedang bersiap-siap untuk pulang.

Tanpa pikir panjang, Arsyad turun dari mobil yang dikendarainya. Lalu ia menghampiri Sigit yang sedang berada di tempat parkir dalam sekolah.

"Hei kamu, mana Reno?" tanya Arsyad dengan suara beratnya.

Sigit yang tidak sadar akan kehadiran Arsyad perlahan menoleh ke sumber suara. Raut wajah yang datar menjadi semakin datar ketika Sigit mengetahui kalau yang datang adalah abang dari murid kesayangannya itu.

"Ada perlu apa ke sini?" tanya Sigit kembali.

"Saya tanya, mana Reno?" Kali ini Arsyad memperberat suaranya sambil menekankan kalimat yang ia ucapkan.

"Mana Reno?" Sigit terkekeh. "Seharusnya saya yang tanya kamu, mana Reno? Kenapa dia nggak masuk hari ini? Saya hubungin juga nggak bisa, mana dia?" Sama halnya dengan Arsyad, Sigit juga menekankan pertanyaannya itu.

"Saya serius" tegas Arsyad.

"Apa saya keliatan lagi main-main?" tegas Sigit juga.

Walau pembicaraan mereka berujung dengan tanya semua, namun Arsyad yakin kalau pria yang berada di hadapannya itu tidak bercanda. Dari situ ia menyimpulkan, kalau hari ini Reno benar-benar tidak masuk sekolah.

Arsyad berbalik badan, berjalan cepat menuju kembali ke mobilnya dan melaju dengan kecepatan tinggi. Sementara Sigit terdiam dengan raut wajah yang bingung, berpikir pasti ada apa-apa dengan Reno dan juga orang yang baru menghampirinya itu.

Sesampainya di rumah, terlihat Bayu dan Danu yang sama kalang kabutnya seperti Arsyad. Mereka berdua juga sudah berkeliling dengan motor ke tempat yang sekiranya Reno berada. Namun hasilnya nihil, mereka bertiga tidak menemukan apa-apa.

"Gimana Syad? Nemu sesuatu?" tanya Bayu dengan raut wajah yang sudah khawatir sekali.

"Reno nggak masuk hari ini Bay, saya beneran nggak tau dia ke mana" sahut Arsyad dengan nada yang sudah putus asa, ia benar-benar bingung harus mencari Reno ke mana lagi.

Danu yang sedang duduk dan mendengar itu langsung menepuk keningnya sendiri, raut wajah khawatirnya sudah terlihat jelas. "Kalau nggak ketemu, bisa diulek saya sama si Bapak" ucapnya.

Arsyad pun terdiam, ia menjadi merasa bersalah karena kejadian semalam itu. "Ibu pasti kecewa banget sama kita" ucap Arsyad penuh penyesalan.

Mereka bertiga pun duduk kembali sambil merenung, memikirkan cara lain untuk menemukan laki-laki yang sudah mereka anggap sebagai adiknya itu.

Ting...!

Suara notifikasi masuk ke hp Arsyad, mengeluarkan bunyi yang cukup nyaring yang membuat Bayu dan Danu langsung melirik ke arahnya. Ia tersenyum, lalu mengambil hp dari kantongnya itu.

Raut wajah Arsyad berubah ketika melihat notifikasi yang masuk ke hpnya itu, ia tersenyum lebar karena merasa ada harapan kembali. Semua chat yang dari semalam hanya centang satu, kini sudah menjadi centang dua meski warnanya belum biru. Dari situ Arsyad tau, kalau hp Reno sudah menyala.

Dengan cepat Arsyad menelpon kontak yang bernama 'Kesayangan Abang' itu, ia mengetuk-ngetuk meja berapa kali sambil menunggu jawaban dari hpnya itu. Bayu dan Danu yang bingung Arsyad sedang apa, hanya bisa melihatnya keheranan.

Suara decihan terdengar jelas, ketika suara operator yang mengatakan kalau nomor yang dituju Arsyad tidak aktif. Panggilan dari aplikasi chat pun sama halnya, tidak pernah tersambung yang berarti tidak akan pernah diangkat juga.

"Syad kenapa?" tanya Danu penasaran.

"Ini tadi hp Reno sempet aktif Bay, chat saya masuk semua. Tapi kayaknya hp dia langsung dimatiin lagi abis dinyalain, soalnya pas saya telpon nomor biasa nggak bisa nyambung" jawab Arsyad yang masih fokus ke hpnya itu.

"Terus kamu lagi ngapain sekarang?" imbuh Bayu.

"Ngelacak Reno, nyari posisi terakhir pas hpnya aktif barusan" jelas Arsyad.

Sontak saja Bayu dan Danu langsung saling tatap mendengar kata 'lacak', entah mengapa itu mengganggu mereka berdua.

"Kamu masang pelacak di hp Reno?" tanya Bayu dengan nada yang sedikit tinggi.

"Iya. Tapi bukan buat aneh-aneh Bay, cuma buat mantau dia. Syukur kan bisa kepake pas lagi begini?" jawab Arsyad jujur.

"Yaudah, sekarang posisi Reno ada di mana?" imbuh Danu juga.

"Sebentar, lagi loading."

Beberapa detik setelahnya, terdengar suara hembusan napas dari Arsyad. Lalu ia menunjukkan hp itu kepada Bayu dan Danu, memperlihatkan di mana terakhir posisi Reno berada. Ketiganya menjadi saling tatap setelah mengetahui keberadaannya, yakni di Stasiun Bandung.

"Dia pulang ke rumah" ucap mereka bersamaan.

~ ~ ~

Di kereta, Reno hanya bisa tertidur sambil mendengarkan lagu dari hp lamanya yang sudah diservis. Sesekali ia mencoba untuk menonton dan juga membaca komik lewat internet, tapi yang ada ia malah mual-mual dan pusing karena bermain hp di dalam kereta yang melaju dengan cepat.

Agak kesal memang, karena perjalanan cukup memakan waktu dan ia merasa sangat bosan. Jadinya ia hanya mendengarkan lagu sambil menatap ke jendela luar, sesekali juga ia makan makanan yang sudah diberikan oleh Icha.

Pukul 3 sore lewat beberapa menit, Reno akhirnya sampai di Stasiun Bandung. Ia menarik napas panjang-panjang sebelum akhirnya ia hembuskan lagi. Senyumnya mengembang, karena sebentar lagi ia akan sampai di rumahnya, tempat seharusnya ia berada.

Dari stasiun, remaja itu naik bus yang nantinya akan mengantarkan dirinya ke sebuah gapura dekat halte bus, atau tempat itu sering disebut Doro. Di situ ia sedikit terdiam karena jalanan sudah sepi, padahal ia harus menempuh perjalanan lagi sekitar 4-5 km untuk benar-benar sampai di dalam desanya.

Sambil menunggu kendaraan warga lewat, Reno berjalan menuju ke gubuk pinggir jalan yang tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Biasanya di sana ada pangkalan ojek atau bapak-bapak yang kumpul untuk bermain catur atau ngopi-ngopi. Setidaknya Reno bisa bertanya dan meminta untuk mengantarkan dirinya ke desa meski harus membayar.

Senyumannya kembali mengembang, ketika ia melihat seseorang yang ia kenal sedang duduk di sana.

"Kang Juna!" ucap Reno kepada seorang pria bertato yang sedang merokok. "Tolong anterin aku ke rumah dong!" lanjutnya.

Arjuna, adalah nama pria bertato yang dipanggil oleh Reno. Ia biasanya dipanggil oleh Reno dengan sebutan Kang Juna, Kang Jun, Akang Arjun, atau Kang saja. Namun warga sekitar sering menyebutnya sebagai 'preman', karena penampilannya yang amburadul dan juga tato yang ada di lengannya, serta kelakuannya yang sering mengganggu warga.

Meski preman dan berpenampilan garang, Reno tidak pernah takut dengan pria itu, ia malah menaruh hormat kepadanya. Selain karena Juna adalah teman baik ayahnya, preman itu juga kenal baik dengan Reno meski tidak sedekat tiga pria tampan yang baru saja ia tinggalkan.

"Eh, Dek Reno? Bukannya kamu lagi di Jakarta? Kok ada di sini?" tanya Juna dengan raut wajah yang bingung.

"Iya Kang, aku lagi pengen pulang, kangen sama Bapak sama Ibu" jelas Reno. "Tolong anterin aku pulang Kang, nanti aku kasih uang bensin sama uang rokok deh" pinta Reno lagi.

Pria berpenampilan garang itu mengacungkan jempolnya, lalu berdiri dan berjalan ke tempat motornya terparkir. Reno pun naik setelah Juna menyuruhnya begitu, kemudian motor melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Reno berpegangan sangat erat ke tubuh orang yang mengendarai motor itu. Ia bukannya modus, namun ia benar-benar ketakutan karena motor melaju sangat cepat.

"Aku masih mau hidup Kang!!! Pelanin motornya!!!" teriak Reno dari belakang, matanya terpejam karena ia ketakutan setengah mati.

"Hehe, ini udah pelan kok!" sahut Juna cengengesan.

"Pelan dari mana?!!!" serga Reno yang masih berteriak.

Hingga saat Juna memperlambat laju motornya, ada sebuah mobil yang lewat tepat di samping mereka. Alhasil motor yang dinaiki oleh mereka berdua jatuh ke samping karena terserempet mobil yang datang dari arah belakang itu.

Juna yang memiliki kepribadian bar-bar layaknya Icha, tentu tidak terima karena mobil itu sudah membuatnya terjatuh. Ia langsung berdiri dan menggedor-gedor kaca mobil sedan mewah yang menyerempetnya tadi.

"Woi!!! Bisa nyetir nggak?!!!" kesal Juna sambil mengetuk-ngetuk kaca mobil.

Tak lama, pintu mobil pun terbuka. Dari sana keluar seorang pria berseragam lengkap dan rapih, raut wajahnya menunjukkan kekesalan karena ucapan Juna barusan.

"Enak aja! Kamu yang nyetir ugal-ugalan kok nyalahin saya?! Untung aja nggak kamu nggak mental dan mobil saya nggak lecet" sahutnya.

Ketika pria berseragam itu melihat ke arah Reno, sontak membuat remaja yang sedang melihatnya juga membuat mereka berdua menjadi berkontak mata. Bola mata Reno sedikit melebar, ketika melihat pria berseragam itu memiliki wajah yang tidak biasa.

Zeda Fadlan, itu adalah nama yang tertulis di bet seragamnya. Terdapat juga tulisan Pilot Captain dan sebuah maskapai ternama di seragamnya.

Setau Reno, di kampungnya ini tidak pernah ada yang berprofesi menjadi seorang pilot. Terus ia juga bingung kenapa seorang pilot bisa sampai ke sini.

Semakin lama memperhatikan, Reno semakin sadar kalau wajah yang sedang ia lihat itu terasa sangat familiar dan juga tidak asing. Tapi sayangnya ia tidak bisa mengenalinya, entah itu hanya perasaannya atau bagaimana.

"Nih duit buat rokok sama benerin motor kamu misal lecet atau rusak. Saya nggak punya waktu buat ngurusin orang kayak kamu" ucapnya.

Ketika pria berseragam itu menyodorkan beberapa uang ratusan ribu, Juna tanpa basa-basi langsung menarik uang itu dalam sekejap. Ia yang pada dasarnya butuh uang untuk rokok dan juga mabuk-mabukan, tentu sangat senang mendapat uang sebanyak itu.

"Lain kali hati-hati!" kesal pria itu. Kemudian ia masuk kembali ke mobil sedan mewahnya, lalu mobilnya melaju meninggalkan mereka berdua.

Reno masih duduk di tanah karena ia masih mengingat-ngingat siapa orang itu. Ia juga tidak terlalu mempedulikan kalau dirinya terjatuh, karena tidak ada rasa sakit sama sekali yang ia rasakan. Waktunya sangat tepat karena Juna sudah mengurangi kecepatan saat mobil itu menyalip tadi.

Kemudian remaja itu berdiri, sambil menepuk-nepuk celananya dari pasir yang menempel.

"Akang sih, udah dibilang nyetir pelan-pelan juga, masih aja ngebut" gumam Reno sambil melihat tajam ke arah Juna.

"Udah pelan atuh Dek tadi, untung aja Akang udah nggak ngebut. Untung juga dia ngasih duit nganti, mantap banget nih duit barunya" sahutnya yang masih fokus menghitung uang.

"Ganti apa Kang? Emang motornya rusak?" heran Reno. Karena setaunya, motor Juna memang motor jadul yang sudah lecet-lecet.

"Ya nggak ada sih, emang motornya aja udah butut sama lecet-lecet. Tapi kan lumayan buat beli rokok sama miras." Manik mata Juna pun melirik ke Reno. "Kamu mau?"

"Nggak, aku nggak ngerokok sama minum gitu-gituan kayak Kang Juna" ketus Reno.

"Nggak mau nyoba? Enak lho Dek, nanti pasti kamu ketagihan kayak Akang" goda Juna lagi.

Reno memutar kedua bola matanya malas. "Kang buruan anterin aku pulang. Atau Akang mau aku aduin ke Bapak kalo tadi kita jatuh? Biar Akang diomel-omelin sama Bapak" ancam Reno.

Kalau sudah berhubungan dengan Pak Jaka, Juna memang tidak berani. Bukan berarti ia takut, namun ia sangat menghormati Pak Jaka dan keluarga Reno. Itu karena keluarga mereka bisa menerima keberadaan Juna di saat warga banyak yang mengusirnya.

Tanpa berlama-lama, Juna mengangguk mengiyakan. Ia mendirikan lagi motornya, menyalakan mesin dan ternyata tidak rusak karena terjatuh tadi. Setelah keduanya naik, motor pun melaju dengan kecepatan sedang.

Kurang lebih 10 menit kemudian, akhirnya motor berhenti tepat di halaman rumah Reno yang cukup luas. Ia turun dari motor dan memberikan Juna uang sebagai ucapan terima kasih. Kemudian Juna kembali melesat ke gubuk tadi, sementara Reno masih memandang rumahnya dengan senyum yang sangat lebar.

Kakinya melangkah menuju ke dalam rumahnya, terlihat pintu rumah dibuka karena di sana ada kedua orang tuanya yang sedang menonton TV.

"Assalamualaikum" ucap Reno pelan, membuat kedua orang tuanya menoleh ke arahnya.

Tepat sebelum kedua orang tuanya menjawab salam darinya, Reno sudah masuk ke dalam dan menghamburkan pelukan kepada dua orang yang paling disayanginya itu. Air matanya pun lolos ketika rasa rindu yang sudah lama terpendam kini bisa terobati.

"Bapak, Ibu, aku kangen banget sama kalian" ucapnya tulus.

* * *