Masih di malam yang sama dan di rumah yang sama pula, mereka semua merasakan suasana menyenangkan. Terlebih remaja tampan nan imut yang sudah mengetahui semua kebenarannya, ia tidak bisa menyembunyikan perasaan gembiranya.
"Tapi aku masih penasaran, kenapa Bapak sama Ibu nggak ngasih tau aku kalo mereka ini orang yang sama?" Meski perasaannya sedang gembira, tapi rasa penasaran akan hal itu terus mengganjal di dalam dirinya. Maka dari itu Reno terus bertanya.
Sang ibu tersenyum simpul sambil tangannya mengelus lembut kepala Reno. "Bapak sama Ibu bukannya ndak ngasih tau Dek, kita kira kamu sudah tau itu" jelas Ibu Rina.
"Harusnya kamu juga tau, masa iya Bapak sama Ibu biarin kamu tinggal sama orang asing? Bapak sama Ibu kenal baik mereka bertiga, makanya kita kasih ijin kamu tinggal" imbuh Pak Jaka.
Bibir Reno sedikit dimanyunkan, jawaban dari kedua orang tuanya tidak membuatnya puas. Ia menghembuskan napasnya kasar, mencoba meyakini kalau apa yang diucapkan ayah dan ibunya adalah benar.
Tangan kekar Pak Jaka mengambil sebuah koran, menggulungnya hingga berbentuk seperti pentungan. Lalu Pak Jaka memukul pelan kepala anaknya itu.
"Minta maaf sama mereka, Bapak ndak suka kamu ngomong dengan nada seperti tadi pas mereka baru datang. Bapak sama Ibu ndak pernah ngajari kamu berbicara seperti itu" titah Pak Jaka.
Reno tersenyum nyengir, lalu kepalanya sedikit tertunduk karena merasa bersalah. Remaja itu mengangguk menurut. "Iya Pak, maaf." Pandangannya berpindah kepada ketiga pria yang dimaksud Pak Jaka.
"A-anu" ucap Reno malu-malu, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maaf ya Bang Arsyad, Mas Bayu, Pak Danu. Maaf kalo aku ngomongnya kayak tadi."
"Nggak apa-apa Ren, kita paham kenapa kamu bilang begitu" sahut Arsyad sambil tersenyum. Tak lama tangan pria itu menarik Reno hingga ia duduk di pangkuannya, tanpa ragu Arsyad menciumi pipi Reno di depan mereka semua.
Hati Pak Jaka dan Ibu Rina terasa sangat damai, mereka sangat senang ketika melihat Reno akrab dengan ketiga orang yang sudah mereka anggap sebagai anak-anaknya juga. Meski sempat berat menerima kemauan Reno untuk merantau, tapi sepertinya keputusan itu tidak mereka sesali sama sekali.
Sementara Bayu dan Danu juga ikut tersenyum, namun ada perasaan lain yang menyelimuti mereka. Perasaan yang mengatakan kalau mereka kurang suka melihat Arsyad dan Reno yang berpelukan, perasaan yang mengatakan kalau mereka ingin memeluk Reno dan dekat dengan remaja itu juga.
"Oh iya Nak Bayu, soal kondisi penyakit Reno bagaimana ya? Bapak sama Ibu sampai lupa" ucap Ibu Rina dengan raut wajah yang sedikit khawatir.
Sedikit tersentak karena sedang melamun, namun untungnya Bayu masih mendengar suara dari wanita paruh baya itu. Ia menarik napas dan menghembuskannya lagi sebelum mulai menjelaskan.
"Alhamdulillah Bu, sejauh ini Reno kondisinya sangat-sangat baik. Walau terkadang panic attacknya hampir kambuh karena sedikit masalah yang udah Arsyad ceritain tadi, tapi Bayu rasa kondisinya udah jauh lebih baik dari sebelumnya" jelas Bayu dengan lembut.
"Penik etek itu maksudnya bagaimana ya Nak Bayu? Bapak sama Ibu masih belum terlalu paham, nama penyakitnya saja baru dengar" imbuh Pak Jaka.
Bayu tersenyum simpul ketika mendengar pengucapan panic attack dari Pak Jaka, sangat khas orang-orang desa yang belum mahir berbahasa Inggris. Namun anehnya Bayu suka dengan pengucapan seperti itu.
"Gampangnya gini Pak, panic attack yaitu munculnya rasa takut dan gelisah yang berlebihan secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Sebenernya nggak bisa disebut penyakit juga Pak, nggak bisa disebut kelainan juga, itu kayak kondisi seseorang di saat tertentu aja Pak" jelas Bayu lagi.
"Biasanya yang kena panic attack ya panik, sesuai dengan namanya. Dari panik yang berlebihan itu muncul ketakutan atau rasa cemas, yang biasanya membuat penderita bingung harus berbuat apa. Kalau di kasus Reno kurang lebih sama sih Pak, dia takut atau cemas yang berujung bingung harus apa. Waktu itu Reno pingsan karena dia lupa bernapas."
"Lupa bernapas? Kok bisa?" heran Pak Jaka dan juga Ibu Rina.
"Eh, bu-bukan lupa bernapas juga sih Pak, Bu, gi-gimana ya jelasinnya." Bayu sedikit kebingungan, ia bingung harus memakai kata seperti apa agar mudah dipahami oleh Pak Jaka dan juga Ibu Rina. "Gini. Reno pingsan bukan karena dia lupa bernapas juga sih sebenernya. Dia pingsan karena dia takut dan cemas, yang buat dia bingung harus apa. Mungkin saking bingungnya harus apa, napas Reno jadi kurang beraturan, yang malah bikin dadanya sesak dan susah napas yang berujung pingsan. Kurang lebih begitu sih Pak, Bu."
"Oh begitu" ucap Pak Jaka dan Ibu Rina bersamaan, kini mereka paham dengan kondisi anaknya.
Lalu mata Ibu Rina melihat sekeliling, pikirannya masih terfokus kepada panic attack yang diderita anaknya. Namun pikiran itu langsung hilang seketika, ketika ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 9 malam kurang.
"Wis bengi jebule" ucap Ibu Rina spontan. "Nak Arsyad, Nak Bayu, Nak Danu, sholat isya dulu mumpung belum jam 9. Lalu istirahat, bisa tidur di kamar si Dedek atau di kamar Ibu juga ndak apa-apa."
"Lho, di kamar Dedek yo ndak muat lah Bu kalau berempat" protes Pak Jaka yang merasa keberatan.
"Nggak apa-apa Pak, Bu. Kita di rumah biasanya juga tidur bareng-bareng di ruang TV, tidurnya malah dempet-dempetan sampe peluk-pelukan juga. Jadi nggak apa-apa kalau tidur di kamar Reno" imbuh Bayu untuk menengahi Pak Jaka dan Ibu Rina.
Pria dan wanita paruh baya itu menghela napas, menganggukkan kepalanya karena mereka meminta seperti itu. "Yowes, nanti tambah kasur gulung saja yang ada di kamar Bapak, biar tidurnya ndak langsung kena lantai. Hayuk sholat dulu, keburu kemalaman" titah Pak Jaka.
Mereka bertiga mengangguk, menuruti pria yang sudah mereka anggap sebagai orang tua kandung mereka. Lalu mereka pun pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, kemudian melaksanakan sholat isya yang belum sempat mereka lakukan.
~ ~ ~
Langit malam terlihat sangat indah dan cerah, tidak ada awan-awan yang menutupi bintang-bintang yang sedang bersinar. Rembulan purnama juga sudah berada di tempatnya, menyinari tempat di mana keempat laki-laki sedang duduk sambil menikmati pemandangannya.
"Kangen banget sama tempat ini, suasananya nggak berubah sedikitpun semenjak kita pertama dateng ke sini" ucap Danu dengan mata yang terpejam. Pria itu sedang menyandarkan tubuhnya di tembok, sambil kepalanya mendongak ke atas dan menarik napas dalam-dalam untuk menikmati udara yang sangat segar.
"Bener banget, jadi kangen KKN saya" imbuh Bayu dengan wajah yang tersenyum.
Reno ikut tersenyum, ia senang sekali mendengar ucapan Bayu dan Danu barusan. Kalau boleh jujur pun rasanya sama seperti mereka, Reno juga rindu dengan masa-masa kecilnya bersama mereka. Walau ia merasa masa sekarang lebih menyenangkan dari masa-masa dulu.
Remaja itu sedang duduk di pangkuan Arsyad, yang posisinya berada di tengah-tengah antara Bayu dan Danu. Kedua tangan mereka saling menggenggam, sambil sesekali Arsyad mencium dan juga mengendus leher Reno secara terang-terangan.
"Mas Bayu, Pak Danu, apa kalian marah sama aku?" tanya Reno tiba-tiba.
Mata Danu terbuka, sontak ia melirik ke arah Reno bersamaan dengan Bayu yang melirik ke arah remaja itu juga. "Marah kenapa?" tanya mereka.
"A-aku yakin kalian udah tau soal aku yang kelainan ini, a-apa kalian nggak marah soal aku yang suka laki-laki? Terlebih aku suka kalian juga?" Wajah Reno terlihat ragu dan juga takut.
Terdengar suara Bayu terkekeh, ia merasa lucu saat Reno berkata kalau mereka marah.
"Marah ya? Kayaknya nggak deh" jawab Bayu jujur.
"Tapi aku suka sama Mas, sama Pak Danu juga sama. Sekarang aku juga yakin, rasa suka itu udah berubah jadi cinta Mas, Pak. Apa kalian nggak jijik sama aku yang begini?" tanya Reno lagi.
Kali ini Bayu menghela napasnya, tatapan matanya teduh ketika ia melihat ke arah Reno.
"Gimana ya Ren, jujur aja Mas bingung harus bereaksi seperti apa sekarang" sahut Bayu sedikit bingung.
"Pas Arsyad ngasih tau kalau kamu itu gay, Mas sama Danu beneran kaget. Maksud Mas, masa sih Reno itu gay? Mas beneran nggak percaya kamu begitu. Kamu ganteng, kamu pinter, kamu keliatan kayak laki-laki pada umumnya, Mas yakin banget kalau di sekolah itu banyak yang suka ke kamu. Tapi ya, ternyata disukai banyak perempuan bukan berarti orang itu suka perempuan juga..."
"Kecewa pasti ada Ren, karena Mas nganggap kamu itu adik Mas sendiri. Tapi lama dipikirin, Mas rasa nggak sepatutnya Mas marah apalagi jijik ke kamu. Toh Mas juga psikiater, kadang ada pasien kayak kamu yang punya penyimpangan juga, ada yang umurnya kayak kamu ada juga yang lebih dewasa. Dari mereka Mas jadi paham, kalau orang seperti mereka itu butuh rangkulan, butuh dimengerti, butuh dikuatkan juga biar bisa jalanin hidup layaknya orang-orang pada umumnya."
"Mas malah salut sama kamu, karena kamu bisa kontrol diri dan menyembunyikan jati diri kamu dengan sangat baik. Tapi Mas yakin, kamu juga butuh yang seperti itu, kamu butuh rangkulan dan pengertian juga dari lingkungan sekitar. Walau Bapak sama Ibu belum tau, tapi setidaknya kita udah tau. Kita juga udah sepakat untuk nggak ngasih tau ini ke Bapak sama Ibu, biar kamu atau waktu yang ngasih tau ke mereka. Ya... pokoknya gitu deh. Kalo kamu ada apa-apa atau mau curhat, tinggal bilang aja ya? Kita pasti dengerin, kita pasti coba untuk paham dari sudut pandang kamu, kita pasti bantu kamu. Oke?"
Penjelasan Bayu sukses membuat mata Reno berair dan meneteskan air matanya. Ia benar-benar terharu, sekaligus sedih karena sempat membuat mereka kecewa. Walau menangis, Reno berusaha tersenyum. Kemudian ia berjalan ke arah Bayu, memeluknya sangat erat.
"Makasih ya Mas, makasih karena mau pengertian sama aku dan nggak jauhin aku yang kelainan begini. Maaf juga karena sekarang aku udah suka sama Mas Bayu" ucap Reno jujur.
Bayu tersenyum, ia masih terkagum dengan pengakuan Reno yang sangat tulus. Perlahan tangannya mulai memeluk dan mengelus punggung Reno, bermaksud memberikan remaja itu kenyamanan.
"Nggak apa-apa Ren, santai aja. Soal yang itu, kita bisa ngomongin nanti. Yang terpenting, sekarang kamu udah tau kalau kita nggak mempermasalahkan soal kamu yang suka laki-laki atau bahkan suka sama kita" ujar Bayu penuh pengertian.
Reno semakin memeluk erat tubuh kekar Bayu, ia mengangguk pelan karena sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Rasa senang, gembira, sedih, tentu bercampur aduk di dalam dirinya. Namun rasa damai, adalah perasaan yang paling menenuhi diri Reno saat ini.
Suasana hening dan haru selama beberapa saat. Namun suasana itu sirna, ketika... Bayu mencium bibir Reno secara sadar di depan Arsyad dan juga Danu.
Bola mata Reno melebar, membuat matanya yang merah karena menangis menjadi terlihat jelas.
"Ma-mas ba-barusan... ci-cium aku?" ucap Reno tidak percaya.
Memang tidak pernah terlintas di benak Bayu untuk mencium laki-laki juga, namun ia melakukan itu karena rasa sayangnya kepada Reno.
"Maaf, bukannya Mas maksud gimana-gimana. Anggap aja itu bukti kalo Mas beneran sayang sama kamu" jelas Bayu agar tidak jadi salah paham.
"Mas..." lirih Reno. Lalu keduanya saling melempar senyum, dan bibir mereka pun saling mendekat lagi. Hingga...
"Adaw!" rintih Bayu ketika Arsyad menjitaknya secara tiba-tiba. Terlihat Arsyad memasang raut wajah yang sulit diartikan, bahkan ia juga menarik Reno dan memeluknya. "Kenapa sih Syad?!" protes Bayu.
"Kamu yang kenapa! Enak aja cium-cium Reno, dikira Reno milik bersama apa?! Dia tuh punya saya, kita udah hubungan badan terus udah setuju buat pacaran, bahkan kita udah ngerencanain buat nikah. Iya kan Ren?" Arsyad mengedip-ngedipkan matanya, bermaksud agar Reno menjawab iya.
Kali ini Danu yang beraksi, ia menjitak kepala Arsyad agak keras hingga bunyinya terdengar.
"Enak aja nikah-nikah, nggak ada. Jangan ngawur" kesal Danu. Pria itu menarik Reno dari pangkuan Arsyad menjadi ke pangkuannya.
Walau matanya berair, sebenarnya Reno tertawa geli ketika melihat tingkah mereka yang seperti anak kecil. Selain itu ia juga merasa senang, karena merasa diperebutkan oleh tiga pria tampan sekaligus.
Hanya perasaannya kah? Atau mereka memang sudah merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan Arsyad kepada Reno?
Entahlah, Reno sendiri tidak tau. Namun ia berharap begitu, mengganggap kalau mereka bertiga sudah membuka diri dan mulai suka juga kepada dirinya ini.
Bibir Reno tersenyum lebar, perasaannya sangat senang saat ini. Saat ini, ia merasa kalau dirinya sedang bermimpi.
* * *