Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 44 - Mengenang masa lalu

Chapter 44 - Mengenang masa lalu

Kampung tempat Reno tinggal memang terbilang seperti kampung pada umumnya. Suasana pegunungan, sawah hijau yang luas, pohon-pohon yang rindang, sungai yang airnya masih jernih, dan lainnya. Memang biasa saja untuk orang yang di sana, namun bagi ketiga pria yang pernah menginjakkan kaki di sana untuk KKN, kampung Reno adalah tempat yang luar biasa.

Semua yang ada di sana tidak akan bisa mereka dapatkan di kota, terutama pemandangan dan juga udaranya yang bersih dan minim polusi. Warga di sana juga sangat baik dan ramah-ramah. Tapi yang membuat kampung Reno tidak biasa, yakni karena kenangan yang mereka dapat di sana.

Sekitar pukul 5 pagi kurang, terlihat seisi rumah Reno baru saja selesai melaksanakan sholat subuh. Sudah menjadi kebiasaan bagi Pak Jaka dan Ibu Rina untuk melakukan kewajiban itu, jadinya mereka mengajak Reno serta ketiga pria yang sudah dianggap sebagai anaknya juga untuk sholat berjamaah.

"Nak Arsyad, Nak Bayu, Nak Danu, habis sini kalian mau keliling kampung?" tanya Ibu Rina kepada mereka.

"Iya Bu" sahut mereka bertiga.

"Ya uwes Ibu mau masak dulu, biar kalian ndak kelaparan pas keliling nanti." Bibir Ibu Rina tersenyum, lalu matanya menatap ke Reno. "Nanti temeni kakak-kakak kamu keliling ya Dek? Soale Ibu padha Bapak pan ke pasar" ucapnya lagi.

Reno mengangguk menurut. "Iya Bu, nanti aku temenin kakak-kakak aku keliling kampung" ucap Reno penuh senyum.

"Bu, kalo masaknya nanti aja gimana? Kita mau keliling sekalian mau olahraga juga, jadi makannya habis olahraga. Ibu sama Bapak ke pasar aja dulu, biar nanti Arsyad bisa bantuin Ibu masak" imbuh Arsyad tiba-tiba.

"Kalian olahraga sambil keliling saja. Ndak apa-apa Ibu mau masak sekarang, biar kalian bisa langsung makan kalau sudah selesai" sahut Ibu Rina.

Arsyad menghela napasnya, tersenyum simpul melihat Ibu Rina yang tidak pernah berubah dari dulu. Wanita paruh baya itu selalu saja menyiapkan semua seorang diri, kalau ingin ditolong sering kali ditolak olehnya. Tapi Arsyad paham, jadi ia hanya menurut kepada wanita yang sudah dianggap sebagai orang tuanya itu.

"Ibu sama Bapak jangan capek-capek ya? Ada Danu, ada Bayu, ada Arsyad, ada Reno juga di sini. Kalo Ibu mau jualan nasi uduk atau mau ke pasar, nanti biar kita bantu. Kalo Bapak mau angkut-angkut barang di pasar atau mau ke ladang, nanti biar kita bantu juga" imbuh Danu juga.

"Hiyo. Nanti sore Bapak ajak kalian ke ladang, ada banyak yang harus dipanen hari ini" balas Pak Jaka.

"Nah gitu dong Pak, kita kan seneng juga kalo bisa bantu" ucap Bayu sambil mengacungkan jempolnya.

Lalu ia menghampiri Pak Jaka dan Ibu Rina, salim untuk berpamitan karena mereka ingin keliling sebentar.

"Kita keliling dulu ya Pak, Bu. Nanti Bapak sama Ibu jalan ke pasarnya hati-hati, naik motornya pelan-pelan. Jangan pacaran terus ya" goda Bayu kepada Pak Jaka dan juga Ibu Rina.

Mereka berdua memang sudah berumur hampir 60 tahun, namun hubungan mereka berdua masih harmonis dan baik sekali sampai detik ini. Yang dikatakan Bayu pun benar kalau mereka berdua masih sering pacaran layaknya anak muda, karena Pak Jaka pun tipe orang yang pengertian dan romantis kepada Ibu Rina. Mereka berempat adalah saksinya.

"Ndak berubah ya kamu, dari dulu sering ledekin Bapak sama Ibu" sahut Pak Jaka penuh senyum.

Kemudian ia mengusap satu per satu kepala mereka, Ibu Rina pun melakukan hal yang sama kepada mereka. Bukan aneh-aneh atau apa, itu adalah tanda kalau Pak Jaka dan Ibu Rina mendoakan mereka semua agar bisa menjalani hari dengan baik dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Hati-hati, kalau sudah lapar langsung pulang. Misal Bapak sama Ibu belum pulang, makan duluan saja, perut kalian ndak boleh kosong" lanjut Pak Jaka.

"Iya Pak, kita berangkat dulu" sahut mereka berempat.

Setelahnya, barulah mereka pergi untuk jalan santai di pagi hari sambil keliling kampung yang memiliki banyak kenangan ini.

~ ~ ~

Pagi hari, tentu udara sangat segar daripada siang hari. Terlebih di kampung Reno yang masih minim polusi, sehingga udara benar-benar terasa sangat bersih dan sejuk ketika dihirup. Langit juga masih agak gelap, tapi orang-orang di kampung ini sudah bangun dan sudah memulai harinya di pagi hari ini.

Bibir Arsyad, Bayu, Danu tidak bisa berhenti tersenyum, rasanya mereka benar-benar rindu dengan suasana kampung ini yang belum berubah semenjak terakhir kali mereka ke sini. Tempat-tempat yang ia ingat masih banyak yang sama, hanya beberapa saja yang sudah direnovasi atau berubah.

Melihat mereka bertiga seperti itu, membuat Reno ikut tersenyum juga. Terlebih ketika ia sudah mengetahui hubungan aslinya dengan mereka, rasanya Reno sangat senang bisa memiliki kakak-kakak seperti mereka meski tidak ada hubungan darah. Namun siapa peduli, bagi Reno yang terpenting adalah hubungan dan kedekatannya dengan mereka.

"Senyum-senyum terus, awas giginya kering" ledek Reno kepada mereka bertiga yang terus tersenyum.

"Emangnya nggak boleh senyum ya kalau lagi seneng?" sahut Danu sambil melirik ke Reno.

"Emangnya seneng karena bisa balik lagi ke sini atau seneng karena bisa jalan-jalan sama aku hayo?" tanya Reno. Ia menggunakan nada sedikit menggoda, karena ia berharap mereka menjawab kalau mereka senang bisa berkeliling bersama dirinya.

Mereka bertiga terkekeh, paham dengan maksud remaja imut itu.

"Iya-iya, seneng karena bisa jalan-jalan sama kamu" jawab Bayu jujur, karena sejatinya ia memang senang bisa jalan-jalan bersama adik kesayangannya itu.

Kembali Reno tersenyum lebar, namun kali ini ia memalingkan sejenak wajahnya karena ia yakin kalau pipinya sedikit memerah. Ditatap dengan senyum oleh tiga pria tampan, siapa yang tidak salah tingkah kan?

"Terus ini mau jalan-jalan santai sambil keliling aja? Mau balap lari sampe ujung jalan itu nggak?" ajak Reno kepada mereka bertiga, tangannya menunjuk ke ujung jalan yang ia maksud.

"Oke, siapa takut" jawab Danu.

"Yang juara terakhir pokoknya harus gemblok aku ya sampe kita pulang ke rumah lagi. Gimana?" usul Reno.

"Boleh" sahut Arsyad. "Tapi kalau kamu yang juara terakhir, kamu harus siap ngasih jatah ke yang juara satu ya? Gimana?"

Reno menatap tajam ke Arsyad, sambil bibirnya ia tekuk ke bawah.

"Jatah mulu, padahal baru-baru ini Abang aku kasih jatah" protes Reno. "Tapi ayo, siapa takut. Kalo soal fisik mungkin aku kalah, tapi soal balap lari aku yakin aku menang" ucap Reno dengan percaya diri.

"Yaudah kita balap lari ya" imbuh Bayu yang sudah bersiap di tempatnya. "Satu... dua... tiga!"

Mereka pun langsung berlari menuju ke ujung jalan.

Tak sampai lima menit kemudian, pemenangnya sudah bisa diumumkan. Tentu saja, yang menang tak lain adalah Reno.

Benar katanya kalau ia lebih unggul kalau soal balap lari, karena ia masih muda dan tentunya masih gesit. Tidak seperti ketiga pria yang sudah berumur 30 tahun lebih itu. Meski fisik mereka bagus dan mereka sehat, namun faktor umur tidak bisa berbohong.

Terlihat Reno sudah jingkrak-jingkrak di ujung jalan, sambil menunggu Bayu yang berada di posisi terakhir. Meski selisihnya hanya beberapa detik, namun tetap saja Bayu kalah.

"Cepet banget lari kamu Ren, kayak tuyul" ucap Bayu sambil terkekeh.

"Enak aja, aku bukan tuyul tau" serga Reno cepat. "Yang penting Mas Bayu kalah, taruhan ya taruhan. Sekarang Mas harus gemblok aku sampe kita pulang lagi ke rumah!" girangnya.

Bayu hanya tersenyum, senang melihat Reno yang sudah ceria lagi. Ia langsung berjongkok membelakangi Reno, bermaksud agar remaja itu mudah naiknya.

"Yaudah ayo, Mas gemblok kamu sampe kita balik lagi ke rumah."

Tanpa basa-basi, Reno segera naik ke punggung Bayu yang sudah lumayan basah oleh keringat meski baru berlari sejenak. Reno sendiri pun sudah berkeringat, begitu juga dengan Arsyad dan Danu. Ia langsung melingkarkan tangannya di leher Bayu, memeluknya erat sambil menyandarkan dagunya di bahu lebar milik Bayu.

Tak lama mereka mulai berjalan lagi, mengelilingi kampung seperti yang sudah mereka rencanakan itu.

Selesai lari pagi dan keliling kampung, mereka pulang setelah puas mengenang kenangan lama mereka di sana. Kampung ini memang banyak yang berubah, namun banyak juga yang sama. Tapi bagi mereka, itu semua tidak mengubah kenangan yang sudah mereka buat di kampung ini.

Tadi mereka juga sempat mampir ke salah satu sekolah yang mana itu adalah sekolah SD Reno. Bukan untuk berkunjung, melainkan untuk mencicipi jajanan anak SD yang sangat khas dan tentunya membuat nostalgia. Sambil makan, sambil mereka melihat album-album foto yang disimpan dengan sangat baik dan sudah disimpan di hp Arsyad sekarang ini, mereka tidak menyangka kalau waktu berjalan begitu cepat dan foto-foto itu sudah diambil dari belasan tahun yang lalu.

Hingga mereka pulang ke rumah, dengan Reno yang masih digemblok oleh Bayu sesuai janjinya tadi. Pintu rumah juga sudah dibuka dan motor Pak Jaka sudah ada di halaman rumah, yang berarti Pak Jaka dan Ibu Rina sudah pulang.

"Assalamualaikum" ucap mereka bersamaan.

"Waalaikumsalam" jawab Pak Jaka dan Ibu Rina. "Seneng banget anak-anak Ibu? Sampai suara tertawanya terdengar dari depan halaman" ucap Ibu Rina lagi.

"Iya Bu, tadi abis jajan-jajan sambil liat foto-foto lama yang kita ambil dulu. Terus cerita-cerita juga, jadinya ya seneng aja karena bisa ngerasain begini lagi" sahut Danu dengan senyum.

"Kenapa si Dedek digemblok? Kakinya sakit?" tanya Pak Jaka yang melihat Reno digemblok oleh Bayu.

Sontak saja Reno dan Bayu saling tatap, mereka saling lempar senyum untuk beberapa saat.

"Nggak kenapa-napa Pak. Tadi abis balap lari, terus yang kalah harus gemblok Reno. Bayu kalah, jadinya harus gemblok Reno" jawab Bayu.

"Dedek..." panggil Pak Jaka. "Wis gedhe koh esih aleman" ucap Pak Jaka lagi.

Reno tersenyum nyengir, lalu turun dari punggung Bayu. "Manja sama kakak sendiri kok Pak, emangnya nggak boleh?" gurau Reno kepada ayahnya.

"Bukannya ndak boleh. Kamu udah gede, sudah bukan waktunya lagi untuk digemblok-gemblok. Mau manja ya boleh, tapi ndak digemblok juga toh Dek? Kasian Nak Bayu nanti, kamu kan berat juga kalau digembloknya kelamaan. Minta maaf sama Nak Bayu karena udah ngerepotin" titah Pak Jaka.

Seketika saja bibir Reno manyun, karena ayahnya selalu serius jika sudah berhubungan dengan mereka bertiga. Ia memang paham apa maksud ucapan Pak Jaka, tapi tetap saja ia jengkel karena ayahnya tidak bisa diajak bercanda.

Reno mendongak untuk melihat Bayu, memperlihatkan wajahnya yang masih cemberut.

"Mas... eh..."

Baru saja Reno ingin berbicara, tiba-tiba saja Bayu langsung menggendongnya dan mencium pipinya.

"Nggak apa-apa Pak, Bayu nggak kerepotan kok. Bapak juga jangan terlalu serius sama Reno kalau udah disangkut paut sama kita bertiga, kita nggak apa-apa. Malah kita seneng bisa manja-manjain Reno" ucap Bayu, bermaksud agar Pak Jaka paham.

"Bapak tau, tapi nanti takut si Dedek kebiasaan. Bapak sama Ibu memang memanjakan si Dedek, tapi Bapak sama Ibu juga didik agar si Dedek mandiri. Tadi jalan saja tidak mau, nanti malah semakin menjadi-jadi kalau Bapak tidak larang" sahut Pak Jaka lagi.

Melihat sedikit perdebatan antara mereka, membuat Ibu Rina menghela napasnya sambil tersenyum. Meski terbilang sepele, namun Ibu Rina kurang suka mendengar dan melihat pembicaraan yang seperti ini, terlebih ia tau bagaimana sifat suaminya.

"Wis Pak, ora apa-apa. Hayuh adus dulu, sawise kuwe anyar mangan sama-sama" ucap Ibu Rina menyuruh mereka berempat mandi dan baru makan bersama-sama, sekaligus menengahi obrolan Pak Jaka dan juga Bayu.

Sudah diberi perintah oleh Ibu Rina, mereka semua hanya bisa menurut. Pak Jaka pun sama, ia paham dengan maksud perkataan istrinya itu.

"Iya Bu, kita mandi dulu" sahut mereka.

Setelah mandi, barulah mereka lanjut dengan makan bersama-sama di ruang tamu.

* * *