Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 47 - Rencana liburan

Chapter 47 - Rencana liburan

"Wah, akhirnya ujian selesai juga ya!" teriak Reno sambil meregangkan otot-ototnya.

"Iya, syukur banget udah kelar. Mantap nih libur panjang" sahut Ridwan yang sedang duduk di sebelah Reno.

Sekarang Reno dan keempat teman baiknya sedang berada di teras rumah Bayu, bermain sambil ngobrol santai setelah ujian kenaikan kelas baru saja selesai mereka laksanakan. Mereka ingin merefresh otak mereka yang sudah berasap karena banyak berpikir tentang ujian.

Ini memang sudah lewat beberapa bulan semenjak teman-teman Reno ingin berkunjung ke rumah. Dikarenakan Arsyad belum memperbolehkan mereka datang dengan alasan akan ada ujian-ujian, jadinya mereka tidak bisa datang. Barulah setelah ujian selesai, mereka diizinkan untuk datang. Seperti sekarang ini.

Dalam beberapa bulan ini juga sudah banyak perubahan pada remaja tampan nan imut itu. Mulai dari kepribadiannya yang semakin membaik lagi, wajah tampan yang semakin matang dan jantan, serta tubuh mungilnya terbilang berubah lumayan drastis. Yep, beberapa bulan belakangan ini Reno rutin pergi ke gym karena diwajibkan oleh Arsyad, Bayu, dan juga Danu.

Berat badannya yang dulu sekitar 50 kg, kini sudah naik sekitar 54-55 kg karena tubuhnya semakin berisi. Bukan berisi lemak, melainkan lebih dominan protein yang sudah mengisi tubuhnya. Tingginya pun bertambah dari sekitar 170 cm menjadi 172 cm. Otot lengannya sudah terbentuk, dadanya sudah membidang, dan perutnya sudah membentuk garis six pack meski tidak terlalu kentara.

Kalau dibandingkan dengan tubuh Arsyad atau Danu, tentu Reno masih kalah jauh. Dikarenakan tubuh Reno agak sulit untuk proses penggemukan, jadi membutuhkan waktu lebih lama lagi agar remaja itu bisa mendapat tubuh indah dengan roti sobek di perutnya.

Melihat orang pergi gym memang menjadi kesukaan Reno, dulu pun ia penasaran bagaimana rasanya berolahraga di gym. Tapi sepertinya ia menyesal, karena rutin gym dan menggunakan peralatan gym bukanlah perkara mudah. Bahkan di hari pertama gym, semua otot Reno seperti berteriak karena kontraksi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Membuatnya harus izin sekolah karena sulit menggerakkan kaki dan juga tangannya.

Tapi remaja itu malah semakin semangat setelah kejadian tersebut, ia memang ingin memiliki dada bidang dan perut kotak-kotak yang sudah diidam-idamkannya. Semua ia lakukan, termasuk menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.

Kalau dibilang terobsesi, mungkin iya, mungkin juga tidak. Reno hanya ingin memiliki tubuh indah layaknya Arsyad atau Bayu atau Danu, dan rasanya tidak ada yang salah dengan itu.

"Ren..." panggil Ridwan sambil memutar kedua bola matanya. "Bengong mulu lu, dipanggil noh!" kesalnya.

Suara keras Ridwan membuat Reno tersentak, sehingga ia sadar dari lamunannya.

"Kenapa Wan?" tanya Reno yang masih kebingungan.

"Dipanggil noh sama si Om" sahut Ridwan, tangannya menunjuk ke orang yang dimaksud.

Sontak Reno menoleh ke tempat jari tangan Ridwan menunjuk. Di sana sudah ada Arsyad yang berdiri di ambang pintu.

"Kenapa Bang?" tanya Reno.

"Sini sebentar, Abang mau ngomong" sahut Arsyad dengan suara maskulinnya.

Yang dipanggil siapa, yang menengok siapa. Begitulah reaksi Icha dan Jeki ketika ia melihat sosok 'cogandepansekul' yang akhirnya menampakkan batang hidungnya. Kedua remaja perempuan itu tidak berkedip melihat Arsyad, terlebih karena Arsyad hanya memakai kaos tanpa lengan dan memperlihatkan pahatan otot indahnya.

"Ga-ganteng banget..." gumam mereka berdua.

Pandangan matanya tetap terfokus kepada Arsyad, tidak berkedip selama beberapa saat. Ini adalah pertama kalinya bagi mereka bisa melihat tubuh Arsyad yang tercetak jelas di balik kaosnya.

Sementara itu Yoga memutar kedua bola matanya malas, ia sudah tau kelakuan kedua temannya itu. Kalau ada yang bening, mereka pasti akan menghampiri dan menggodanya. Padahal wajah mereka berdua biasa saja kalau menurut Yoga malah cenderung jelek, jadinya ia berpikir kalau mereka tidak akan pernah mendapatkan cowok-cowok bening yang mereka lihat.

Karena sedang tidak ada obrolan, Yoga membuka kunci layar hpnya dan melihat apakah ada pesan yang masuk. Bibirnya pun tersenyum simpul, ketika ia melihat sebuah pesan dari kontak yang bernama 'KakP', dengan segera ia membalas pesan dari orang itu.

Menghela napas berat dan raut wajah yang sulit diartikan, Arsyad masih menatap lekat ke Reno. Ia heran, kenapa Reno sering sekali melamun. Jadinya ia berjalan menghampiri adik kesayanganya itu, lalu memegang pergelangan tangannya.

"Ayo Dek, Abang mau ngomong sebentar sama kamu." Kemudian Arsyad menarik Reno menuju ke kamarnya.

Di dalam kamar, Reno masih terdiam sambil menatap lekat wajah Arsyad. Apa barusan Arsyad memanggilnya dengan sebutan 'dek'? Atau ia hanya salah dengar? Rasanya tidak, karena Reno mendengar Arsyad memanggilnya 'dek'.

"Abang manggil aku apa tadi?" tanya Reno penasaran, ia ingin memastikan apakah yang didengarnya tadi itu benar atau tidak.

"Adek..." Arsyad tersenyum lebar. "Apa nggak boleh kalo Abang manggil kamu adek?"

Mendengar pengkuan Arsyad, tentu membuat Reno seperti ingin jingkrak-jingkrak. Siapa yang tidak mau dipanggil 'adek' kalau abangnya saja seperti Arsyad? Bohong kalau Reno tidak senang dipanggil seperti itu oleh pria paling tampan yang pernah ditemuinya.

"Ya bo-boleh sih." Reno memalingkan wajahnya sejenak karena tersipu, saat Arsyad tersenyum penuh arti kepadanya. "Tapi kenapa ti... eh-"

Belum sempat Reno menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Arsyad menggendong tubuh mungil Reno dan melemparnya ke kasur. Setelahnya, pria tampan itu langsung melepas kaos tanpa lengan yang dipakainya.

"A-abang ng-ngapain?!" gugup Reno. Meski sudah sangat dekat dan bahkan pernah berhubungan badan juga, namun tetap saja ia masih gugup ketika diperlihatkan tubuh indah milik Arsyad.

Sementara itu, Arsyad yang sudah berada di atas tubuh Reno hanya tersenyum menyeringai, seperti ingin menerkam remaja di bawahnya itu. Reno hanya diam sambil menatap lekat wajah Arsyad sambil menelan ludahnya beberapa kali.

"Dek..." panggil Arsyad lembut. Lalu mulutnya berpindah ke arah telinga Reno, sambil lidahnya ia julurkan hingga menyentuh telinga Reno dan menggigit kecil daun telinganya. "Abang mau minta jatah" ucap Arsyad menggoda.

Bulu kuduk Reno tiba-tiba saja merinding, ia semakin sulit menelan ludahnya setelah Arsyad berkata seperti itu. Antara percaya dan tidak percaya, namun Arsyad benar-benar mengatakan hal yang tidak pernah terlintas di pikirannya.

Sekilas ingatan Reno memutar kejadian yang tidak akan pernah ia lupakan, kejadian saat ia berhubungan badan dengan pria yang kini dicintainya. Memang ada keinginan untuk mengulang kejadian itu lagi, namun rasa sakit yang Reno rasakan saat itu membuatnya berpikir-pikir meski alat kejantanannya sudah mengeras saat memikirkan kejadian itu.

"Ma-maksud Abang? Ki-kita hu-hubungan badan lagi?"

"Emangnya apa lagi?"

Perlahan wajah Arsyad mendekat ke wajah Reno, hingga kening mereka saling bersentuhan. Deru napas Arsyad yang memburu bisa dirasakan jelas oleh Reno, membuat jantungnya semakin berdebar.

Cup...

Sebuah ciuman akhirnya tak terelakkan, ketika Arsyad menempelkan bibirnya di bibir Reno. Yang mencium merasa puas, sementara yang dicium hanya pasrah. Reno tidak tau harus bagaimana, karena kalau ditolak pun rasanya mubazir.

Ketika lidah mereka mulai bermain untuk beberapa saat, dengan sengaja Arsyad menarik bibirnya dari bibir Reno. Lalu ia menatap lekat sambil mengusap lembut wajah Reno yang nampak kebingungan.

"Mau lanjut atau gimana?" Kembali Arsyad menggoda Reno.

Tidak, Reno tidak bisa melihat senyum Arsyad yang sangat indah. Sehingga ia langsung duduk dan memalingkan wajahnya ke samping karena tersipu.

"Ng-nggak mau lanjut, a-aku takut ketauan lagi. Nanti kalian malah berantem lagi, aku nggak mau liat kalian berantem" sahut Reno sesuai apa yang dipikirkannya.

"Dek, kamu beneran cinta ke mereka?" tanya Arsyad memastikan.

Reno menoleh sejenak, lalu mengangguk pelan penuh keraguan.

"Kalau sama Sigit, apa kamu masih cinta juga Dek?" tanya Arsyad lagi.

Sejenak Reno berpikir, takut apa yang dikatakannya salah dan malah membuat Arsyad malah lagi.

"Abang mau aku jujur atau bohong?"

"Ya jujur lah Dek, masa bohong?"

"Hehe..." Reno terkekeh. "Kalo ditanya masih cinta apa nggak, jujur aja aku nggak tau. Menurut aku sih masih, tapi nggak secinta dulu. Belakangan ini Pak Sigit lagi nyuruh aku masukin nilai, dan jujur aja aku seneng dan masih nyaman berduaan sama dia. Tapi Abang tenang aja, aku nggak ngapa-ngapain sama Pak Sigit. Ngapa-ngapainnya paling cuma pelukan atau sender-senderan aja, nggak lebih dari itu."

"Kalau disuruh pilih antara Abang sama Sigit, kamu pilih mana?"

"Em, ng-nggak tau."

"Kok nggak tau?"

"Em, gimana ya Bang..." Reno diam sejenak, ia bingung bagaimana menjelaskannya. "Abang tau kalo aku masih pacaran sama Pak Sigit, meski hubungan kita ngambang dan statusnya nggak jelas gimana. Pas kita hubungan badan, Abang maunya kita pacaran, tapi aku belum bisa nerima karena alasan itu. Bukannya aku kedepanin Pak Sigit atau gimana, aku cuma menghargai Pak Sigit. Karena gimanapun juga, sebelum ada Abang dan Pak Danu lagi sibuk kerja pas aku ngekost, ya aku deketnya sama Pak Sigit. Aku harap Abang nggak salah paham."

Kini Arsyad menghela napasnya, ada perasaan kecewa muncul di hatinya. Di saat yang sama ia juga bangga dan takjub, karena Reno masih memikirkan kedekatan dengan dirinya. Bisa saja Reno hubungan badan terus-menerus dengan gurunya itu tanpa memikirkan soal kehamilan. Tapi Reno malah memikirkan perasaan Arsyad juga, remaja itu malah kelihatan lebih takut kehilangan Arsyad daripada guru olahraganya.

"Kalo antara Abang atau Bayu atau Danu, kamu bakal pilih siapa?" tanya Arsyad lagi.

Reno menarik kepalanya dan menatap lekat Arsyad dengan raut wajah yang kebingungan. Ia seakan berkata, 'pertanyaan macam apa itu?'.

"Nggak tau ah Bang, pertanyaan Abang nggak masuk akal" sahut Reno tidak suka. Wajahnya tiba-tiba saja murung setelah Arsyad memberikan pertanyaan itu.

"Lho kok nggak tau? Kan tinggal pilih aja?" bingung Arsyad.

"Abang..." ucap Reno dengan suara pelan. "Abang tau kalo aku suka sama Abang dan mereka berdua. Kalian bertiga baik, kalian bertiga pengertian, kalian bertiga sama deketnya ke aku. Jangan pernah kasih aku pertanyaan begitu Bang, karena sampai kapanpun aku nggak bisa milih di antara kalian bertiga."

Raut wajah Reno yang cemberut, membuat Arsyad merasa tidak enak. Benarkah Reno tidak bisa memilih di antara mereka bertiga? Lalu bagaimana dengan ide Bayu kemarin?

Arsyad menggelengkan kepalanya, membuang jauh-jauh pikiran itu. Ia mengusap lembut pipi Reno, bermaksud agar remaja itu tidak cemberut.

"Maaf ya Dek, Abang cuma penasaran aja" jelas Arsyad. "Yaudah, sekarang Abang mau ngomong yang harus Abang omongin sama kamu."

"Ngomong apa Bang?"

"Hari ini kamu kan udah selesai ujian, minggu depan paling udah ambil rapor dan libur panjang. Rencananya kita nanti mau ngajak kamu jalan-jalan pas liburan, kamu mau?"

"Jalan-jalan ke mana Bang?"

"Ke Bali? Mau nggak?"

"Bali? Abang bercanda?"

"Emang Abang keliatan lagi bercanda Dek?"

Tidak ada ekspresi yang menunjukkan kalau Arsyad sedang bercanda, yang ada wajahnya nampak serius meski pria itu sedang tersenyum.

Bali, sebuah tempat wisata yang sangat-sangat diminati oleh banyak orang, baik wisatawan lokal ataupun luar. Mendengar namanya saja, sepertinya hampir seluruh orang di dunia tau akan keindahan Pulau Dewata itu.

Begitu juga Reno, mendengar nama Bali pun sudah membuat pikirannya melayang. Pantai yang luas, pemandangan yang indah, bule-bule yang ada di sana ini, memang tempat yang sangat-sangat sempurna untuk liburan.

Tanpa pikir panjang, Reno menganggukkan kepalanya, tidak ada alasan bagi dirinya untuk menolak itu.

"Mau Bang! Mau banget!!!" girangnya. "Ajak Bapak sama Ibu juga ya Bang?!"

"Iya dong, pasti" jawab Arsyad. "Semoga nilai di rapor kamu bagus ya Dek, Abang berharap banyak sama kamu."

Reno menjawab dengan mengangguk pelan.

* * *