Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 46 - Berkompetisi

Chapter 46 - Berkompetisi

"Cha, Reno ke mana dah? Hari Jumat nggak masuk, sampe sekarang juga nggak ada kabar."

Yoga menghembuskan napasnya, lalu tidur terlentang di karpet dengan kedua tangannya yang digunakan sebagai bantalan. Ia merasa sepi, karena tidak bertemu dengan sahabat baiknya selama beberapa hari.

"Kenapa? Kangen lu?" tanya Icha. Terlihat remaja berjenis kelamin perempuan itu sedang fokus menghapus kuteks di kuku jarinya, tidak melihat kepada yang bertanya.

"Kangen lah, orang dia sohib gue."

"Katanya sih lagi pulang kampung bentar, paling hari ini dia udah sampe di rumah terus besok udah sekolah lagi."

"Oh, bagus deh kalo gitu."

Sekarang Yoga, Icha, Jeki, dan Ridwan sedang berada di rooftop rumah Icha. Layaknya anak remaja yang suka kumpul-kumpul, mereka pun sama seperti itu. Mereka kumpul karena ingin bermain dan juga ngobrol, sambil makan bakar-bakaran yang mereka buat sendiri.

Ridwan yang baru selesai membakar bakso tusuk, meniup dengan kuat dan memakannya setelah tidak terlalu panas. "Hooh, ngapa sepi banget ya kalo nggak ada tuh anak? Kayak ada yang kurang gitu" imbuh Ridwan yang masih mengunyah.

"Karena kita udah biasa kumpul berlima kali, jadi kalo kurang satu ya berasa" sahut Jeki ke Ridwan.

Di antara mereka berempat, terlihat Ridwan dan Jeki sibuk membakar sate-satean yang mereka buat sendiri. Kalau Yoga sedang tiduran dan Icha fokus menghapus kuteksnya karena besok sudah harus sekolah.

Tidak ada Reno memang suatu hal yang cukup menyedihkan bagi mereka, suasana tidak seseru kalau remaja tampan nan imut itu ikut kumpul dan nimbrung bersama mereka berempat. Nggak ada lu nggak seru, mungkin itu adalah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan perkumpulan mereka.

"Kalo besok kita ke rumah Reno gimana? Rumah yang sekarang dia tinggal, yang bareng om-om di postingan sosmednya" usul Jeki tiba-tiba. "Mau liat si cogandepansekul, hehe" lanjutnya sambil cengengesan.

Yoga dan Icha sontak saja menoleh ke arah Jeki, kepala mereka mengangguk-angguk pelan karena merasa ide Jeki ada bagusnya juga. Tumben sekali Jeki seperti ini, pikir mereka.

"Boleh tuh ide lu, penasaran juga gue sama dua om-om yang lain" sahut Yoga cukup bersemangat. Ia memang penasaran, terlebih setelah tinggal dengan mereka membuat Reno menjadi jarang berkumpul dengan mereka setelah pulang sekolah.

Baru mendengar usulan Jeki tadi, sudah membuat pikiran Icha melayang ke mana-mana. Ia sangat terkagum-kagum dengan wajah tampan Arsyad, jarang sekali ada pria setampan Arsyad kalau menurut Icha. Ia juga penasaran dengan satu pria lagi, karena Icha sudah pernah bertemu Danu secara langsung.

Matanya terpejam, membayangkan tiga wajah pria tampan yang pernah diposting oleh Reno. "Enak banget lu Ren bisa tinggal bareng mereka, menang banyak banget anjir lu" batin Icha. Andai saja yang tinggal dengan mereka adalah Icha, pasti remaja perempuan itu girang bukan main dan tidak pernah keluar dari rumah sama sekali demi bisa memandangi wajah tampan mereka.

"Woi! Malah bengong." Ridwan mendorong kepala Icha pelan, membuat ia tersadar dari lamunannya. "Gimana? Mau ngikut nggak lu besok? Biar Jeki nebeng bareng sama lu" tanya Ridwan.

"Mau lah, gila kali kalo gue nolak" jawab Icha cepat. "Moga besok bisa foto bareng tiga om-om ganteng plus adeknya yang ganteng juga, amin."

~ ~ ~

Hari Minggu sekitar pukul 3 sore, mereka memutuskan untuk pulang kembali dari kampung ke Jakarta. Selain karena besoknya hari Senin yang mana mereka harus kerja dan Reno juga harus sekolah, Pak Jaka dan Ibu Rina juga tidak mengizinkan mereka untuk menginap lagi dengan alasan yang sama. Bagi mereka bisa kerja dan bisa sekolah adalah rezeki, jadi Pak Jaka dan Ibu Rina tidak memperbolehkan mereka untuk leha-leha dan bolos-bolos di saat banyak orang yang ingin kerja dan sekolah.

Sudah mendapat titah, mereka berempat tidak bisa protes ataupun melawan. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menurut, karena bagi mereka semua Pak Jaka dan Ibu Rina adalah orang tua mereka.

Pak Jaka dan Ibu Rina tidak bisa ikut pergi ke Jakarta walau sebenarnya mereka sangat ingin. Alasannya karena Pak Jaka dan teman-temannya sudah harus bekerja pada hari Senin karena sudah mendapat panggilan dari yang ingin membangun rumah. Ibu Rina tidak bisa ikut karena ia harus menjaga dan memperhatikan suaminya ketika bekerja, entah untuk membawa makanan atau menjaganya ketika kondisi Pak Jaka sedang tidak bagus.

Rasa kecewa dan sedih tentu ada, dan rasa itu seperti menghantui remaja yang sedang murung karena kedua orang tuanya tidak bisa ikut. Walau mengerti keadaannya, namun Reno berharap ayah dan ibunya bisa ikut dengan mereka saat ini.

"Udah dong Ren, jangan sedih gitu. Bapak sama Ibu emang lagi nggak bisa ikut aja, soalnya pas banget sama Bapak yang harus nguli" ujar Bayu ketika melihat Reno yang sedikit murung.

"Aku tau Mas, tapi ya gimana. Padahal aku pengen banget ngajak Bapak sama Ibu ke rumah Mas Bayu, aku berharap banget mereka bisa ikut." Reno memanyunkan bibirnya, masih kecewa karena ayah dan ibunya tidak bisa ikut.

"Masih ada lain waktu Ren, nggak masalah. Kalau Bapak sama Ibu nggak bisa ke Jakarta, ya tinggal kita yang ke Bandung dan ngunjungin mereka lagi kan?" usul Danu agar Reno tidak murung.

Ucapan Danu ada benarnya juga, pikir Reno. Seketika saja remaja itu melebarkan kedua bola matanya, berharap ucapan Danu bukan untuk menghiburnya semata. "Bener ya Pak?!" ucap Reno penuh harap.

"Bisa diatur itu Ren. Yang penting kan pas hari libur, atau weekend juga nggak apa-apa. Kalau hari kerja atau sekolah, bisa-bisa dinasehatin terus sama Bapak, haha" imbuh Arsyad juga. "Kalau kangen sama mereka atau kamu lagi pengen pulang ke kampung ya bilang aja, nanti kita langsung berangkat bareng-bareng ke sana. Oke?"

"Asiiikkk!!!" girang Reno. "Makasih ya Bang Arsyad, Mas Bayu, Pak Danu! Makasih banyak!"

Melihat Reno yang tersenyum dan senang, membuat mereka bertiga ikut merasakan yang sama. Bibir mereka tersenyum tipis, berharap mereka bisa membahagiakan dan menjaga Reno sebaik Pak Jaka dan juga Ibu Rina.

Perjalanan dari Bandung memakan waktu yang cukup lama dari perkiraan, karena jalanan cukup macet meski tidak terlalu parah. Tapi tetap saja, itu semua membuat mereka berempat sampai lebih lama di rumah.

Sesampainya di rumah, Bayu langsung merobohkan tubuhnya ke sofa ruang TV. Pria gagah itu kelelahan karena menyetir, badannya terasa pegal-pegal setelah menempuh perjalanan yang hampir memakan waktu selama lima jam itu.

Mata Reno menatap teduh ke Bayu yang sudah tiduran di sofa sambil memijat keningnya sendiri, ia yakin sekali kalau masnya itu sedang kelelahan. "Mas capek ya? Aku bikinin teh anget ya, abis itu aku pijitin" ucap Reno.

Belum sempat Bayu menjawab, Reno sudah pergi dan menuruni tangga. Alisnya naik sebelah, sambil bibirnya tersenyum menceng melihat kelakuan Reno yang menurutnya lucu. "Main pergi aja tuh anak" gumam Bayu dengan senyum.

Semenjak Bayu berkata kalau ia tidak pernah mempermasalahkan soal Reno yang menyimpang, sepertinya berhasil membuat Reno kembali seperti sedia kala. Reno yang selalu gembira, Reno yang selalu murah senyum, Reno yang selalu bersemangat.

Dari kejadian Bayu yang mencium Reno, sepertinya membuat suatu perasaan di hati Bayu timbul. Sayangkah? Atau malah cinta? Bayu sendiri tidak tau. Yang jelas ia benar-benar sayang kepada remaja itu, sampai-sampai ia berani menciumnya di depan Arsyad dan juga Danu.

Gila memang, Bayu sendiri juga tidak pernah berpikir untuk mencium seorang laki-laki, terlebih laki-laki itu adalah Reno. Ia hanya mengikuti kata hatinya, yang mengatakan kalau ia memang sayang kepada Reno. Walau terkadang Bayu belum bisa menjelaskan secara rinci, apakah rasa sayang itu hanya sekedar sayang seperti kakak adik atau malah sayang seperti seorang kekasih.

Sementara remaja yang sudah membuat Bayu bingung akan perasaannya, sedang berada di dapur dan membuat tiga cangkir teh hangat. Reno sedikit kebingungan karena tidak tau di mana-mana saja tempat cangkir serta tehnya berada, butuh beberapa menit hingga ia menemukan itu semua. Setelah selesai menempatkan tiga cangkir teh itu di atas nampan, Reno berjalan dengan hati-hati menuju ke lantai atas lagi.

"Nih Mas teh..."

Baru saja Reno sampai, tiba-tiba saja ia terdiam ketika melihat Bayu. Postur tubuh yang mirip, kejantanan yang mirip, otot-otot besar dan keras yang mirip, adalah alasan Reno diam. Semua yang ada di tubuh Bayu membuat Reno mengingat kembali cinta pertamanya, Sigit. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, yang jelas Reno sempat melihat sekilas kalau Bayu adalah Sigit.

Apakah Reno rindu? Rasanya tidak. Ia yakin sekali kalau kehadiran mereka bertiga bisa membuat Reno melupakan Sigit, atau lebih tepatnya melupakan kenangannya bersama Sigit.

"Lho, kenapa bengong Ren?" tanya Bayu yang sekarang sudah bangkit dari tidurnya dan duduk di sofa.

Namun anehnya Reno masih terdiam, ia malah bengong sambil menatap kosong ke arah Bayu. Hal itu tentu membuat Arsyad dan Danu ikut kebingungan.

Perlahan Arsyad mendekat ke Reno, menepuk pelan pipinya agar ia sadar. "Ren? Kok bengong?" tanya Arsyad dengan lembut.

"Eh..." ucap Reno yang sudah sadar dari lamunannya. "Maaf Mas, hehe."

"Kenapa bengong Ren?" Kali ini Danu yang bertanya.

Reno berpikir sejenak, tidak mungkin kan ia bilang kalau ia sedang kepikiran Sigit? Mereka tidak kenal Sigit, selain itu bisa-bisa Reno diamuk oleh Arsyad kalau ia bilang seperti itu.

"A-anu Pak, po-posisi Mas Bayu tadi bikin aku keinget sama Bapak. Soalnya Bapak suka tiduran di kursi juga kalo udah kecapean" jawab Reno berbohong. Sebelum ada tanggapan dari mereka, Reno berjalan cepat dan meletakkan nampan itu di atas meja. "Ini Mas tehnya. Bang Arsyad sama Pak Danu ayo minum juga, aku udah bikinin" ucapnya lagi.

Sempat saling tatap sejenak di antara mereka bertiga, namun mereka tidak terlalu ambil pusing dan meminum teh yang sudah dibuatkan oleh Reno. Tidak mendengar pertanyaan lainnya dari mereka bertiga tentu membuat Reno lega, ia tidak perlu pusing-pusing membuat alasan lagi.

"Mas..." panggil Reno lagi. "Kalau Mas masih pegel-pegel, sini aku pijitin aja. Siapa tau lebih enak dikit" tawar Reno ke Bayu.

"Memang kamu bisa mijit Ren?" tanya Bayu balik.

"Ya nggak terlalu bisa sih, hehe" jawab Reno sambil menggaruk kepalanya. "Tapi aku sering mijitin Bapak sama Ibu sih Mas, dan kata mereka pijitan aku lumayan enak."

Merasa diperhatikan oleh remaja itu, tentu membuat bibir Bayu tersenyum menceng. Ia rasa tidak ada salahnya juga menerima tawaran dari Reno. "Yaudah, tapi nanti ya? Sekarang mending kita mandi dulu, bersih-bersih badan dulu abis perjalanan jauh. Jadi nanti bisa sekalian langsung tidur."

"Iya Mas, aku nurut aja."

Reno dan Bayu saling lempar senyum, sementara Arsyad sedikit memanyunkan bibirnya melihat pemandangan di depannya itu. Entahlah, Arsyad sedikit cemburu karena Reno jadi perhatian dengan Bayu.

~ ~ ~

Pukul 8 malam, mereka sudah menggelar kasur di ruang TV untuk tidur bersama lagi di sana. Mereka berempat sedang menonton TV sambil ngobrol-ngobrol santai beberapa saat sebelum tidur.

Sesuai janjinya tadi, Reno ingin memijat Bayu untuk menghilangkan pegal-pegalnya. Kini ia sudah duduk di belakang Bayu, terdiam melihat punggung Bayu yang lebar dan terbentuk.

"Kenapa Ren? Nggak jadi mau pijit?" tanya Bayu, lantaran Reno tidak mulai-mulai memijat dirinya.

"Eh, ng-nggak gitu kok Mas, hehe." Reno mengambil minyak kayu putih, mengoleskan sedikit ke bagian punggung yang ingin ia pijat. Sedikit kesusahan memang, karena punggung Bayu sangat lebar jika dibandingkan dengan tangan Reno yang kecil.

"Mas?" panggil Reno.

"Hm..." Bayu menanggapi dengan gumaman, karena sedang menikmati pijatan Reno yang terasa lumayan enak.

"Mas punya pacar nggak sih?"

Setelah menanyakan itu, Reno sedikit dag-dig-dug. Terlebih ketika ia menengok ke Arsyad, dan benar saja dugaannya kalau Arsyad sedang menatap tajam ke arahnya. Tapi rasa penasaran Reno sangat tinggi, membuat ia menyampingkan soal Arsyad yang mungkin saja cemburu karena itu.

"Pacar ya? Haha, Mas nggak punya pacar Ren."

"Masa sih? Padahal Mas Bayu ganteng, badannya bagus pake banget, tajir melintir, ya pokoknya sempurna gitu. Masa nggak ada yang mau sama Mas?" Reno mengerutkan dahinya, ia tidak percaya kalau Bayu belum punya pacar.

"Kalo yang suka ya banyak Ren, tapi Mas nggak terlalu tanggapi. Dulu Mas sibuk belajar, jadinya nggak pacar-pacaran." Kini Bayu berbalik, menatap penuh tanya ke Reno. "Kenapa nanya begitu? Emangnya kamu mau jadi pacar Mas yang pertama?" goda Bayu.

Pipi Reno langsung memerah, remaja itu memalingkan wajahnya karena tersipu. "Siapa yang nolak kalo yang minta Mas Bayu" ucapnya malu-malu.

"Ren...!"

Dari tadi Arsyad menahan-nahan rasa cemburunya, ia kebakaran jenggot ketika melihat kedekatan Reno dan Bayu. Bukannya tidak boleh atau gimana, Arsyad memang cemburu karena ia sudah memiliki perasaan yang sama dengan Reno setelah berhubungan badan dengan remaja imut itu.

Dengan sigap Arsyad menarik Reno, memeluknya dari belakang dan tidak melepaskannya. "Kamu tuh punya Abang, nggak ada ya kamu pacar-pacaran sama Bayu atau Danu" ucap Arsyad dengan nada kesal.

Reno melirik, memasang raut wajah yang meledek. "Udah gede kok cemburuan" goda Reno kepada Arsyad.

Beberapa saat setelah menanyakan soal mereka yang sudah pernah pacaran atau belum, akhirnya Reno merasa lega dan puas karena rasa penasarannya sudah hilang. Jawaban mereka bertiga sama, yakni mereka belum pernah pacaran sama sekali.

Aneh, hanya itu yang ada di pikiran Reno. Masa iya cowok-cowok ganteng dan gagah serta tajir seperti mereka belum pernah pacaran? Padahal ia yakin sekali kalau di luar sana banyak perempuan-perempuan yang suka dengan mereka.

Tapi Reno tidak memusingkan itu, ia malah senang karena sudah berandai-andai untuk menjadi pacar pertama mereka. Andai saja semudah itu, pikir Reno.

Hingga waktu menunjukkan pukul 10 malam, mereka pun sudah berada di posisi masing-masing. Reno yang tidur dipeluk oleh Arsyad dan Danu, sementara Bayu yang tidur di belakang Danu. Kali ini mereka tidur agak dempet-dempetan karena tidur satu kasur berempat.

Bibir Reno tersenyum menceng, memikirkan adegan tarik-menarik sebelum mereka mendapat posisi sekarang ini. Pada saat Reno memijat pun, mereka bertiga saling berebut dan ingin dipijat Reno dengan alasan kelelahan.

Apakah ini sebuah tanda lampu hijau dari mereka bertiga, terlebih Bayu dan Danu yang sudah bisa menerima Reno? Entahlah, Reno tidak terlalu mau berharap karena ia takut kecewa. Yang jelas, ia benar-benar senang karena mereka bertiga bisa menerima dirinya yang sebenarnya.

~ ~ ~

"Syad, Dan, kalian belum tidur kan?" ucap Bayu pelan.

"Belum" jawab Arsyad dan Danu bersamaan.

Waktu menunjukkan pukul 11 malam lewat beberapa menit, mereka memang sengaja belum tidur karena Bayu berkata demikian dan Bayu ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Ingin Bayu, mereka berbicara di cafe atau tempat sejenisnya, namun ia urungkan niatnya karena mereka tidak mungkin meninggalkan Reno seorang diri.

"Mau ngomong apa Bay? Kok kayaknya serius banget?" tanya Danu yang memunggungi Bayu. Suara yang mereka keluarkan seperti berbisik-bisik, karena takut Reno terbangun dari tidurnya.

"Iya, jarang-jarang kamu minta ngobrol serius begini" timpal Arsyad.

"Gini..." Bayu menarik napasnya, lalu menghembuskan kembali sebelum berbicara. "Kita bertiga udah tau soal Reno yang suka dengan laki-laki, atau lebih tepatnya suka ke kita. Dari pas kamu cerita, kita juga udah punya perasaan yang sama kan ke Reno, meski kita belum tau ini cinta atau bukan. Maka dari itu, saya mau ngajak kalian berkompetisi" lanjutnya.

Kening Arsyad dan Danu berkerut, bingung dengan ucapan Bayu. "Berkompetisi?" heran mereka berdua.

"Kompetisi buat dapetin hatinya Reno" jelas Bayu, yang sontak membuat Arsyad dan Danu menengok ke arahnya.

"Nggak bisa dibilang kompetisi juga sih, saya nggak tau nyebutnya gimana. Agak gila memang, tapi mau gimana, kita udah terlanjur sayang sama anak ini kan? Kita juga suka cemburu kalo liat Reno lama-lama atau dipeluk masing-masing dari kita. Jadi gimana? Mau apa nggak?" tanya Bayu lagi.

Arsyad dan Danu terdiam. Yang dikatakan Bayu memang benar soal mereka yang sudah terlanjur sayang kepada Reno, namun mereka bingung harus mengiyakan atau menolaknya.

"Beberapa bulan lagi Reno akan naik-naikan kelas, pas dia libur kita ajak dia ke Bali atau ke mana kek terserah. Yang jelas di sana kita coba nyatakan cinta, nembak, atau sejenisnya? Ya gitu lah. Pokoknya yang diterima jadi pacar sama Reno, dia yang menang. Gimana?"

Tidak mendengar jawaban dari kedua sahabatnya, membuat Bayu mendengus kesal.

"Kalo nggak mau ya nggak apa-apa, tapi jangan nyesel misal Reno nerima saya jadi pacarnya ya" ancamnya secara halus.

Mendengar itu, membuat Arsyad dan Danu saling tatap dan memicingkan matanya. Entah mengapa ucapan Bayu membuat mereka khawatir.

"Oke, oke, kita mau" sahut mereka bersamaan.

Bayu tersenyum menceng, dan memberikan jempol ke mereka berdua.

"Yaudah, kita liat siapa yang bakal jadi pacar Reno nantinya."

* * *