Suasana di ruang TV benar-benar hening, karena semua orang di sana sudah tertidur. Hanya suara mesin AC dan dengkuran halus dari mereka berempat yang mengisi di ruangan TV di sana.
Mata Reno terbuka, ketika ia merasakan sebuah tangan mengelus lembut bagian belakang kepalanya. Sepertinya itu adalah tangan Bayu, karena Reno masih bisa merasakan tangan Danu yang melingkar di lehernya dan juga perutnya.
"Bangun yuk Ren. Udah pagi, siap-siap dulu sambil nunggu sarapan nanti."
Suara Bayu membuat Reno tersenyum, sudah sekian lama Reno tidak mendengar sapaan di pagi hari setelah tidak tinggal lagi dengan Sigit. Ia kembali memejamkan matanya dan membenamkan kembali wajahnya di dada bidang Bayu, sesekali ia mendusel-dusel wajahnya dan menghirup lekat aroma tubuh Bayu yang sangat maskulin.
"Malah tidur lagi..." ucap Bayu dengan senyum kecilnya.
"Emang jam berapa Mas? Hoaaam..." tanya Reno yang masih mengantuk. Suaranya sedikit teredam karena wajahnya menempel dengan dada Bayu.
"Setengah lima..." jawab Bayu yang masih mengelus kepala Reno.
Reno menarik napasnya lalu menghembuskannya kembali. Mendengar kalau waktu masih menunjukkan pukul 4.30 pagi, membuat kepala Reno terasa pusing.
Semalam memang malam terbaik dalam hidupnya. Belum pernah ia merasa segembira ini, bahkan kegembiraannya melebihi ketika tidur bersama Sigit. Namun malam terbaik itu malah menyiksa dirinya sendiri, karena Reno tidak bisa tidur sama sekali.
Dipeluk oleh Bayu dan Danu secara bersamaan benar-benar membuat jantungnya berdebar tak karuan, tubuhnya pun lemas karena ia masih belum bisa percaya. Meski tubuhnya lemas, alat kelaminnya terus tegang dan tidak bisa diajak bekerja sama. Jadi semalaman, Reno terus menahan nafsunya agar tidak lepas kendali yang bisa saja berujung bencana.
Dirinya memang baru kenal satu hari dengan Bayu, namun entah mengapa ia merasa senang bisa didekap oleh dokter gagah itu. Reno kenal dengan Danu memang sudah lama dan sudah pernah tidur satu ranjang juga, namun ini pertama kalinya ia dipeluk oleh bapak kostnya itu.
Semua itu memang membuat hatinya gembira, namun bayarannya adalah jam tidurnya sendiri. Reno baru bisa tidur pukul 4 pagi lewat. Hingga Bayu membangunkannya sekitar pukul 4.30 pagi, yang berarti Reno hanya tidur sekitar 30 menit saja. Itupun Reno hanya tidur-tidur ayam, ia tidak bisa tidur pulas meski sudah berusaha.
"Ren ayo bangun, nanti kamu telat sekolahnya..." ujar Bayu lagi.
"Iya-iya aku bangun Mas..." sahut Reno malas.
Dengan terpaksa, akhirnya remaja itu membuka kembali matanya. Sesekali Reno memukul-mukul pipinya agar tidak mengantuk lagi, tapi sayangnya usaha itu tidak berguna, ia tetap saja mengantuk.
Bayu sudah melepaskan pelukannya dari Reno, ia sedang membangunkan Arsyad karena ingin membuat sarapan. Sementara Reno sedang berusaha melepaskan tangan Danu yang masih melingkar di tubuhnya itu, terasa sulit karena Danu memeluknya sangat erat.
"Pak Danu udah bangun kan? Awas dulu tangannya Pak, aku mau siap-siap." Reno masih berusaha menyingkirkan tangan Danu, ia yakin sekali Danu sudah bangun. Karena dengan jelas ia bisa merasakan Danu menahan tubuhnya dan mendekapnya lebih erat.
Yang dibangunkan hanya tersenyum kecil, masih memeluk remaja itu dengan erat. Danu memang sengaja memeluk Reno, karena rasanya benar-benar nyaman. "Bolos aja ya Ren, nanti minta surat dokter sama Bayu" ucap Danu dengan mata yang masih terpejam.
"Maunya sih gitu" sahut Reno jujur. "Tapi nggak mau ah Pak, aku nggak mau bolos. Takut ketagihan, nanti malah bolos terus-terusan" lanjutnya.
"Yaudah kalau nggak mau" balas Danu. Ia melepaskan pelukannya dari Reno, lalu mengambil bantal yang dipakai oleh Reno dan Bayu untuk menjadi pengganti Reno.
Reno menaikkan sebelah alisnya, ia sedikit menarik bibirnya tersenyum kecil karena nada bicara Danu seperti sedang ngambek. Jarang sekali Reno mendengar Danu berbicara dengan nada seperti itu.
"Dan, jangan tidur lagi. Bantuin masak" ujar Arsyad yang sudah berdiri di depan mereka berdua.
"Males" ketus Danu.
"Nggak masak nggak boleh makan" imbuh Bayu.
"Bisa beli di luar" ketus Danu lagi.
Secara reflek, mereka bertiga saling tatap melihat tingkah laku Danu. Arsyad menaikkan bahunya, cuek juga dengan Danu yang cuek. Lalu Arsyad dan Bayu berjalan ke lantai bawah, sementara Reno masuk ke kamarnya untuk mandi dan bersiap-siap.
Untuk mandi, Reno hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit. Ia tidak suka berlama-lama berada di kamar mandi, karena ibunya sudah mengajarkan itu dari kecil. Katanya pamali, nggak bagus, atau sejenisnya. Namun karena perkataan itu keluar dari mulut orang tuanya, Reno menurut saja.
Selesai mengeringkan badan, Reno mengambil seragam yang sudah digantung dan disiapkan oleh Danu untuknya. Ia tersenyum kecil ketika mengingat kalau Danu melakukan hal yang sama pada hari kemarin.
Saat memakai seragam itu, tangan Reno tak sengaja mengorek saku seragamnya. Spontan saja ia mengambil benda yang ada di dalam saku itu, kemudian matanya menyipit karena ia menemukan lagi enam lembar uang seratus ribuan di dalam sakunya itu. Ia kembali memasukkan uang itu ke dalam sakunya, berpikir kalau itu adalah uang dari mereka bertiga. Setelah mengambil tasnya, Reno berjalan ke lantai bawah.
Deg...
Reno menghentikan langkahnya, matanya terbelalak ketika melihat tiga pria tanpa memakai atasan. Tubuh mereka yang berotot dan perut yang kotak-kotak terlihat sangat jelas oleh Reno, membuat napasnya susah diatur. Ini adalah pemandangan yang sangat langka, jarang-jarang ia bisa melihat yang begini secara langsung.
Danu sedang membaca koran, dan tanpa sengaja ekor matanya melihat ke remaja yang sudah berseragam sedang menuruni tangga. "Pagi Ren" sapa Danu yang menyadari keberadaan Reno.
"Pagi juga Pak" sapa Reno kembali.
Lalu manik matanya berpindah ke arah dapur, tempat di mana Arsyad dan Bayu sedang memasak untuk menyiapkan sarapan.
"Maaf ya Ren, sarapannya belum siap. Baru ada roti sama kentang panggang aja tuh yang udah jadi, kalau udah laper makan itu aja buat ngeganjel" imbuh Bayu tanpa melihat ke Reno.
Remaja itu tersenyum ketika mendapatkan kehangatan di pagi ini. Entahlah, padahal mereka orang asing dan Reno baru kenal selama dua hari, namun mereka sudah terasa seperti keluarga. Reno berjalan turun, menghampiri Arsyad dan Bayu yang sedang memasak.
"Nggak papa kok Mas, hehe. Aku juga belum laper, makan roti kayaknya juga udah kenyang kalau pagi-pagi" sahut Reno sambil mengintip masakan yang sedang disiapkan oleh mereka berdua.
"Abang sengaja masak yang banyak tuh biar kamu makannya juga banyak, bukan cuma comot-comot doang" imbuh Arsyad juga.
Reno menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ucapan Arsyad terasa menusuk dadanya karena kemarin ia hanya makan sedikit saja. "Hehe, maaf ya Bang. Nanti aku makan agak banyak deh" ucap Reno dengan senyum.
"Nah gitu dong, itu baru adik kesayangan Abang" balas Arsyad dengan senyumnya juga.
Kembali Reno melihat Arsyad dan Bayu yang memasak cukup heboh, namun semuanya rapih dan tidak berantakan. Ia cukup terpukau dengan cara Bayu memasak, terlebih Arsyad yang cara masaknya benar-benar seperti chef-chef ternama.
"Aku bantuin ya Bang, Mas?" ucap Reno tiba-tiba. Ia merasa risih melihat Arsyad dan Bayu memasak untuk dirinya, sementara ia sendiri hanya berdiri diam tanpa membantu apa-apa.
"Nggak usah Ren, kamu udah mandi sama pake seragam juga. Kamu duduk aja ya sama Danu, temenin dia aja dulu. Nanti kalau udah siap, Mas panggil kamu buat bantuin bawa ke meja makan ya" sahut Bayu lembut.
Reno menghela napasnya, merasa sedikit kecewa karena tidak diperbolehkan untuk membantu. Jadi ia mengangguk menuruti perkataan Bayu. "Iya Mas. Aku ke Pak Danu dulu ya."
Reno membuka pintu kaca besar yang menjadi sekat antara ruang makan dan juga dapur, lalu ia berjalan dan duduk berhadapan dengan Danu yang masih membaca koran.
Bibirnya tersenyum menceng, ketika melihat kebiasaan Danu yang sering membaca koran di pagi hari. Ia sudah tau itu, karena dirinya pun selalu melihat pemandangan yang sama ketika ia menginap di kost Danu.
"Udah jarang banget aku liat orang yang baca koran sekarang-sekarang ini, langka juga ya modelan orang kayak Pak Danu" ucap Reno cekikikan.
"Cuma ada satu di dunia Ren, ya jelas langka" sahut Danu sedikit bangga namun tetap cuek.
Cuek memang sangat melekat pada seorang Danu Prawira. Namun gaya cueknya malah terkesan sangat manly dan juga cool di mata remaja yang sedang memandangnya itu. Meski sebagian wajah Danu tertutup dengan koran, tetap saja Reno bisa melihat ketampanan wajah bapak kostnya itu.
Beberapa saat kemudian, mereka sarapan karena makanan sudah tersaji. Sesuai dengan perkataan tadi, Reno makan agak banyak meski nasinya hanya setengah centong. Ia menggantinya dengan kentang panggang atau orang luar menyebutnya dengan hash brown.
Sambil makan, tentu Reno terus curi-curi pandang kepada tiga pria gagah yang duduk bersamanya itu. Mereka yang bertelanjang dada merasa biasa saja dan tidak malu meski ada Reno, badan mereka pun bagus jadi tidak masalah jika mereka ingin pamer tubuh indahnya itu. Hanya saja mereka tidak menyadari, kalau ada hati yang berdebar sangat hebat karena tubuh indah itu.
Ingin makan pun rasanya seperti cobaan yang berat, jadi Reno menunduk dan fokus ke piringnya agar tidak terkecoh dengan tubuh berotot mereka semua.
"Ren, mau bawa bekel lagi ke sekolah?" tanya Arsyad memecahkan keheningan.
Pertanyaan Arsyad membuat Reno tersenyum lebar. "Mau Bang! Kemarin pas bagi ke temen-temen, mereka bilang makannya enak banget!" girang Reno.
Melihat adik kesayangannya senang, membuat Arsyad ikut senang juga. Ia tersenyum setelah itu. "Yaudah nanti bawa bekel lagi, nanti Abang bawain lebih banyak lagi biar temen-temen kamu pada kebagian juga. Sekalian biar makanannya nggak kebuang" sahut Arsyad.
"Oh iya..." ucap Reno ketika ia mengingat tentang uang sakunya itu. "Ini kemarin ada uang enam ratus ribu di kantong aku, terus sekarang ada lagi. Aku yakin ini pasti uang kalian."
Reno merogoh saku seragamnya lalu mengeluarkan beberapa uang berwarna merah yang masih baru, lalu ia meletakkan itu di meja. Di saat yang bersamaan, Arsyad, Bayu, dan Bayu mengerutkan keningnya.
"Itu jajan buat kamu Ren" sahut Danu.
"Jajan?" Kini Reno yang mengerutkan keningnya. "Masa jajan sehari enam ratus ribu?" herannya.
"Kenapa kurang ya? Nanti Mas tambahin lagi kalau kurang" imbuh Bayu.
"Kurang dari mana sih Mas? Enam ratus ribu mah bisa buat dua sampe tiga bulan" sahut Reno. "Lagian juga sekarang kayaknya aku nggak perlu jajan, kan udah bawa bekel dari sini. Jajan paling dua ribu aja buat beli air minum."
"Ya nggak gitu Ren" serga Danu. "Bawa bekel bukan berarti nggak dapet jajan. Lagian kamu kan tinggal di sini sekarang, jadi ya kita tanggung jawab atas kebutuhan kamu. Misal nggak mau dipake uangnya, yaudah simpen aja. Siapa tau butuh untuk kedepannya" lanjut Danu.
Reno menghela napasnya, malas berdebat kalau urusan uang. Ia yakin kalau mereka bertiga memang orang kaya raya yang sudah pasti uangnya banyak. Tapi masa iya jajan sehari enam ratus ribu? Rasanya terlalu berlebihan.
Akhirnya Reno pasrah, mengangguk menuruti perkataan Danu. Ia mengambil lagi uang itu dan memasukkan ke dalam tasnya, berniat untuk menyimpannya dan mengembalikan lagi ke mereka beberapa hari lagi.
~ ~ ~
Sebuah motor berplat A 125 YAD sedang melaju dengan kecepatan pelan di jalan raya. Pemilik motor terlihat sedikit khawatir, karena orang yang sedang diboncengnya sedang mengantuk-ngantuk.
Waktu masih menunjukkan pukul 5.27 pagi, masih banyak waktu karena Reno masuk sekolah pukul 6.30 pagi. Arsyad memutuskan untuk menepi sejenak di bawah salah satu pohon yang rindang, lalu ia memberhentikan motornya.
Reno yang setengah tidur setengah sadar akhirnya menyadari kalau motor yang dikendarai Arsyad berhenti di tepi jalan. Ia berusaha membuka matanya yang terus menerus ingin terpejam karena mengantuk, lalu menatap Arsyad dari kaca spion meski pandangan matanya sedikit buram.
"Kenapa berhenti Bang?" tanya Reno.
"Kamu kenapa Ren? Kayaknya ngantuk banget? Apa tidur jam 12 malem bikin kamu sengantuk ini karena jam tidur kamu kurang?" heran Arsyad.
Reno menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia menatap Arsyad sambil cengengesan. "A-aku baru ti-tidur jam 4 Bang, hehe" ucap Reno pelan. "Itupun setengah tidur setengah sadar, nggak bisa pules."
"Tidur jam 4 subuh?!" kaget Arsyad. "Kok bisa? Kemaren kayaknya kamu tidur pules-pules aja? Nggak ngantuk kayak gini pas paginya?" heran Arsyad lagi.
"Em, a-anu..." Reno sedikit malu untuk mengatakan yang sebenarnya. "Tidur dipeluk sama Mas Bayu sama Pak Danu, em, bi-bikin aku nggak bisa merem Bang" ucapnya malu-malu.
Yang tadinya hanya bertatapan dari kaca spion, akhirnya Arsyad menengok ke belakang karena mendengar jawaban dari Reno. "Gimana-gimana???"
"Hehe..." kembali Reno menggaruk kepalanya. "A-abang kan udah tau soal aku" ucapnya malu-malu.
Terlihat Arsyad berpikir sejenak, ia sedang mencerna perkataan Reno tadi. Ia masih tidak percaya ternyata yang Reno bilang kemarin memang nyata. Memang aneh kalau dicerna oleh logika, tapi semua itu adalah kenyataan.
Namun beberapa detik kemudian Arsyad tersenyum, merasa lucu juga kalau dipikir-pikir lagi. "Ada-ada aja kamu Ren" ucap Arsyad sambil mengelus kepala adiknya itu. "Yaudah kamu pegangan yang kenceng ya? Abang mau ngebut bawa motornya, biar kamu bisa tidur sebentar nanti di sekolah" lanjutnya.
Tanpa pikir panjang, Reno menganggukkan kepalanya. Sudah diberi izin oleh yang punya, Reno langsung memeluk Arsyad sangat erat hingga pipinya menempel di punggung Arsyad. Tak lama, motor pun melaju dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di sekolah, Reno turun dan berpamitan dengan Arsyad. Setelah mendapat nasihat singkat dan juga kecupan di kening dari abangnya itu, Reno berjalan masuk menuju ke kelasnya.
Baru saja ia melewati gerbang sekolah, secara alami matanya menengok ke tempat parkir untuk melihat motor yang sangat dikenalinya itu. Kemudian sorot matanya berpindah lagi ke ruangan yang pernah menjadi tempat dan bukti cintanya kepada guru olahraganya itu. Seketika saja perasaan Reno sedikit berkecamuk ketika mengingat guru yang dicintainya itu.
Entahlah, Reno bingung harus bersikap seperti apa kepada Sigit. Ia sudah terlalu kecewa kepada Sigit, sehingga sangat sulit untuk membuka hatinya lagi. Rasa benci tentu ada, malah sangat-sangat banyak. Meski begitu, tidak bisa dipungkiri kalau Reno masih merindukan guru olahraganya itu.
Ia menghela napas, lalu berjalan lagi menuju ke kelasnya. Dirinya hanya bisa berharap agar perasaan ini akan hilang, tak lupa juga Reno selalu mendoakan agar Sigit bisa bahagia bersama wanita yang menggandengnya di foto waktu itu.
"Woi!!!"
Suara perempuan yang agak keras membuat Reno tersentak, terlebih ia sedang melamun tadi. Segera saja Reno menengok ke sumber suara itu, melihat siapa yang sedang merangkulnya.
"Lesu amat?" tanya Icha sambil tersenyum.
"Ngantuk" sahut Reno. "Baru tidur jam 4 subuh tadi" lanjutnya sambil menguap.
"Yaudah ke UKS aja numpang tidur. Enak adem, ada AC" usul Icha.
"Emang bole- eh..."
Belum sempat Reno menyelesaikan perkataannya, Icha langsung menarik Reno menuju ke ruang UKS.
Masih pagi tentu saja ruang UKS masih sepi, tidak ada orang sama sekali. Jadi Icha menuntun Reno menuju ke kasur yang bentuknya ala kasur rumah sakit itu, menyuruhnya untuk tidur saja di sana.
"Ini beneran boleh Cha? Gue belom pernah ke UKS nih" tanya Reno.
"Ya boleh lah. Nanti gue bilang ke Bu Tia kalo lu itu lagi sakit, pusing terus agak anget. Nanti gue bilang aja udah minum obat, jadinya tidur dulu istirahat bentar" sahut Icha penuh keyakinan.
Reno yang sudah percaya dengan Icha, tentu tidak pernah meragukannya. Walau terkadang idenya terbilang nekat, tetap saja Reno mengikuti saran atau ide dari sahabatnya itu.
"Nitip tas gue ya kalo mau ke kelas, biar dikira nggak bolos" ucap Reno sambil menyerahkan tasnya kepada Icha.
"Yaudah sono tidur. Nanti jam istirahat gue balik lagi ke sini" sahut Icha yang sedang menerima tas milik Reno ke tangannya. Keduanya pun saling memberi jempol.
Ketika Icha sudah keluar dari ruang UKS, Reno memejamkan matanya untuk tidur. Karena dirinya sudah mengantuk berat, jadinya tak butuh waktu yang lama bagi Reno untuk memejamkan matanya.
Di koridor sana, Sigit yang sedang berjalan menuju ke UKS melihat kalau Icha sudah keluar sambil membawa tas Reno. Kemudian ia berjalan menuju ke UKS untuk melihat murid kesayangannya itu.
Sebelumnya, secara tidak sengaja Sigit melihat Icha yang menuntun Reno ke ruang UKS saat dirinya sedang berjalan ke ruang guru. Kalau mereka sudah berjalan berdua, pasti ada apa-apa, apalagi mereka masuk ke ruang UKS. Jadi setelah menyelesaikan urusannya di ruang guru, Sigit berniat untuk ke ruang UKS.
Mata Sigit sedikit melebar ketika melihat Reno yang sedang tertidur pulas sampai mendengkur halus, mengira murid kesayangannya itu sedang sakit. Lalu ia berjalan menghampiri Reno, menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Tak lupa juga Sigit menyibakkan gorden pemisah agar dirinya dan Reno tidak terlihat dari luar.
Rasa rindu tentu ada, apalagi kepada murid kesayangannya itu. Melihatnya tiduran seperti orang sakit, membuat Sigit merasa sakit juga secara tidak langsung.
Perlahan tangan Sigit meraih tangan Reno, dan menggenggamnya erat. Ia mendekatkan dirinya lagi, lalu bibirnya mendarat di pipi Reno.
Mata Sigit memang melihat ke Reno, namun ia berfokus kepada bibir mungil berwarna pink muda milik Reno. Ia menghela napas lagi dan semakin mendekatkan diri dengan Reno. Setelah itu bibirnya menyentuh bibir Reno, Sigit mencium Reno untuk beberapa saat saja.
"Kamu sakit apa sih Ren? Kenapa nggak bilang-bilang kalau sakit?" gumam Sigit pelan.
Lalu tiba-tiba saja mata Reno terbuka, ketika ia mendengar suara yang sangat dekat dengannya. Dengan mata yang terbuka lebar karena kaget, Reno melihat orang yang sedang berada di sampingnya itu.
"Pak Sigit?!"
* * *