Segera setelah itu, ia langsung tiba di rumah sakit dimana Rania sudah berada dalam tanganan dokter, ia langsung mencari keberadaan ibu Veni, tepat berada di hadapannya ada sebuah lorong yang di sana juga ada ibu Veni yang sedang berada di pelukan sang wanita paruh baya, ia yang dari tadi selalu menemani ibu Veni untuk mengantar Rania, begitu juga ia berperan untuk menenangkan ibu Veni yang kala itu sedang dalam keadaan yang tidak bisa mengendalikan emosinya, getaran di tangan ibu Veni sangat terasa jelas.
"Jeng, yang sabar ya kamu!" ia langsung memeluk ibu Veni, ibu Veni dengan sangat leluasa mengeluarkan semua air matanya saat sang sahabat memeluknya. Ada sebuah kenyamanan yang berbeda saat ia bersama dengan wanita paruh baya baik hati yang tidak terlalu ia kenal itu, tentu ia akan merasa jauh lebih baik dan lebih nyaman bersama dengan sang sahabat. Ia meneteskan air matanya sepuasnya, apalagi ketika mengingat apa yang membuat Rania begitu marah sehingga kejadian itu terjadi pada dirinya.
"Jeng, aku tuh gak nyangka kalau Rania akan mengalami hal ini, tadi dia masih baik-baik saja kan kamu lihat sendiri!" ujarnya, ia mengungkapkan betapa ia sangat tidak menyangkan kejadian naas itu terjadi pada sang putri yang sangat ia sayangi, ia tidak tau apa yang akan terjadi setelah itu yang pasti ia ingin anaknya sembuh.
"Duduk dulu Jeng!" ia meminta untuk ibu Veni duduk dulu karena ia tau ibu Veni saat itu sangat lemah dan bahkan tidak bisa menahan tubuhnya sendiri. Matanya setelah itu langsung melihat bingung kearah wanita paruh baya yang sudah berada di sana saat ia sampai di tempat itu. Ia kebingungan karena ia tidak mengenalnya sama sekali. Melihat betapa ia sangat bingung dengan keberadaan wanita paruh baya itu, ia juga langsung sadar dari bagaimana ibu Surya menatapnya, ia langsung berinisiatif memperkenalkan dirinya.
"Perkenalkan Ibu, saya Ibu Tesa! Saat kecelakaan itu terjadi saya berada di sana dan saya kasihan dengan ibu ini. Oleh karena itu, saya ikut bersamanya. Suami saya juga ikut, tapi ia di luar!" ujar ibu paruh baya itu dengan senyuman ramah. Ibu Surya langsung menghela nafas panjang, ia langsung menjabat tangan wanita paruh baya tersebut untuk berterimakasih.
"Oh, Ibu saya mengucapkakn terimakasih banyak karena sudah membantu sahabat saya! Saya tidak tau apa yang akan terjadi padanya jika Ibu tidak ikut bersamanya!" ucap ibu Surya berterimakasih sembari sedikit memuji ibu itu dengan senyuman pula. Ibu itu dengan sangat ihklas langsung membalas dengan tundukan dan senyuman ramahnya.
"Baik Ibu sama-sama. Karena Ibu sudah berada di sini, saya dan suami saya pulang dulu ya Bu, anak kami masih kecil di rumah sama pengasuhnya!" ia meminta izin untuk pulang karena merasa bahwa ibu Veni sudah aman bersama dengan sang sahabatnya, ia pasti akan lebih leluasa cerita pada sang sahabat itu, lagi pula tidak ada gunanya mereka tetap di sana karena ia tidak mungkin menjadi saksi sama sekali, jelas-jelas ia berada di sana setelah kecelakaan itu terjadi. Ibu Surya juga langsung menganggukkan kepala tanda ia setuju dengan hal itu, ia mengizinkan ibu itu untuk pergi dari rumah sakit tersebut.
Lalu setelah kepergian ibu paruh baya tersebut, ia langsung kembali memeluk ibu Veni, sang sahabat. Ia mulai menenangkan ibu Veni yang terus menerus menangis dengan hati yang gemetar, jantung yang berdetak kencang sebelum dokter keluar dari ruangan dan mengatakan kabar baik tentang Rania, ia tidak akan pernah merasa tenang, walau bangaimana orang di sekitarnya berusaha menenangkan hatinya.
"Jeng, kamu tenang ya Rania pasti baik-baik saja, mari kita mulai berdoa pasti semua akan baik-baik saja. Jeng, kalau boleh aku tau kenapa Rania bisa berada di sana bukankah, tadi ia di rumah bersama dengan kamu?" ia sudah mulai bingung dengan kejadian sebenarnya, ia tidak bisa hanya diam dan memikirkan apa yang sudah terjadi akan lebih baik kalau ia langsung bertanya pada ibu Veni yang pastinya tau persis tentang kejadian itu.
Pertanyaan ibu Surya membuat ibu Veni merasa sedih, tapi kali ini ia juga sangat bingung dengan hal itu. Ia tidak tau apakah ia harus menjawab dengan jujur atau tidak, karena jika ibu Surya tau akan hal itu mungkin ia akan merasa sedih dan simpati pada Rania. Namun, ibu Veni tidak ingin itu terjadi. Selama ini juga ia selalu melarang Rania terlalu mendekati Ditto karena ia takut image dari Rania berkurang atau mungkin terkesan terlalu murahan. Tapi itu yang di inginkan Rania saat ini, ia hanya ingin Ditto mungkin saja jika ia bisa bersama dengan Ditto, ia akan semangat untuk sembuh,tapi bahkan tidak ada yang tau keadaannya sampai saat ini.
"Jeng, kenapa malah bengong?" pertanyaan ibu Surya membuat pecah kebingungan ibu Veni, ia tiba-tiba tersadar dari lamunannya dan langsung memeluk sahabatnya itu.
"Iya, Jeng! Dia sangat marah pada aku saat itu, ketika kamu pulang, aku langsung masuk ke kamarnya. Perkataanku membuat ia sangat marah hingga ia pergi dengan kecepatan mobil yang begitu tinggi!" ia mejelaskan sebagian kecil dari kronologi terjadinya kecelakaan itu, ia belum berani menjelaskan secara langsung kejadian yang sebenarnya.
"Lho, kenapa begitu? Dia tidak pernah marah Jeng setau saya!" ia mengungkapkan apa yang ia tau tentang Rania, yang ia tau adalah Rania anak yang baik, sabar, dan sopan. Tak mungkin rasanya ia marah hanya karena sebuah hal kecil secepat itu, setengah jam yang lalu ia berada di rumahnya dan tidak terlihat wajah Rania marah sama sekali, ia bahkan terlihat sangat riang terakhir kali bertemu dengan dirinya.
Dengan sangat terpaksa, ibu Veni langsung mengutarakan apa yang sudah terjadi hingga Rania begitu marah dan akhirnya kecelakaan itu terjadi padanya. Ia tetap dengan posisi sangat sedih, terlihat ragi namun tidak ada pilihan lain selain menceritakan apa yang sebenarnya terjadi karena ibu Surya berhak tau hal itu dan ia yang harusnya bertanggung jawab untuk kondisi Rania.
"Sebenarnya … Sebenarnya Rania itu sangat mencintai Ditto, dia juga semakin berharap lagi ketika Jeng mengatakan ingin menjodohkannya dengan Ditto. Tapi, nyatanya Ditto malah akan menikah dengan orang lain," ibu Veni menjelaskan dengan kecewa, ia sangat sedih saat itu karena bukan hanya harapan Rania yang tidak bisa ia wujudkan tapi juga Rania yang harus merasakan sakitnya akibat kecelakaan. Mendengar hal itu, ibu Surya terdiam dalam lamunan, ia tidak menyangka kalau hal yang terjadi saat itu karena kesalahan keluarganya sendiri.
Mendengar pernyataan yang tidak pernah ia ketahui semala ini membuat ia berdiri dalam sebuah lamunan, ia tidak berbicara sedikitpun, ia sangat menginginkan hal itu sama seperti Rania hanya saja keadaan mengubah semua kenyataan itu. Sekarang bukan lagi menjadi milik Rania, tapi Hana. Tiba-tiba pandangan garang muncul pada ibu Surya seolah-olah melihat wajah Hana.