Chereads / Balas Dendam Putri Mahkota / Chapter 17 - Pelindung Marcella

Chapter 17 - Pelindung Marcella

Darwin menggaruk punggungnya yang tak gatal, dia terpaksa harus meninggalkan kamar Marcella sebelum berhasil merayu keponakannya itu.

"Permisi Tuan!" Yunita memasuki kamar itu, dan duduk di samping kasur Marcella.

"Ya, silakan!" Darwin menyingkir dari jalan Yunita. 'Sial, kenapa harus ada Yunita?' batinnya.

Kemudian Darwin keluar dari kamar Marcella, dengan raut wajahnya yang kesal, Darwin terpaksa harus meninggalkan kamar Marcella.

Setelah memastikan Darwin meninggalkan kamar Marcella, Yunita buru-buru menutup pintu kamar itu. Lalu beralih kembali pada anak majikannya. "Ayo Nona, cepat di makan!" ucap Yunita mempersilakan Marcella untuk menyantap makanannya.

"Apa Om Darwin sudah benar-benar pergi Mbok?" Marcella takut jika omnya masih berada disekitar kamarnya.

"Sudah Nona, Anda tidak perlu khawatir!" ujarnya, Yunita kembali duduk di kasur Marcella.

Di sela menyantap makanannya, Marcella membuka obrolan dengan Yunita. Dia bertanya seputar penyelidikannya tentang seberapa keterkaitannya, Zalina dan Darwin dengan kematian sang papa.

"Bagaimana penyelidikan Tante terhadap Tante Zalina, dan Om Darwin?" tanya Marcella di sela menyuap makanannya.

"Sejauh ini saya belum dapat memastikannya Nona, maafkan saya, saya belum bisa menyesuaikan kinerja saya!" ujarnya sambil menatap pada wajah Marcella.

Yunita merasa tidak enak hati, dia masih belum bisa mencari tahu sejauh mana Zalina, dan Darwin terlibat. "Tidak apa-apa Tante... saya tidak memaksakan Tante ikut terlibat dalam rencana saya kok, salah saya juga ikut melibatkan Tante, dalam urusan pribadi saya!" ucap Marcella.

"Tidak Nona... saya tidak berpikir seperti itu, bahkan saya sangat senang jika saya dapat membantu Anda!" Yunita menatap lekat wajah Marcella, majikannya.

"Terima kasih atas kepedulian Tante," Marcella menangkup kedua tangan Yunita.

"Kau baik-baik saja kan Tante?" tanyanya, menatap pada Yunita.

"Saya baik-baik saja Nona!" jawab Yunita. Perlahan Yunita bangkit, dari tempat duduknya. "Kalau begitu saya pamit, selamat beristirahat Nona!" Yunita mengelus puncak kepalanya.

Perlahan Yunita melangkah pergi, meninggalkan kamar Marcella, sambil membawa piring bekas makanan Marcella.

Baru saja Yunita keluar dari kamar Marcella, Zalina dengan Riana sudah memanggilnya kembali. "Astaga! Dari tadi saya cari kamu, saya hampir jamuran menunggu kamu?" bentak Zalina murka.

"Maaf Nyonya memangnya ada apa? Kenapa mencari-cari saya?" Yunita menatap heran pada Zalina.

Zalina semakin kesal pada pembantunya itu, dia bersedekap tangan dengan tatapan mendominasi terhadap Yunita. "Sudah jangan banyak bertanya lagi, saya mau kamu membuatkan saya minuman. Jangan lupa bawakan ke ruang tengah!" perintahnya kejam.

Baru saja Yunita berjalan satu langkah, tiba-tiba saja Riana kembali menghentikannya. "Tunggu Yunita! Aku ingin bicara denganmu!" Riana menatap tajam pada seorang asisten rumahnya itu.

"Ada apa Nona?" tanyanya menatap pada wajah Riana.

"Perlu kamu ketahui, aku inginkan kamu itu menuruti perintah aku, dan Ibuku, bukan Marcella. Karena kau tahu aku Nona besar di Rumah ini!" tukasnya mengintimidasi.

"Ba-baik Nona," Yunita menundukkan wajahnya, tidak berani menatap Zalina, dan Riana.

Suara keributan mereka terdengar oleh Marcella yang sejak tadi berada di dalam kamarnya, Marcella sangat murka, ketika mendengar Yunita di marahi oleh Tante, dan sepupunya.

Marcella berjalan dengan tongkatnya di tangan, memapar ke segala arah, dia kembali berpura-pura buta. "Ada apa ini? Aku dengar kalian memarahi Tante Yunita! Memang salah Tante Yunita apa pada kalian?" Marcella berdiri di hadapan mereka berdua.

Zalina memelototi Marcella, dia tidak suka dengan Marcella yang selalu ikut campur urusannya.

"Ini bukan urusan kamu Marcella, lebih baik kau kembali saja ke kamarmu!" seru Zalina dengan tatapan tajam.

"Jika ini menyangkut masalah Tante Yunita, ini termasuk urusanku Tante, dia Pembantu lama di Rumah ini!" bela Marcella terhadap pembantunya.

"Oh begitu ya? Jadi kau lebih membela pembantu ini, dari pada kami Ha!" Riana berbicara dengan suara semakin meninggi.

"Tolong jaga sikapmu Riana, tidak kah kau tahu sedang berhadapan dengan Nona besar di Rumah ini!" kata Marcella menegaskan kedudukannya di rumah itu.

Riana dibuat kikuk oleh Marcella, memang benar adanya bahwa Nona besar di rumah itu hanyalah Marcella. "Ya... aku tahu, kaulah Nona besar di Rumah ini! Tapi itu dahulu Marcella, sekarang aku Nona besarnya!"

"Jangan bermimpi Riana, bangunlah dari mimpimu itu, terimalah kenyataan yang sebenarnya!" ucap Marcella dengan nada mengejek.

Melihat putrinya terpojok, Zalina ikut angkat bicara membela Riana.

"Hey gadis buta! Tidak seharusnya kau berbicara seperti itu pada Anakku? Lagi pula yang di katakan Riana memang benar adanya, mungkin dahulu kaulah Nona besar di Rumah ini, tapi setelah meninggalnya Papamu, kedudukan Nona besar itu adalah Riana, Sepupumu sendiri!" Zalina dengan tegasnya memaki sang keponakan.

Marcella mendesah, dia berusaha untuk tidak terpancing emosi oleh tantenya.

"Kenapa kau diam Marcella? Apa kau mulai menyadari kesalahanmu? Cepat minta maaf pada Riana!"

Zalina memaksa Marcella meminta maaf pada Riana. "Seharusnya kau itu jangan main-main dengan ucapanmu itu!" tukas Zalina, memelototi sang keponakan.

"Tunggu apa lagi, ayo minta maaf padanya!" sentak Zalina kemudian.

"Tidak, saya tidak akan melakukan perintah Tante! Karena saya sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun, untuk apa saya minta maaf!" jawab Marcella, menolak melakukan perintah dari Tantenya.

Zalina mengepalkan tangannya, menatap pada Marcella dia sangat marah karena keponakannya itu terus melawannya.

"HEY!" Zalina mengangkat tangannya, hendak menampar Marcella.

Marcella menghalangi wajahnya dengan kedua tangannya, Marcella melupakan jika saat ini dirinya sedang pura-pura buta. Sehingga Riana kembali mencurigainya.

PLAK!

Bersyukur tangan Zalina itu berhasil ditangkis oleh Yunita. "Jangan sakiti Nona Marcella lagi Nyonya!" ucap Yunita dengan bibir bergetar, takut dan marah berkecamuk dalam hatinya.

Zalina menatap tajam pada wajah pembantunya itu, dia sangat tidak menyangka pada perlawanan Yunita terhadapnya. Bagaimana mungkin, Zalina di lawan oleh pembantunya sendiri.

"Lepaskan tanganku!" Zalina menghempas tangan pembantunya dengan suara gemetar, dan pandangan begitu tajam pada wajah Yunita.

"Ma-maafkan saya Nyonya, saya hanya ingin melindungi Nona Marcella!" Yunita menundukkan kepalanya, merasa takut pada Zalina.

Sementara Riana tercengang, atas apa yang dia saksikan, bagaimana mungkin seorang yang buta bisa dengan cepat menghalangi pipinya yang akan di tampar dengan sigap.

Perlahan Riana menatap pada Marcella, semakin mendekatkan dirinya kepada Marcella, lalu meraih lengan gadis buta itu. "Kau tidak buta kan Marcella?"

Degh!

Marcella menelan salivanya, harinya berdebar hebat. Bagaimana mungkin rahasia yang selalu dia sembunyikan, sekarang akan terbongkar dengan mudahnya.

"Kenapa kau hanya diam? Marcella!" sentak Riana semakin mengeratkan pegangan tangannya.

Sejenak Marcella menghela nafasnya, kemudian membuangnya. "HUH!" helasn nafasnya terdengar begitu memburu, semakin membuat kecurigaan Riana menguat.

"Jawab Marcella, kau tidak buta kan?!" bentak Riana terus menerus. "Aku semakin yakin kalau kau benar-benar tidak buta?" tebaknya.

Lantas apakah kepura-puraan Marcella, selama ini akan terbongkar begitu saja?

Bersambung...