"Berhenti menghina Marcella, atau kalian---," belum sempat Reinard melanjutkan ucapannya, Riana sudah menyelanya.
"Tolong jangan dilanjutkan Rei... lebih baik kau pergi dari Rumah ini!" usir Riana terhadap Reinard.
"Aku tidak akan pergi, jika tanpa Marcella!" tegasnya menatap tajam pada Riana.
"Jangan Gila Rei... Marcella tidak akan pergi dari Rumah ini!" timbrung Darwin. "Dia keponakan saya, tidak ada seorangpun yang boleh membawanya!" lanjut Darwin.
Riana dan Zalina menatap pada Darwin secara bersamaan, Zalina tidak habis pikir dengan ucapan suaminya, padahal Zalina sangat menginginkan Marcella pergi dari rumah ini. Namun, Darwin menahannya.
Perlahan Darwin meraih tangan keponakannya, dan meminta Marcella untuk tetap tinggal dengannya. "Kau tidak akan pergi ke mana-mana kan Marcella?" Darwin memohon.
'Dasar bermuka dua, dibelakang dia memperlakukanku seperti orang lain. jika seperti ini saja dia pura-pura baik di hadapanku!' kesalnya membatin.
Marcella masih diam, enggan mengeluarkan sepatah katapun. Marcella mengabaikan Darwin, dan malah melengos pergi sambil memapar jalan dengan tongkatnya.
Darwin menatap sendu pada langkah keponakannya itu, dia takut kehilangan yang telah dimilikinya saat ini. 'Aku tidak akan membiarkan harta ini jatuh pada Orang lain, apalagi kamu Marcella!'
"Om mohon jangan pergi dari Rumah ini Marcella, jika kau pergi, Om merasa bersalah dengan Almarhum papamu!" lirihnya meminta Marcella untuk tetap tinggal di rumahnya.
Marcella menghentikan langkahnya, dan menatap pada Darwin. "Siapa juga yang akan pergi dari Rumah saya sendiri Om, saya hanya lelah dengan pertengkaran kalian!" ucap Marcella melanjutkan langkahnya, meski memapar dengan tongkatnya.
Darwin merasa malu, karena dia salah sangka dengan keponakannya, dia mengira Marcella akan pergi dengan Reinard, dan semua kekayaannya akan segera jatuh pada Marcella. 'Sial... kupikir Gadis buta ini akan pergi?' gumamnya membatin, sambil menggaruk tangannya yang tak gatal.
Yunita pun mengikuti langkah Marcella, dengan setia Yunita terus mendampingi tuan Putri sebenarnya di Mahardika Mansion.
"Mari saya bantu Nona!" ucap Yunita menuntun langkah Marcella.
"Terima kasih Tante," dengan senang hati Marcella menerima bantuan dari Yunita, asisten rumah yang selalu setia mendampinginya.
Kini Marcella tahu batas kesetiaan Yunita terhadapnya, sejak saat itu Marcella mempercayai Yunita.
CEKLEK!
Yunita membuka pintu kamar Marcella, kemudian menuntunnya hingga Marcella duduk di atas kasurnya. "Nona... apa kau membutuhkan sesuatu?" tanyanya tersenyum menatap Marcella.
"Untuk saat ini aku tidak membutuhkan apapun Tante," timpalnya.
"Baiklah, kalau kau tidak membutuhkan apapun lagi, saya pamit Nona!"
"Ehmmm... silakan!" Marcella mempersilahkan Yunita untuk meninggalkan kamarnya, sambil menganggukkan kepalanya.
Pada saat Yunita berdiri di ambang pintu, dan akan menutup pintu kamar itu. Tiba-tiba saja Marcella memanggilnya kembali.
"Tunggu Tante Yunita!" panggil Marcella, beridri dan menghampiri Yunita.
Yunita sangat terkejut ketika menyaksikan Marcella melangkahkan kaki, dan menghampirinya tanpa ragu untuk melangkah. "A-apa yang saya saksikan ini adalah benar Nona?" Yunita menelan ludahnya, dia hampir tidak percaya atas apa yang dia saksikan saat ini.
Marcella menggeleng kepalanya, meraih tangan Yunita dan memintanya masuk kembali ke dalam kamarnya. "Ayo masuk! Ada hal penting yang harus saya beritahukan padamu Tante!" Marcella membawa masuk Yunita dalam kamarnya.
Yunita duduk di atas kasur empuk, sementara Marcella masih berdiri menatap lekat-lekat pada Yunita. "Aku membutuhkan bantuan Tante Yunita, karena satu-satunya Orang yang aku percaya di Rumah ini hanyalah Tante Yunita!"
"Bantuan apa yang Nona butuhkan? Saya benar-benar tidak mengerti?" ucap Yunita membingung.
"Saya inginkan Tante, membantu saya mencari surat wasiat yang di simpan oleh Tante Zalina, dan satu hal yang harus Tante tahu, aku sangat yakin Tante Zalina dengan Om Darwin pasti ada di balik kecelakaan maut yang menimpa Daddy!" tutur Marcella.
Yunita menutup mulutnya dengan kedua tangannya, dia masih tidak menyangka akan hal ini. "Jadi menurut Nona, kematian Tuan tidak wajar?"
"Ya, begitulah dugaan saya. Bagaimana mungkin dua kecelakaan terjadi dalam satu hari! Pertama lampu di aula itu jatuh menimpaku, dan mobil yang dikendarai Daddy ternyata selang remnya sengaja ada yang memotong!" ujar Marcella memberitahukan sebuah kebenaran pada Yunita.
"Dari mana Nona tahu semua hal ini?" tanya Yunita, kembali memastikan.
"Coba Tante lihat saya sekarang!" Marcella meminta Yunita menatapnya lekat-lekat. "Saya tidak buta Tante!" ucap Marcella dan hal itu membuat Yunita terkejut.
Yunita melangkah mundur, dia tidak percaya atas apa yang didengarnya. "J-jadi Nona tidak buta?" Yunita sangat syok, bahagia dengan kabar yang dibagikan Marcella.
"Ya, Tante! Saya tidak buta, saya hanya berpura-pura buta. Saya mohon, Tante tetap merahasiakan kebutaan saya ini!"
Marcella menatap penuh harap terhadap Yunita dia inginkan Yunita membantunya, dalam mengusut tuntas kematian Daddynya yang tidak wajar.
Yunita masih diam, enggan memberikan jawabannya. Dia masih belum percaya dengan semua hal ini, mulut Yunita masih menganga di hadapan Marcella.
"Tolong jawab permintaanku Tante, apa kau bersedia membantuku?" desak Marcella, agar Yunita memberikan kepastian terhadapnya.
Yunita memijat kepalanya yang mulai terasa pusing, dia merasa bahagia sekaligus sedih dengan kehidupan yang tengah di jalani Marcella, Yunita tahu sejak kecil Marcella selalu hidup bahagia.
Baru kali ini dia merasa hidupnya menderita, terguncang bahkan nyaris terjun bebas 160 derajat, ke dasar jurang terdalam.
"Tante... tolong jawab aku?" tanya Marcella penuh harap. Perlahan merangkulnya, sambil mengelus tangannya.
Tiba-tiba saja buliran bening menetes dari pipi Yunita, dan perlahan memeluk Marcella. "Tante sayang sama kamu, mana mungkin Tante tidak menolong kamu," Yunita merangkul Marcella.
"Tante akan membantumu, sampai kamu mendapatkan keadilan!" lanjut Yunita.
"Terima kasih Tante... saya tidak akan pernah melupakan kebaikan Tante sama aku selama ini!" ucap Marcella lirih.
"Tidak perlu berterima kasih pada saya Nona? Sudah kewajiban saya membantu Anda, saya sangat menghormati Papa Anda!" ujar Yunita menyeka buliran di pipi cantik Putri mahkota sesungguhnya di rumah itu.
"Terima kasih Tante, saya senang jika Tante merasa seperti itu. Aku anggap Tante sudah seperti ibu kedua setelah Mami saya meninggal!" ucap Marcella, merasa terharu terhadap sikap Yunita padanya.
"Untuk masalah ini, lebih baik kita bahas besok saja yah! Tante minta Nona istirahat dengan cukup!" Yunita menyeka buliran bening dari pipi Marcella, memintanya untuk segera beristirahat.
Marcella tersenyum menatap Yunita, dia merasa sangat beruntung karena memiliki asisten yang sangat setia dengannya.
Sementara di halaman rumah, Riana masih menahan kepergian Reinard, dia memohon agar Reinard mengurungkan niatnya untuk membatalkan pertunangan mereka.
"Aku mohon Rei... tarik lagi keputusanmu untuk membatalkan pertunangan kita!" mohon Riana bahkan mengiba di hadapan Reinard. Namun, tetap saja Reinard tidak mengabulkan permintaan Riana.
"Sudah kukatakan bukan, aku tidak pernah mencintaimu!" tegas Reinard menghempas tangan Riana.
Kemudian Reinard beranjak pergi, dari hadapan Riana dan di saksikan oleh Darwin dan Zalina.
"Tidak pernah mencintai Putriku? Omong kosong!" tukas Zalina.
Bersambung...