Chereads / Balas Dendam Putri Mahkota / Chapter 5 - Kesedihan Marcella

Chapter 5 - Kesedihan Marcella

Satu Minggu setelah kematian sang Papa, Marcella perlahan pulih. Namun yang terjadi sungguh di luar dugaannya.

"Kenapa dengan penglihatanku, Pah ... Papa di mana?"

Marcella memapar sekelilingnya, berusaha mencari keberadaan Papanya, Mahardika.

Reinard meneteskan air mata ketika melihat perempuan yang di cintainya, terpuruk.

Reinard langsung memanggil Dokter, untuk segera memeriksa keadaan Marcella. Perlahan Reinard keluar dari dalam ruangan, menuju ruangan Dokter.

Sementara dari arah lain terlihat tim Dokter bergegas menuju ke kamar rawat Marcella. "Dok, tolong periksa kondisi Marcella," pinta Reinard terhadap Dokter yang menangani Marcella.

"Apa yang terjadi dengan Marcella, Reinard?"

Darwin baru saja sampai di rumah sakit, dia terlihat panik mendapati kabar bahwa Marcella telah siuman.

Reinard menimpali pertanyaan Darwin. "Marcella sudah siuman Om!" balasnya kemudian.

'Ini tidak bisa dibiarkan ... kenapa Marcella sampai siuman,' ucap Zalina dalam hati, tidak menyukai kabar kesembuhan keponakannya.

Zalina segera bergegas menuju kamar rawat, tempat Marcella di rawat. Setelah Dokter lebih dulu ke tempat perawatan Marcella.

"Mam ... kenapa semuanya berantakan seperti ini, bukankah seharusnya Marcella mati, kenapa dia masih selamat!" tukas Riana menekankan, tapi tidak terdengar oleh orang di sekitarnya.

"Pelan kan suara mu Riana, jangan sampai terdengar oleh orang lain!" Zalina memperingatkan putri kesayangannya.

"Iya Mam ... maaf!" ucap Riana, kemudian.

Zalina dengan Riana hanya bisa menatap dari balik pintu kaca, menyaksikan Marcella sedang di periksa di dalam ruangan itu.

'Semoga saja kau mempunyai kecacatan, meskipun sembuh!' ucap Zalina dalam hatinya, menyumpahi keponakannya.

Sedangkan Darwin, turut mendoakan keponakannya meskipun berdoa hanya dalam hati. 'Maafkan Om Marcella ... semoga kau cepat sembuh sayang,' batin Darwin sendu.

Tak berapa lama Dokter keluar dari dalam kamar rawat Marcella, seketika mereka menghampiri Dokter yang menangani Marcella.

"Bagaimana keadaan Marcella Dok, dia baik-baik saja kan?"

"Keadaan Nona Marcella baik-baik saja, tapi ...." Dokter tersebut enggan melanjutkan ucapannya lagi.

"Jawab Dok, kenapa Anda diam?" Reinard ikut mengeluarkan suaranya.

"Marcella mengalami kebutaan!"

DEGH!!!

Hati Reinard terasa sakit mendengar ucapan Dokter, bahwa Marcella perempuan yang sangat di cintainya. Mengalami kebutaan.

"But-a ... Dok?" ucap Reinard dengan mata berkaca-kaca.

"Anda pasti hanya bohongkan!" lirih Reinard, buliran bening menetes dari matanya.

Rasanya tidak kuasa menahan perihnya hati, tumpah sudah semua air matanya.

'Syukurlah, kalau Marcella mengalami kebutaan ... itu artinya! Semua perusahaan Kak Mahardika aku yang akan mengendalikannya!' gumam Zalina tersenyum jahat, menatap nanar pada arah Marcella yang terbaring lemah di atas ranjang.

"Kamu harus sabar Rei ... saya turut berduka cita atas semua ini," ujar Riana mengusap air mata Reinard yang perlahan menetes.

"Yang seharusnya menerima ucapan itu bukan saya Riana, tapi Sepupumu!" tukas Reinard menepis tangan Riana dari wajahnya.

Kemudian Reinard memasuki ruangan Marcella. "Halo Cell, apa kabar?" Reinard menatap Marcella sendu, sambil menggenggam tangannya.

Marcella mencerna suara yang menyadarkannya. Dia tahu kalau yang sedang berbicara dengannya adalah Reinard, si pria playboy yang di kenalnya.

"Mau apa kau datang kemari!" ucap Marcella dingin. "Di mana Papaku?" tanya Marcella memastikan.

Seketika Reinard terdiam, tidak mampu berbicara. Sejenak Reinard menarik nafas panjang kemudian menghembuskan nafasnya kembali.

"Aku akan beritahu yang sebenarnya terjadi pada Papamu, tapi kamu harus berjanji tidak akan sedih," ucap Reinard.

"Kenapa kau berkata seperti itu, memangnya apa yang terjadi?" Marcella bertanya dengan bibir bergetar.

"Papamu meninggal pada hari ulang tahun kamu, Om Mahardika mengalami kecelakaan!" Riana menjelaskan yang sebenarnya terjadi pada Marcella.

Buliran air mata berjatuhan, hatinya terasa perih ketika mengetahui yang sebenarnya terjadi. "Apa ... Papaku meninggal?" Marcella memastikan, dengan suara yang bergetar.

"Tidak mungkinkan? Papa meninggal. Yang saya dengar hanya berita bohongkan?" lirih Marcella, menangis sejadi-jadinya.

"Tidak mungkin Papa meninggal, kalian pasti bohongkan!"

Marcella menangis berderai air mata terus berjatuhan, tidak ada lagi penerang dalam hidupnya. Cinta pertama dalam hidupnya kini telah tiada, tak ada lagi kebahagiaan untuk Marcella, kabut kesedihan mulai menyelimuti kehidupannya.

Reinard memeluk erat tubuh perempuan yang sangat di cintainya, Reinard tidak tahan melihat kesedihan Marcella.

"Sudahlah, kau jangan menangis," ucap Reinard sambil mengusap pucuk kepala Marcella, menyeka air mata dari pipi cantik Marcella.

Riana sangat cemburu melihat Reinard memeluk Marcella, dia tidak rela melihat kedekatan Reinard dengan Marcella pria incarannya.

"EKHEM!" Riana berdeham mendekati Marcella dengan Reinard.

"Kamu jangan sedih Cell, benar kata Reinard kamu jangan terus-terusan bersedih, di sini masih ada kamu sepupuku," ucap Riana mengelus tangan Marcella.

"Aku sayang sama kamu Marcella, kamu tidak usah merasa sendiri di dunia ini," ujar Riana lagi.

Hari itu adalah hari terburuk bagi Marcella, di sepanjang perjalanan hidupnya, jujur saat ini dia benar-benar terpuruk dalam hidupnya.

'Kasihan Sepupuku sayang ... Sepupuku malang, selain kau buta kau juga harus menerima kejamnya dunia ini,' Riana tersenyum remeh menatap kesedihan yang di alami oleh sepupu itu.

Tidak berapa lama, Darwin dengan Zalina memasuki ruang rawat keponakannya, Zalina menangis sambil memeluk Marcella, entah itu hanya pura-pura ataukah memang benar-benar sedih melihat nasib keponakannya yang malang.

"HIKS!" Zalina menangis hingga tersedu-sedu memeluk Marcella, tapi Marcella diam tidak bergeming sedikitpun.

"Kau jangan sedih Marcella, di dunia ini kamu tidak sendirian sayang ... masih ada Om, dan Tante," ujar Zalina menyeka buliran air mata yang berjatuhan dari sudut mata Marcella.

"Benar kata Tante kamu Marcella, kamu tidak sendirian di dunia ini," ucap Darwin ikut bersuara. Berjalan mendekati keponakannya, mengusap puncak kepalanya.

'Semoga hari ini adalah hari terakhir kau bisa tersenyum Marcella,' ucap Zalina tersenyum penuh kemenangan.

Setelah itu Darwin dengan Zalina kembali meninggalkan ruang rawat Marcella, Reinard dan Riana pun ikut keluar meninggalkan ruangan rawat.

"Kalian harus sabar, saya akan mengusahakan yang terbaik, " ucap Dokter terhadap Tante, dan Omnya.

"Saya minta berikan perawatan sebaik mungkin untuk keponakan saya, berapapun biayanya saya akan bayar, Dok!" ujar Darwin meminta agar dokter memberikan pelayanan terbaik untuk keponakannya.

"Tentu saja akan saya berikan pelayanan terbaik untuk Nona Marcella, Kalian tenang saja," balas Dokter tersebut.

"Terima kasih Dok,"

Darwin melengos pergi setelah melihat kondisi keponakannya.

"Tunggu Om!" Reinard memanggil Darwin.

Seketika itu Darwin menoleh, dan menimpali Reinard. "Ada apa Rei ...." ucap Darwin perlahan mendekati Reinard. "Kenapa memanggil Om?"

"Kita harus segera ke kantor, hari ini akan ada rapat Dewan Direksi, untuk mengumumkan kepengurusan Perusahaan Om Mahardika!" terang Reinard menyampaikan.

"Tante juga harus ikut Rei ... Tante juga masih bagian dari Perusahaan Mahardika_Group." sosor Zalina menghampiri Reinard yang sedang berinteraksi dengan suaminya. Kemudian Zalina menatap suaminya. "Benarkan Suamiku?"

Bersambung ...

follow IG Blazingdark15