"Tentu saja kau juga akan ikut Istriku!"
"Terima kasih Suamiku!" balas Zalina terhadap Darwin.
"Baiklah ayo, lebih cepat lebih baik!" ujar Reinard berjalan lebih dulu dari Darwin, dan Zalina.
Sementara Marcella masih belum menerima nasib pahit yang di alaminya, ia menangis sejadi-jadinya di dalam ruangan sunyi itu. "Kenapa harus secepat ini Pah!" lirih.
"Cella masih belum bisa jika hidup tanpa Papa, apa yang harus Cella lakukan Pah, HIKS!" raung Marcella menangisi kematian Papanya.
TAK! TAK! TAK!
Marcella mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya, ia menyelipkan rambutnya untuk memastikan siapa yang datang menghampirinya.
"Siapa di situ?"
Marcella memastikan yang mendekatinya bukanlah orang jahat. Namun, orang itu masih diam tidak menjawab Marcella yang tidak bisa melihat, lantaran matanya masih di balut dengan perban.
"Rei ... kau kah itu?" ucap Marcella memastikan lagi. "Jika memang benar itu kau Rei, demi Tuhan pergilah, aku sedang tidak mau di ganggu!" seru Marcella mengusir orang yang dikiranya Reinard.
'HUH! Dasar Perempuan sombong! Kau kira Rei akan menemanimu sepanjang hari apa!' ucap perempuan yang tak lain ialah Riana sepupunya Marcella sendiri.
Kemudian Riana menimpali Marcella. "Ini aku Riana, Cell. Aku datang ke sini untuk menemanimu!"
"Riana? Benarkah itu kau?"
"Iya Cell, ini aku!" ujar Riana perlahan duduk di sebelah Marcella, kemudian memeluknya. "Kamu jangan sedih Cell, di dunia ini kamu tidak sendirian, masih ada aku!" peluk Riana, dan membuat Marcella percaya jika Riana memang sepupu yang baik untuknya.
Marcella membalas pelukan itu, ia menangis sejadi-jadinya di pelukan Riana. "Terima kasih ya Ri, maafkan aku selama ini telah salah menilaimu," lirih Marcella memeluk erat sepupunya itu.
sementara Riana malah bergumam. 'Kalau saja bukan karena kekayaanmu, aku tidak sudi memelukmu seperti ini Marcella, tunggulah tanggal mainnya kau akan aku buat menderita,' seringai Riana tersenyum penuh kemenangan.
"Kita lupakan yang telah berlalu Cell, kita buka lembaran baru," ujar Riana menguatkan Marcella, sambil mengelus pundak Marcella.
"Lebih baik kamu fokus untuk kesembuhan kamu yah, aku tidak mau melihatmu terus seperti ini." Riana kembali meyakinkan Marcella jika di dunia ini, Marcella tidak sendirian.
Kemudian Riana membantu Marcella untuk membaringkan tubuhnya kembali di atas ranjang perawatan, setelah itu Riana berpamitan.
"Aku pamit dulu ya Cell, kamu istirahat secukupnya Oke!" kecup Riana pada kening Marcella, perlahan Riana meninggalkan ruangan itu.
Setelah berada di luar ruang perawatan Marcella, Riana mengelap bibirnya dengan tisu lalu meludah-ludah bergidik lantaran jijik bibirnya telah menyentuh kening Marcella.
"Cuih-cuih! Menjijikan!" umpat Riana sambil meludah. "Kalau bukan karena merebut hatinya aku tidak sudi!" ketus Riana berjalan meninggalkan ruangan Itu.
Sementara di kantor perusahaan Mahardika_Group. Zalina, Darwin dan juga Reinard terlihat sedang mengadakan rapat untuk segera menyerahkan kepemimpinan Mahardika_Group pada Darwin.
"Baik jika Tuan, dan Nyonya kalau di antara para hadirin sekalian menyetujui pengalihan kepengurusan Perusahaan Mahardika_Group kepada Nonya, dan Tuan Darwin. Selaku anggota keluarga Tuan Mahardika Raisan yang di peruntukan sebagai wali dari Nona Marcella Oktarani Raisan akan di limpahkan kepengurusan ini kepadanya, sampai Nona Marcella selaku Putri tunggal dari Tuan Mahardika Raisan sembuh total, makan Tuan dan Nyonya harus mengembalikan semua kepengurusan Perusahaan termasuk kekayaan yang lainnya." ucap pengacara keluarga konglomerat Mahardika Raisan.
Zalina pun mengulas senyum penuh maksud, dengan segera menandatangani surat perjanjian pengalihan perusahaan itu.
'Akhirnya semua dalam genggamanku,' gumam Zalina tersenyum penuh kemenangan.
****
Satu bulan telah berlalu sejak pengalihan perusahaan Mahardika_Grup pada Zalina, dan Darwin.
Marcella pun berangsur pulih, tetapi Marcella memutuskan keputusan yang sangat berat dalam hidupnya.
Marcella mengetahui kejahatan Tantenya, yang ingin menguasai harta kekayaan Papanya, hingga melenyapkan Papanya dari muka bumi.
'Aku tidak akan membiarkan kalian hidup tenang! Kalian harus membayar semua perbuatan keji kalian!' gumam Marcella dalam hatinya.
Perlahan Dokter membuka perban yang membalut wajahnya, di sana juga ada Zalina, Darwin begitu pun Reinard dan Riana.
'Semoga saja penglihatan Marcella tidak kembali,' batin Zalina menyumpahi keponakannya.
DEGH!
Kini perban telah di buka dengan sempurna oleh Dokter spesialis mata, yang menangani Marcella.
"Coba Nona Marcella buka perlahan matanya," ucap seorang Dokter terhadap Marcella, dan di saksikan oleh Tante, Om dan yang lainnya.
Marcella membuka matanya, mengitarkan pandangan ke sekelilingnya. Sedetik kemudian Marcella meraung lantaran pandangannya gelap tidak ada daratan yang dia lihat sama sekali.
"Dok, kenapa semuanya gelap? Dok apa yang sedang terjadi?" lirih Marcella.
Zalina tersenyum menatap pada Marcella, lantaran doanya seolah di kabulkan oleh sang kuasa.
'Baguslah kalau dia buta, jadi Perusahaan tetap dalam genggamanku!' tukas Zalina dalam hatinya.
Reinard perlahan mendekat, mencoba menenangkan Marcella. "Cell, kamu yang sabar ... kamu jangan menangis seperti ini, bola matamu yang baru sembuh bisa terluka lagi kalau seperti ini Cell," lirih Reinard memeluk gadis tercintanya.
"Bagaimana aku tidak menangis Rei ... mataku, mataku Rei," raung Marcella tidak terima jika matanya buta.
Reinard menatap tajam pada Dokter, dia menarik kerah kemeja Dokter tersebut. "Anda sudah saya perintahkan, bukan? Berikan pelayanan terbaik pada Marcella, kenapa semuanya jadi begini ha!" sentak Reinard mencengkeram leher Dokter tersebut.
UHUK-UHUK-UHUK!
Seorang Dokter itu terbatuk merasakan sesak di bagian lehernya, lantaran di cekik oleh Reinard yang tidak terima dengan kebutaan Marcella.
"Maafkan saya Tuan ... itu di luar kendali kami sebagai tenaga medis, selebihnya hanya Tuhan yang tahu rencana di balik musibah yang di hadapi Nona Marcella!" Dokter itu berusaha menenangkan Reinard yang tampak kalut saat itu.
Kemudian Zalina ikut menenangkan Reinard, dia berusaha memberi pengertian terhadap Reinard putra konglomerat rekan bisnis Mahardika.
"Benar yang di katakan oleh Dokter Rei, kamu tidak bisa menyalahkannya," ucap Zalina. Kemudian beralih memeluk Marcella, keponakannya.
"Kamu yang sabar ya sayang ... Tante akan mencari donor mata terbaik untukmu!" ucap Zalina pura-pura menangis.
Marcella tetap meraung, menangis sejadi-jadinya. Perlahan Darwin ikut menenangkan Marcella dia sebagai Omnya sangat tidak tega melihat putri dari kakaknya harus hidup tanpa penglihatan.
"Kamu tidak sendirian Marcella, di sini ada Om yang akan selalu menyayangimu!" lirih.
'Semoga selamanya kau buta Marcella!' gumam Riana menatap Marcella sedang menangis sejadi-jadinya.
"Cell, walaupun kamu tidak bisa melihat ... aku yang akan menjadi pengganti penglihatanmu, mulai sekarang ke manapun kau pergi aku bersedia menemani!" ujar Riana berpura-pura baik, lantaran ada Reinard di sana.
Riana terus mengambil simpatik dari Reinard, dia sengaja supaya terlihat baik di hadapan Reinard. Karena Riana yakin perlahan hari Reinard akan luluh padanya.
'Cepat atau lambat kau akan bosan dengan Marcella yang buta!' ucap Riana dalam hatinya, tersenyum penuh kemenangan.
Lantas bagaimana nasib Marcella selanjutnya?
Bersambung ...
follow IG Blazingdark15