"Kakak tidak ingin mencobanya? Sekadar berendam saja," tanya Radi.
"Aku bisa berendam dalam bathup," jawab Vino, masih saja datar.
"Beda, Kak. Bathup itu sangat terbatas. Kakak harus mencoba berenang malam hari disaat sedang lelah seperti ini. Aku benar-benar merekomendasikan," tutur Radi, berusaha membujuk Vino guna mengalihkan amarahnya.
Vino diam, melihat ke arah kolam dan sesekali melirik ke arah Lea yang masih diam tidak mau menatap Vino.
"Baiklah. Kalian juga kembali ke kolam, temani aku."
***
Radi duduk di tepi kolam melihat Lea dan Vino yang masih bertahan di dalam kolam. Keduanya tidak sedang berenang, namun hanya saling berhadapan sembari membicarakan sesuatu yang tidak dapat didengar oleh Radi karena jarak mereka cukup jauh.
Radi memalingkan pandangannya, sepertinya ia jengah melihat pengantin baru yang sedang dimabuk cinta itu. Apalagi ini adalah malam pertama mereka.
Radi beranjak dari tempat duduknya. Ia melambaikan tangan ke arah Lea dan Vino yang kini melihatnya.
"Lea! Kak Vino! Aku ke kamar duluan, ya!" serunya, memilih untuk kembali ke kamar saja. Sepertinya Lea juga sudah bersama dengan orang yang tepat, yakni suaminya.
Sementara itu Lea dan Vino sebenarnya juga sudah merasa kedinginan, namun enggan ada yang mengatakannya lebih dulu.
Kini keduanya saling menatap dan melangkah dalam air semakin mendekat. Vina menyambar bibir Lea dan memberikan kecupan di sana.
"Vin," ucap Lea, sepertinya ia mengelak.
"Kenapa? Kita kan sudah menikah."
"Aku malu," ucap Lea menunduk.
"Di sini hanya ada kita. Kenapa harus malu?" tanya Vino, melihat ke sekeliling mereka, benar tidak ada siapapun di sana. "Mau ke kamar?"
"Tapi …." Lea mengingat kalau malam ini kamar mereka terpisah karena Lea tidur bersama Ninda.
"Kita tidur di kamarku."
***
Cklek
Vino menutup pintu kamarnya perlahan, ingin memberikan kesan lembuat pada Lea. Vino tersenyum melihat punggung Lea. Tubuh mereka basah kuyup karena usai dari kolam, mereka tidak mengeringkannya.
Vino melepas kaos oblong berwarna hitam yang dipakainya dan kemudian mendekap Lea dari belakang.
"VINO!" Lea terkesiap, ia kaget dengan serangan tiba-tiba dari Vino.
"Buka saja bajunya, nanti kamu sakit," bisik Vino.
"T—tapi … pakaianku ada di kamar," balasnya, terdengar seperti mengeluh.
"Tidak perlu pakai baju malam ini. Aku yang akan menghangatkanmu," bisik Vino dengan bibirnya yang menjalar memberikan kecupan pada tengkuk Lea, lalu ke pundak dan kemudian ia membuat Lea berhadapan dengannya.
Lea menatapnya dengan mata yang membesar, sepertinya ia gugup karena ini adalah malam pertamanya. Lea menelan salivanya berulang kali hingga membuat Vino terkekeh.
"Takut?" tanya Vino.
Lea menggelengkan kepalanya, kemudian ia mengangguk.
"Apa yang kamu takutkan?"
"Hmmm … aku …."
"Awalnya sakit, sih … tapi selama kamu tidak memanjangkan kukumu … aku tidak masalah," ucap Vino.
"Hm?!" Mata Lea membesar, ia semakin tidak mengerti maksud dari perkataan Lea.
Jemari Vino menggelitik bahu Lea. Ia sedikit menunduk, menghembuskan napasnya tepat dibalik telinga Lea. Membuat gadis itu bergidik geli dengan mengepal tangannya begitu erat. Tangan nakal Vino perlahan membuka kancing piyama yang dikenakan oleh Lea, hingga memperlihatkan tubuh Lea hingga bagian perut.
Lea menunduk dirinya yang sudah setengah terbuka, kemudian menatap Vino dengan menggigit bibir bagian bawahnya.
"Apa kamu siap?" tanya Vino memastikan.
Sedikit lama menunggu jawaban dari Lea yang sepertinya masih ragu. Namun pada akhirnya ia memberi anggukkan dan membuat Vino tak segan melucuti piyama atasan Lea hingga jatuh ke lantai, meninggalkan pembungkus bagian indah milik Lea.
Bibir Vino mulai mencumbu Lea, memberi kesan penasaran karena tak terlalu melumatnya. Tangannya sudah melingkari tubuh Lea dan melepas kaitan bra milik istri kecilnya, hingga kedua bentuk indah itu dapat dilihat dengan sempurna oleh Vino.
Tangan Lea menutupi kedua bagiannya karena malu. Vino hanya tersenyum dan kembali mencumbu bibir Lea, ingin membuat Lea nyaman hingga rasa takutnya hilang.
"Vino," panggil Lea.
"Hmmm? Kenapa? Ada yang membuatmu tidak nyaman?"
Lea menggeleng. Kemudian menjinjitkan kakinya, menarik tengkuk Vino dan mencumbu bibir Vino sedikit rakus. Vino menikmatinya, ia senang karena sang istri sudah memperlihatkan rasa inginnya untuk mencoba bercinta.
Vino mengangkat tubuh Lea dan membawanya ke atas ranjang. Ia merebahkan tubuh Lea di sana, melepas pagutan mereka. Ciuman Vino menurun ke leher, kemudian tak lupa ia mengecupi bagian indah milik Lea, di sisi kiri. Sementara sisi kanan milik Lea ia remas dengan lembut membuat tangan Lea juga meremas, dibagian bahu Vino.
Sudah merasa puas bermain di sana, Vino kembali menjelajahi tubuh Lea hingga ke bagian pusar. Tangannya sudah memegang celana Lea, namun ia belum sempat melepaskannya. Vino menengadah, melirik pada Lea.
"Lanjutkan, Vin," ucap Lea memberikan lampu hijau untuk Vino melanjutkan aksinya.
Kedua tangan Vino berusaha melepaskan celana Lea dan tidak membiarkan sehelai kain pun menutupi liang yang diimpikan setiap kaum Adam. Kali ini Vino yang menelan salivanya, merasakan kepemilikannya sudah mengeras dan menggerutu dibalik boxer celana pendek yang ia pakai. Ia mengerjap, menuntaskannya hingga membuat Lea tak berbusana sama sekali.
Lea memilih duduk dan melipat kakinya untum menutupi kepemilikannya. Sementara Vino juga tak kalah ingin menunjukkan miliknya yang hebat dan akan membuat Lea menggila di atas ranjang.
Kini keduanya sudah naked, menujukkan gairah yang sudah tak terbendung lagi. Vino melangkah maju mendekat pada Lea. Tangannya meraih kepala Lea, memberikan isyarat kepada Lea untuk memberikan pelumas pada kepemilikannya.
Lea melihatnya, seperti ada rasa takut namun juga penasaran, membuat Lea masih diam memperhatikan bentuk dan ukuran yang akan menjadi kesaktian Vino malam ini.
Mulut Lea mendekat dan ia mulai memainkannya, memberikan kenikmatan yang menjadi hal pertama dalam hidup Vino, menyalurkan hasrat dengan seorang wanita yang sudah sah menjadi istrinya.
Desahan Vino menandakan kalau ia menikmati permainan Lea yang luar biasa.
"S—sudah, Lea. Stop sampai di sini," pinta Vino agar Lea melepaskannya. Tangan Vino mendorong bahu Lea dan membuat Lea kembali terlentang.
Tidak lagi meminta izin, Vino seperti menyusup memberikan kecupan di bagian intim milik Lea dengan lidahnya yang membuat Lea geli serta mengerang karena tak kuasa menahan kenikmatan yang diberikan oleh Vino.
"Keluarkan saja, jangan malu," pinta Vino.
Tak lagi memikirkan rasa malunya. Suara desa dan erangan Lea membuat kamar itu bising dan semakin meningkatkan gairah Vino untuk segera mencapai kebagian yang sudah dinantinya sejak tadi.
"V—vin …," panggil Lea, nadanya mendesah.
"Hmmm?" gumam Vino meresponnya, namun ia asih asyik berada di sana.
"A—aku … ingin mencobanya," ucap Lea.
Vino menengadah, menoleh pada Lea yang terlihat sudah tidak sabar.
"Kamu … siap?"