Chereads / Dabanetcher / Chapter 18 - Kecerobohan

Chapter 18 - Kecerobohan

"Kita berhenti di dekat sungai untuk mencari persediaan makanan!"

Austin memutuskan untuk kembali berhenti setelah melakukan perjalanan selama empat hari sejak hujan lebat. Kuda-kuda mereka butuh istirahat dan mereka juga harus istirahat segera. Kalau saja Lou Och tidak merengek merasa pegal siang ini, Austin jelas tidak mau beristirahat di siang bolong yang begitu terik. Dia akan memilih berhenti di malam hari.

"Papa bolehkah aku mandi?" tanya Lou Och begitu kereta mereka sampai di dekat sungai. Tidak jauh dari tempat mereka berhenti, sebuah air terjun tampak begitu indah. Dedaunan hijau yang rimbun tersiram percikan air dari sungai atas setinggi sembilan meter tersebut.

"Boleh," jawab Austin dan menuntun putranya keluar dari kereta. Bukan karena Lou Och tidak bisa turun sendiri dari kereta, tapi karena remaja berambut karamel itu akan melompat turun tanpa peduli kekhawatiran seorang Austin. Hal tersebut membuat Austin menuntun putranya dibanding melihat aksi akrobat yang menegangkan.

"Ziu awasi Lou Och!" titahnya pada jendralnya. Ziu mengangguk takzim dan berjalan cepat mengikuti tuan mudanya yang sudah berlari mendekat pada sungai. Para kuda juga dimandikan agar mendapat kesegaran sehingga perjalanan selanjutnya bisa terlaksana dengan baik.

Ziu mengamati sungai yang tampaknya sangat dalam. Hal tersebut dapat ia simpulkan dari betapa gelap warna air yang terlihat oleh matanya. Dia lantas melirik pada tuannya yang tengah melepas baju luar dengan wajah sumringah. Bersiap melaporkan yang ia ketahui agar tuannya tidak tenggelam.

"Tuan, sepertinya sung ..."

Lou Och melompat masuk ke dalam sungai, hal tersebut disambut pekikan kaget oleh Ziu dan beberapa pengawal lain yang melihatnya. Austin tidak tahu apa yang terjadi dan memilih memerintah prajuritnya mencari bahan pangan. Ziu yang panik segera menyusul masuk sungai.

"Tuan baik-baik saja?" tanya Ziu panik. Sungai tersebut begitu dalam sampai kaki jenjang Ziu tidak mampi mencapai dasarnya. Dia membawa Lou Och ke pinggir sungai.

Wajah panik Ziu mencari keberadaan rajanya yang duduk ditemani jendral lainnya. Bagus. Rajanya tidak melihat putranya hampir saja tenggelam. Dia tidak akan mendapat hukuman atas kecerobohannya menjaga Lou Och.

"Kenapa dalam sekali?" keluh Lou Och. Wajahnya masih syok mendapati tubuhnya yang seperti tertarik masuk ke dalam air tanpa bisa mencapai permukaan air. Bahkan kakinya tidak menapak dasar air sama sekali. Betapa dalam sungai yang baru saja ia masuki.

"Sebaiknya tuan mandi di pinggiran sungai saja," usul Ziu yang tidak kalah syok. Baru kali ini dia melihat sungai yang sedalam ini. Biasanya sekalipun dalam dia bisa melihat bebatuan di dasar sungai, berbeda dengan sekarang.

"Itu menakutkan, aku tidak mau mandi," ujar Lou Och ketakutan. Dia memilih segera berganti pakaian daripada harus tenggelam di sungai mengerikan ini.

"Kamu sudah selesai mandi?" tanya Austin melihat tubuh putranya yang basah kuyup dibalut kain kering.

"Sungainya dalam sekali, papa. Lou Och takut untuk mandi di sana. Tadi, aku hampir tenggelam. Beruntung paman Ziu menyelamatkanku segera," cerita Lou Och sembari menggigil kedinginan.

Austin yang mendengarnya melirik tajam pada Ziu. Betapa ceroboh jendral mudanya itu. Yang diberi tatapan setajam katana hanya menunduk sembari merapal doa agar hari ini dia bisa selamat dari amukan tuannya.

"Ganti bajumu, sayang. Setelah itu kita makan siang," tutur Austin membuat Lou Och mengangguk dan segera berganti baju. Ziu masih berdiri mematung di tempatnya.

"Jangan ceroboh lagi. Kedepannya kita bertemu negeri lain yang tak akan segan membunuh Lou Och kalau kamu lengah," ujar Austin memperingati.

"Baik, Yang mulia. Maaf atas kecerobohan hamba," ujar Ziu dengan begitu takzim. Austin mengangguk saja dan memperhatikan para prajuritnya bergerak menyiapkan makan siang serta mengisi perbekalan. Perjalanan mereka sudah hampir usai. Mungkin tujuh hari lagi bisa sampai di tempat tujuan.

"Yang mulia, kami menemukan buah-buahan yang melimpah. Apakah yang mulia ingin buah tersebut untuk perbekalan?"

"Bawa itu untuk makanan selama dua hari. Pastikan itu buah yang aman dimakan," ujar Austin dan segera dilaksanakan oleh para prajuritnya. Dua jendralnya tampak berjaga di sekitar untuk memantau keadaan. Lou Och sepertinya belum selesai berganti pakaian, jadi dia memilih kembali duduk dengan tenang menunggu sang putra.

Suara berisik dari arah semak membuat Austin berdiri. Cukup terkejut saat mendengar suara gedebuk yang keras. Ziu dan Eri melangkah cepat mencari tahu apa yang terjadi. Tapi, dua jendral tersebut dikejutkan oleh kehadiran Lou Och yang mendadak muncul dari semak-semak sembari menangis.

"Ada apa sayang?" tanya Austin dengan panik. Dia bahkan tidak sadar bahwa tadi Lou Och memilih berganti pakaian di balik semak-semak. Dia pikir Lou Och masuk ke dalam kereta kuda untuk berganti pakaian di situ.

"Kepalaku terkantuk buah kelapa!" adunya menunjuk kepalanya yang terkena buah kelapa.

Ziu dan Eri sontak memalingkan wajah menahan tawa. Bagaimana bisa Lou Och mendapat nasib sial seperti itu? Bahkan para prajurit yang juga tengah mencari buah di dalam hutan tidak ada yang mengeluh kejatuhan kelapa atau buah lain. Benar-benar ajaib sekali.

"Ampuni hamba, Yang mulai!"

Seruan itu mengejutka mereka berempat. Derap kaki para prajurit yang bertugas mencari perbekalan mendekat lantas serempak bersimpuh di hadapan Austin. Yang diajak bicara diam dengan wajah keheranan.

"Ada apa?" tanya Austin tidak bisa menyembunyikan wajah keheranannya.

"Kami dengan ceroboh menjatuhkan buah kelapa dari pohon, sehingga buah tersebut mengenai kepala tuan muda. Ampuni kecerobohan kami, Yang mulia!"

Austin hampir menyemburkan gelak tawa mendengar akar permasalahan yang menimpa putranya. Dia juga bingung harus melakukan apa. Karena Lou Och ikut andil dalam kecerobohan ini. Prajuritnya juga salah karena begitu teledor membiarkan Lou Och masuk ke semak-semak tanpa pengawalan.

"Lou Och kamu baik-baik saja kan?" tanya Austin akhirnya mampu menahan gelak tawa.

Yang ditanya mengangguk meski bibirnya mempout merasa jengkel tertimpa buah keras berisi air tersebut. Ingin sekali memukuli si pelaku tapi tidak bisa. Dia bukan bocah nakal yang tidak tahu etika. Meskipun sebenarnya dia berhak menghukum tapi dia merasa tidak perlu melakukan itu.

"Lou Och baik-baik saja, tapi kalian harus berhati-hati lain kali. Bukan hanya para prajurit, dua jendral terhormat pun harus hati-hati. Yang kalian jaga saat ini bukan seorang pengangguran, tapi seorang pemimpin negeri. Kalau Lou Och terluka kalian mengerti, 'kan dampaknya?"

Mereka yang ada di hadapan Austin mengangguk dengan takzim. Mereka sejak awal memang banyak melakukan kesalahan, tapi karena itu sepele Austin memaafkannya. Hanya saja rupanya semakin lama mereka semakin menyepelakan semua hal membuat keselamatan putranya terancam.

"Ziu, kamu seorang jendral yang aku pilih untuk menjaga Lou Och. Jangan sampai kamu mengecewakan rasa percayaku kepadamu," tutur Austin membuat Ziu kembali dilanda rasa bersalah.