"Ben, sebenarnya apa hal yang membuat kamu ingin menikah dengan ku?"
Lexi masih merasa sangsi dan tidak memiliki kepercayaan ketika Ben menjelaskan alasan memilih menikah dengan Lexi. Dengan mengungkit janji yang pernah mereka buat ketika keduanya masih duduk di sekolah menengah, yang menurut Lexi hanyalah bualan anak bau kencur semata.
Ben memang mengatakannya dengan penuh keyakinan, sehingga Lexi dapat mempercayai ucapan Ben dan membiarkannya menikah dengannya. Tapi di lain sisi, Lexi merasa jika Ben memberikan getaran yang tidak dapat Lexi mengerti kenapa dia harus merasakannya ketika bersama dengan Ben.
Mungkinkah Ben juga merasakan hal sama seperti yang Lexi rasakan sekarang, jelas perasaan Lexi perlahan berubah dan menjadi berbeda sejak hari di mana Ben mengajak nya menikah.
"Alasan, kita sudah membahas tentang hal ini Lexi dan aku juga sudah menjelaskan nya berulang kali kepadamu."
Lexi menundukkan kepala mendengar jawaban yang keluar dari mulut Ben, yang sudah dia ketahui sejak awal. Apakah salah jika Lexi memiliki harapan jika Ben memiliki perasaan lebih kepadanya. Bagaimanapun juga ini adalah sebuah pernikahan yang melibatkan perasaan di antara mereka berdua, yang akan mereka jalani seumur hidup hingga akhir hayat.
Tapi sepertinya Lexi terlalu banyak berharap berpikir terlalu jauh.
"Tidak, aku sangat paham dan mengerti. Hanya saja aku masih ragu, apakah benar kamu menikahi aku karena sebuah janji yang kita berdua buat belasan tahun yang lalu."
Ben seolah melihat banyak harapan di mata Lexi yang menatapnya saat ini. Dia ingin mengatakan sesuatu kepadanya dengan mulut yang terbuka dan akan mengatakan sesuatu. Akan tetapi, Ben menelan kembali kata-katanya dan memilih untuk tidak berbicara tentang hal itu.
"Tentu saja karena hal itu. Lexi, apa kamu masih meragukan keyakinan aku kepadaku. Saat ini kita berdua sudah menikah dan itu semua sudah menunjukkan jika aku serius dengan janji yang pernah aku dan kamu buat dahulu. Lagi pula kamu adalah orang yang sangat tahu seperti apa kepribadian ku, aku bukan tipe orang yang akan ingkar janji dengan hal yang pernah aku katakan," jelas Ben.
"Benar seperti itu."
Ben menganggukkan kepada, "Ya…"
Lexi tidak tahu kenapa dia harus merasa kecewa dengan jawaban yang Ben berikan kepadanya, seolah jawaban yang Ben berikan kepadanya tidak memuaskan sama sekali untuknya. Lexi sekarang paham, jika sepertinya dia tidak harus banyak berharap dengan Ben.
Mereka berdua menikah atas kesepakatan bersama dan bukan karena sebuah paksaan semata. Jadi sudah seharusnya Lexi menerima semuanya dengan perasaan hati yang lapang dan apa adanya. Dia tidak bisa banyak berharap tentang sebuah perasaan romantis di antara mereka berdua.
Hubungan mereka sudah menjadi terikat dengan erat saat ini dengan status pernikahan, Lexi adalah seorang istri dan Ben adalah seorang suami. Hubungan seumur hidup yang di ucapkan dengan janji di depan Tuhan.
***
Ben sebenarnya sudah memiliki rumah sendiri sehingga Lexi dan Ben dapat langsung menghuni nya setelah menikah. Tetapi karena permintaan dari orang tua Lexi yang memaksa mereka berdua untuk tinggal lebih lama lagi di rumah mereka setelah beberapa hari sejak pernikahan Lexi dan Ben di selenggarakan.
Keduanya terpaksa menunda kepindahan mereka demi memenuhi keinginan kedua orang tua Lexi, yang ingin tinggal lebih lama dengan anak perempuan mereka. Ben sebenarnya sangat mengerti dengan keinginan orang tua Lexi.
Karena selama ini Lexi sendiri memang sangat jarang sekali menghabiskan waktu di rumah. Kebanyakan waktu yang perempuan itu miliki di habiskan untuk belajar tentang kedokteran dan mengabdi kepada masyarakat.
Jadi tidak heran jika mereka ingin menahan Lexi lebih lama di rumah setelah menikah.
Hari ini total sudah satu minggu sejak Ben dan Lexi mengucapkan janji suci mereka kepada yang Maha Kuasa. Sudah waktunya bagi mereka untuk pindah ke rumah yang sudah Ben siapkan dan meninggalkan kediaman kedua orang tua Lexi.
Dapat terlihat dari wajah cemberut Mamah Lexi sekarang, saat melihat Lexi dan Ben keluar dari kamar Lexi dengan menarik beberapa koper. Wanita paruh baya tersebut sepertinya masih belum rela melihat Lexi meninggalkan rumah.
"Apakah kalian tidak bisa tinggal lebih lama lagi di sini," pinta Mamah Lexi.
"Mamah mulai besok `kan Lexi dan Ben sudah kembali bekerja. Rumah ini terlalu jauh dari tempat kerja kami dan rumah Ben lebih dekat dengan Rumah Sakit dan Kantor Ben," Jelas Lexi.
Entah berapa kali Lexi sudah menjelaskan hal tersebut kepada Mamah, tapi seolah Mamah tidak pernah mendengarkan ucapan Lexi dan berulang kali menanyakan hal yang sama. Mamah sangat enggan melihat anak perempuannya serta menantunya pergi dari rumah dan memilih mandiri dengan tinggal berpisah dari mereka.
Ben memang sengaja membeli rumah dengan letak yang sangat strategis, di mana lokasinya dekat dengan Rumah Sakit tempat Lexi bekerja dan Perusahaan Ben juga bekerja. Rumah tersebut Ben beli tepat setelah Lexi menerima ajakan menikah darinya.
Selama ini Lexi sering kali mengeluh kepadanya, tentang jarak antara rumahnya dan Rumah Sakit yang cukup jauh dan memakan banyak waktu di perjalanan. Karena terkadang Lexi selalu memiliki panggilan darurat, hal ini sangat menghambat nya untuk sampai di Rumah Sakit dalam waktu yang singkat.
Memikirkan tentang keluhan yang selalu Lexi ungkapkan kepada Ben, dia berinisiatif untuk membeli rumah sebagai tempat tinggal mereka berdua di dekat tempat Lexi bekerja. Dengan begitu Lexi tidak akan membuang banyak waktunya untuk sampai di Rumah Sakit.
"Kamu sendiri jarang sekali menghabiskan waktu di rumah dan selalu sibuk di Rumah sakit. Sekarang ketika kamu menikah kamu juga harus meninggalkan rumah, Mamah sedih karena tidak bisa menghabiskan banyak waktu bersama dengan anak perempuan kamu," ucap Mamah dengan nada sedih.
Lexi menjadi merasa bersalah, karena kesibukan nya Mamah jadi merasa kesepian. Lexi yang selalu sibuk dengan studi dan pekerjaannya, memang jarang sekali menghabiskan waktu di rumah.
"Mamah `kan masih bisa bermain ke rumah Lexi dan Ben nanti atau kami yang akan datang ke sini ketika kita berdua memiliki waktu libur. Lagi pula, jarak antara rumah ini dan rumah kami juga tidak jauh Mamah. Hanya setengah jam."
Mamah mendengus kesal dengan ucapan Lexi yang sebenarnya benar. Dia ingin menahan mereka berdua untuk tinggal lebih lama di sana, tapi sepertinya Mamah tidak mempunyai alasan yang kuat untuk terus menahan mereka untuk tetap tinggal satu atap dengannya.
"Mamah jangan cengeng begitu deh, seperti anak kecil saja. Sudah sepantasnya dan seharusnya anak yang sudah menikah untuk tinggal terpisah dari kedua orang tuanya. Mau Mamah menahan mereka lebih lama pun, Lexi dan Ben juga akan tinggal terpisah dengan kita dalam waktu cepat atau lambat," terang Papah Lexi seraya mengambil bahu sang istri.