"Jam pulang kamu seperti biasanya?"
Ben dan Lexi pergi bersama untuk berangkat kerja pagi ini menggunakan mobil Ben. Karena Rumah Sakit dan Kantor Ben searah, Lexi memilih untuk tidak menggunakan mobilnya dan pergi bersama dengan Ben.
Drama tadi malam berakhir dengan Lexi tidur pada dini hari dalam pelukan Ben. Setelah banyak upaya yang Ben lakukan seperti membuatkan susu, mengelus pundak, hingga menjelaskan sebuah cerita kepada Lexi layaknya dongeng.
Karena hari ini Lexi memiliki jadwal kerja pagi hari, keduanya memutuskan untuk berangkat bersama. Meninggalkan mobil Lexi di rumah, jarak antara rumah dan tempat kerja Lexi dan Ben tidak terlalu jauh. Hanya memakan waktu sepuluh menit lamanya.
Sehingga Lexi tidak perlu merasa khawatir terlambat datang ke rumah sakit akibat jalan yang kemungkinan besar akan macet, karena banyaknya aktivitas yang di lakukan oleh banyak orang di pagi hari.
"Ya, tapi aku masih mempunyai seminar di sore hari. Jadi jangan datang menjemput ku nanti, aku akan pulang menggunakan taksi saja."
"Aku juga sebenarnya mempunyai janji pertemuan dengan klien di sore hari. Mungkin kita masih bisa pulang bersama, hubungi aku kapan seminar kamu selesai."
Awalnya Ben akan meminta Lexi untuk tidak menunggunya dan pulang menggunakan taksi, karena Ben masih harus bertemu dengan beberapa klien di sore hari. Tapi jika Lexi juga masih memiliki keperluan di Rumah Sakit, mereka masih bisa pulang bersama.
"Oke, nanti aku akan mengabarimu."
Mobil yang Ben kendarai masuk ke dalam area Rumah sakit, setelah mobil tersebut berhenti tepat di depan lobby. Lexi segera melepaskan safety belt-nya, berpamitan kepada Ben, dan keluar dari mobil.
Namun, gerakan Lexi terhenti dengan tangan memegang pegangan pintu mobil. Karena benda basah yang menghampiri pipi putihnya secara tiba-tiba membuat Lexi terdiam mematung di tempat. Menatap kaget Ben, sebagai pelakunya.
"Jangan terkejut seperti itu, mulai sekarang kamu harus terbiasa dengan hal ini karena di masa depan akan ada lebih banyak lagi ciuman perpisahan di pagi seperti ini." Ben tertawa kecil melihat wajah Lexi yang sangat manis.
Mengacak rambut istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Lexi masih terdiam dan memandang Ben penuh dengan raut kebingungan di wajah. "Ben―"
"Lexi kamu tidak ingin segera keluar dan masuk ke dalam Rumah Sakit untuk pergi bekerja?" potong Ben.
"―oh ya."
Masih dengan wajah penuh kebingungan Lexi keluar dari mobil Ben dengan langkah perlahan. Mobil yang Ben kendarai meninggalkan Lexi yang masih terdiam di tempat sambil menatap mobil suaminya dengan mata tidak berkedip.
Barusan apa yang Ben lakukan kepadanya, kenapa Lexi tidak bisa berkata-kata dan tidak melawan tindakannya. Justru membiarkannya begitu saja, Lexi serasa menjadi orang bodoh di depan Ben tadi.
Bagaimana bisa Lexi tidak memberikan reaksi apapun kepada pria itu dan hanya diam saja seperti tadi.
"Aku pasti sudah gila, gila!"
Dari luar Lexi memang terlihat seperti mengutuki Ben atas tindakannya barusan, tetapi di dalam hatinya Lexi sendiri merasa sangat senang. Hingga membuatnya ingin melompat dan berteriak dengan kencang karena perasaan bahagia.
Lexi tidak pernah tahu jika ternyata Ben bisa bersikap romantis seperti itu. Memberikan salam perpisahan dengan mencium pipinya, meski Lexi sebenarnya ingin Ben melakukannya di bagian wajahnya yang lain seperti bibir contohnya.
Belum lagi semua itu di akhiri dengan elusan pelan di rambutnya, Lexi bahkan merasa jika dirinya seperti di anggap peliharaan yang imut dan menggemaskan oleh Ben. Entah mengapa dia berpikir semacam itu, karena melihat pandangan mata Ben kepadanya tadi. Sampai Lexi berpikiran begitu.
"Apa yang gila?"
Lexi yang sibuk dengan pikirannya terkesiap seketika saat ada suara di dekatnya tanpa di sadari. Melirik pada sang pelaku dengan tampang tidak bersalah nya dengan mulut mengemut lolipop dengan rasa susu.
Wajah tampan nya seketika menjadi sia-sia karena permen yang menyangkut di mulutnya tersebut.
"Jay, bisakah kamu datang dengan mengucapkan salah atau apapun itu. Kamu membuat ku terkejut tahu," delik Lexi kesal seraya berjalan masuk ke dalam Rumah Sakit di ikuti dengan Jay yang segera menyusul di sebelah nya.
"Hei, jangan marah begitu. Lagi pula salah kamu sendiri, kenapa bengong di depan pintu masuk seperti itu."
"Aku tidak bengong, hanya sedang merenungkan sesuatu di sana," sangkal Lexi tidak membenarkan tebakan Jay.
"Apapun itu, aku sudah berada di dekat kamu sejak tadi saja kamu tidak menyadarinya."
Lexi memutar bola matanya malas, meski dia tahu jika yang di katakan oleh Jay pasti ada benarnya juga. Sepertinya dia terlalu masuk ke dalam pikirannya hingga tidak menyadari keadaan sekitar.
Itu semua karena ulah Ben di dalam mobil sebelumnya, hingga membuat Lexi menjadi seperti sekarang. Apalagi melihat wajahnya yang tersenyum bahagia sambil mengucapkan selamat tinggal seperti tadi. Membuat jantung Lexi menjadi tidak sehat dan pikirannya menjadi gila.
Lexi sendiri tidak mengerti kenapa dia memiliki reaksi seperti ini tentang perlakuan Ben tadi kepadanya. Itu bukan pertama kalinya Lexi memiliki skinship dengan Ben, tapi entah kenapa rasanya sangat berbeda di bandingkan yang terjadi di masa lalu.
"Mungkin itu karena kamu terlalu transparan hingga aku tidak menyadari keberadaan kamu di dekatku."
Jay menatap Lexi tidak percaya atas ucapan yang barusan perempuan itu katakan. Transparan, jadi maksud Lexi dia tidak terlihat dan memasuki matanya. Jay merasa harga dirinya terluka, dengan predikat sebagai salah satu Dokter paling tampan di Rumah Sakit ini.
"Dengan wajah se-tampan ini kamu bilang aku transparan, Lexi sadarlah dan lihat. Ada berapa banyak wanita yang mengejar-ngejar aku setiap harinya dan meminta aku untuk menjadi kekasih mereka. Kamu sangat keterlaluan mengatakan aku transparan, kamu harus segera memeriksakan matamu itu ke Dokter mata segera."
"Kenapa kamu sangat kesal hanya karena aku memanggil kamu sebagai makhluk yang transparan." Lexi menghentikan langkahnya memandang Jay yang melihatnya dengan wajah penuh kesal dan keluhan.
"Pokoknya aku kesal."
Dengan wajah garang Jay kembali memasukkan permen ke dalam mulutnya, kemudian melewati Lexi dan berjalan terlebih dahulu meninggalkan Lexi di tempat memandang pria yang baru saja pergi tersebut dengan heran.
Sikap Jay yang selalu kekanak-kanakan seperti ini sudah bukan menjadi hal yang tabu lagi untuk Lexi. Terlihat jelas dari Jay yang sangat suka mengemut permen lollipop di mulutnya, menandakan bagaimana sifat sebenarnya dari Jay.
"Heran, punya teman cowok ambekan banget," keluh Lexi berjalan cepat untuk menyusul Jay yang sudah jalan jauh di depannya.
"JAY, MINTA PERMENNYA," seru Lexi keras hingga membuatnya menjadi perhatian orang yang berada di sekitarnya.
Mungkin mereka merasa bingung karena ada seorang wanita cantik berteriak di Rumah Sakit sambil meminta permen.