Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

LOVE REVENGE

🇮🇩BieZee02
--
chs / week
--
NOT RATINGS
15.8k
Views
Synopsis
Sejak kematian istri tercintanya. Revin lebih banyak diam. Dan kepribadiannya berubah menjadi 180 derajat. Ia selalu saja memikirkan siapa orang yang sudah berani-beraninya membunuh istrinya ini, Maya. Entah kenapa ia malah jadi curiga pada pengasuh Omanya ini. Karna memang sebelum kematian istrinya, Riri pengasuhnya itu meminta izin untuk tidak bekerja dahulu. Dengan alasan yang menurutnya klasik. Dan untuk membuktikan kecurigaannya itu Revin memutuskan untuk menikahinya. Lagi pula ia juga penasaran pada gadis desa yang merantau ke kota itu. "Seratus juta cukup untuk kamu mengakui semuanya?" tanya Revin menatapnya secara lekat. Ia geram sekali ketika pengasuh Omanya ini terus saja tidak mengakui kesalahannya. "Maaf Tuan. Saya tidak salah di sini. Dan lagi pula saya tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kematian, Nyonya Maya." "Baiklah dengan begitu berati kamu sudah menyerahkan tubuhmu padaku!"
VIEW MORE

Chapter 1 - Rencana Awal!

Suara sepatu pantofel yang saling berbenturan satu sama lain dengan lantai marmer. Mampu menggemakan ruangan ini.

Sorot mata yang menajam, tubuh tegap nan gagah. Pahatan wajahnya yang nyaris sempurna. Begitu tampan Juga mempesona.

Setiap orang yang melihatnya sudah pasti akan jatuh hati. Siapa lagi lelaki itu jika bukan, Revin Renaldi, seorang duda yang baru saja ditinggal oleh istri tercintanya, Maya.

Akibat kecelakaan.

Ketika ingin pulang dari perusahaannya tengah malam. Dan Maya ini adalah sosok pemimpin yang sama seperti dengan dirinya.

Maya bisa mengalami kecelakaan karna ada orang yang tidak bertanggungjawab membuat

rem mobilnya blong. Dan Revin masih sampai sekarang belum bisa menemukan siapa orang yang sudah melakukan hal itu.

Tetapi, entah kenapa Revin jadi curiga kepada Pengasuh Omanya. Lebih baik ia langsung menyelidikinya. "Cepat!! Panggilkan pengasuh Oma itu dan bawa ke ruangan saya." Raut wajah yang datar dan suara yang berat. Melangkahkah kakinya masuk ke dalam ruangannya.

"Baik Tuan. Dan saya akan segara panggilkan." jawab Bodyguard tersebut yang mengikutinya tadi dan menurunkan punggungnya sejenak. Lalu ia menjalankan perintah Revin barusan untuk memanggil pengasuh Omanya yang memang tinggal bersamanya.

Waktu dirinya menikah dengan Maya. Omanya meminta untuk tinggal bersama. Karna memang Omanya ini sangat sayang sekali pada Maya.

Dan sangat terpukul sekali ketika mendengar kabar yang sangat mencengangkan dan tidak menyangka sekali.

Revin langsung saja duduk di atas kursi putarnya. Dengan kaki yang diangkat ke atas. Dan juga alis terangkat satu ketika dirinya sedang berpikir.

Revin bergumam. Mengelus dagunya sejenak, "Sepertinya sasaran gue tepat. Dan gak akan melesat lagi bahwa dialah orangnya."

Kemudian, Revin kembali mengingat bukti yang ia dapatkan. "Apalagi dalangnya itu ternyata Perempuan. Masih muda dan memiliki tanda lahir di dahinya."

"Ah, Sayangnya...." desah Revin yang memberhentikan ucapannya. Dan kembali melanjutkan. "Itu hanya ciri-ciri besar saja. Dan tidak dapat terdeteksi dengan jelas. Sehingga gue harus berusaha keras seperti ini."

"Sepertinya dia bukan orang biasa." Mengepalkan kedua tangannya dengan sorot mata yang lurus.

"Gue harus benar-benar selidikin dia. Karna gue gak sengaja pernah melihat tahi lalat yang di dahinya itu." Revin mengucapkannya dengan nada yang rendah dan serius.

Tok... Tok... Tok...

Pikirannya langsung saja buyar dan terpecah belah ketika mendengar suara ketukan pintu yang berasal dari luar.

Revin yang tersadar. Menatap sejenak ke arah pintu. Dan membenarkan posisi duduknya. "Masuk!!"

Suara yang melantang. Dan Ruri yang

mendengarnya langsung saja jantungnya ini berdebar tak karuan. Kegugupan yang mulai melanda dirinya.

Wajah yang cemas dan napas yang sedikit tidak beraturan. Tetapi ia langsung saja menetalisirkannya dan secara perlahan membuka pintu ruangan kerja Revin.

Menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dan menutup pintunya sejenak. Lalu ia mulai mengangkat kepalanya. "Selamat malam Tuan. Maa—"

"Duduk." Dengan cepat Ruri menganggukkan kepalanya. Dan cepat mengikuti perintah dari Revin.

Ruri menampilkan senyumnya sedikit, "T-teri-terima—"

Prok... Prok...

Ruri sedikit terkejut ketika tiba-tiba saja Revin malah menepukkan kedua tangannya secara bersamaan. Ia mengira dirinya ini telah melakukan kesalahan.

Lalu Ruri menengokkan kepalanya ke arah belakang. Waktu mendengar suara pintu yang dibuka dan ternyata itu adalah dua bodyguard berwajah menyeramkan masuk ke dalam ruangannya ini.

Dalam hatinya ia merasa bahwa Revin ini sangat hebat. Dan dirinya ini benar-benar kagum karna hanya

sebuah tepukan saja sudah bisa langsung menandatangkan dua bodyguard sekaligus.

"Apa yang harus saya lakukan?" tanya bodyguard tersebut yang berada di sisi kanan Ruri.

"Kamu cari indentitas lengkap tentang dia." tunjuk Revin yang membangkitkan tubuhnya.

"Dan kamu. Tolong singkirkan rambutnya yang berada di dahinya itu." Ruri menelan salivanya dengan susah payah serta membulatkan kedua bola matanya lebar.

Dalam hatinya ia berkata, 'Aku ini ingin diapain sekarang?'

"Diam jangan bergerak. Saya akan menggunting rambut yang menghalangi dahi—"

"Jangan!!!" cegah Ruri cepat. Dan itu membuat sorot mata mereka semua mengarah ke dirinya.

Termasuk dari Revin yang menyipitkan kedua bola matanya dan menyilangkan tangannya di bawah dada.

Ia merasa curiga. Ketika Ruri mencegahnya barusan. "Lanjutkan saja."

Bodyguard tersebut menganggukkan kepalanya. Dan kembali mendekat ke arah Ruri. Dengan tangan yang sudah saling bersiap.

"Mak-maksudnya. Kalian jangan main potong-potong rambut saya!" Jelas Ruri yang menatap ke arah mereka semua secara bergantian.

Kemudian ia kembali melanjutkan kembali ucapannya. "Rambut saya kotor belum dicuci selama seminggu."

Revin yang mendengar hal seperti itu sontak menjauhkan dirinya serta wajahnya juga. Menatap menjijikan para Ruri.

Ruri yang ditatap seperti itu hanya bisa tersenyum tipis dan menahan malu. "Memangnya Tuan ada apa memanggil saya ke sini?"

"Apa saya ada kesalahan dalam mengurus Oma?" tanyanya. Pasalnya ia tidak pernah sama sekali dipanggil oleh Revin dengan cara yang seperti ini.

"Atau memang—"

"Pergi!" Revin memotong ucapannya. Dan menampilkan raut wajah yang datar serta dingin.

"Jorok." Maki Revin yang sempat memutar kedua bola matanya secara bersamaan. Dan juga langsung saja melangkahkan kaki keluar dari dalam ruangannya itu dan menuju kamarnya.

Tetapi saat Revin ingin menaiki anak tangga tidak sengaja manik matanya bertemu pada Omanya yang sedang duduk di kursi roda menatapnya dengan rasa kasihan.

Revin menatapnya secara datar. Dan mengatakan. "Tidak Oma!!"

"Aku tidak ingin. Apa itu semua belum cukup jelas bagi Oma??!" sarkasnya dengan menggelengkan kepalanya cepat. Revin sudah tau apa maksud dari tatapan Omanya barusan.

"Oma bukan ingin mengajak kamu makan malam lagi bersama rekan Oma." Jelas Triya agar Revin tidak salah paham lagi dengannya.

"Tetapi...."

"Aku capek." Memasukkan kedua tangannya di dalam kantong celana dan melanjutkan kembali langkahnya.

"Kamu akan menyesal jika tidak ingin mendengarkan Oma tentang hal ini!!!" Triya tiba-tiba saja mengucapakannya dengan nada yang meninggi.

Dan balasan dari Revin hanya mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.

Ketika berada dipijikkan terakhir untuk mencapai atas Omanya ini berkata. "Ini tentang kematian istri kamu!"

Revin yang mendengarnya. Mendadak menghentikan langkahnya. Memejamkan matanya sejenak dengan kedua tangan yang tanpa sadar mengepal.

Lalu memutarkan badannya menghadap ke arah Omanya. "Sudahku katakan!! Jangan pernah ikut campur!!!"

"Ini urusanku Oma!! Dan Maya adalah istriku!" pekik Revin yang memang tidak ingin ada orang yang mencampuri hal itu. Dan ia tidak akan segan-segan memarahinya.

"Jangan pernah berusaha mencari tahu tentang itu juga!!"

Mengeraskan suaranya. "Aku tidak suka Oma!!"

"Biarkan aku saja yang mencarinya. Dikira aku tidak bisa gitu." gerutunya dengan emosi yang memang benar-benar Revin tahan agar tidak meluap ke Omanya.

Revin langsung saja melangkahkan kakinya secara cepat ke arah kamarnya. Dan membanting pintunya dengan sangat kencang. Sehingga menimbulkan suara yang kuat serta keras.

'Brak!!'

Mendongakkan kepalanya ke atas dan kedua tangan yang bertolak di pinggangnya. Berusaha mengatur emosinya dengan memejamkan matanya sejenak dan memang mudah sekali memuncak ketika ada yang membahas soal kematian istrinya.

"Aku harus cari secepatnya!!!" Menggemeletukkan giginya dengan pandangan yang lurus.

***