Chereads / LOVE REVENGE / Chapter 9 - Harus Menurutinya?

Chapter 9 - Harus Menurutinya?

Ruri sekarang sedang berada di kamarnya. Memikirkan ucapan Oma Triya barusa. Dan itu sangat menganggu pikiran serta hatinya saja.

"Argh!!!" Erangnya dengan hembusan napas berat yang keluar dari mulutnya.

"Apa jangan-jangan Oma Triya ta—" ucapannya terpotong ketika mendengar suara ketukan dari pintunya. Ruri berpikir sejenak, siapa orang yang malam-malam mengetuk pintunya segala.

Tidak mungkin jika Revin dan kenapa Ruri bisa jadi kepikiran dengan Revin yang belum pulang-pulang sampai sekarang juga.

'Tok. Tok. Tok!'

Ruri mulai melangkahkan kakinya berniat untuk membuka pintunya. Tidak baisa-biasanya. Dan jika memang Oma Triya pasti akan langsung memanggilnya secara keras.

"Ruri...." Mendengar suaranya. Ruri langsung saja membukanya dan menampilkan senyuman tipis di bibirnya.

"Oma. Ada perlu apa?" Ruri bertanya pada Oma Triya yang ternyata mengetuk pintunya itu.

"Kamu kenapa masih tidur di kamar yang sempit ini. Pindah ke kamar Revin." Ruri membulatkan kedua bola matanya. Mana mungkin ia akan tidur seranjang dengan Revin. Karna pastinya Revin juga tidak akan mengizinkannya.

"Kenapa kamu kaget seperti itu?" tanyanya yang melihat reaksi dari Ruri. Dengan cepat Ruri menggelengkan kepalanya. Dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Ia masih belum bisa membayangkan jika harus tidur seranjang dengan anak majikannya yang sangat superstar. Sedangkan dirinya hanya seorang pengasuh.

"Lalu sekarang. Kenapa kamu diam?" Ruri yang mendengarnya langsung saja tersadar. Ia hanya menampilkan deretan giginya saja yang rapi.

Ruri jadi dilema karna harus menjawab apa di hadapan Oma Triya. "Aku gak apa-apa kok tidur di kamar ini aja."

"Lagi pula...." Menggantungkan kalimatnya. Berpikir mencari jawaban yang tepat untuk dijawab.

"Lagi pula kenapa?!!" sarkasnya dengan cepat. Ruri terkejut dan ia langsung saja menundukkan kepalanya. "Maaf Oma."

"Sebagai istrinya. Kamu harus tidur berdua dengan Revin. Cepat bawa barang-barang kamu ke kamarnya."

"Karna nanti besok kamar ini akan ditempati pengasuh baru." Ruri membulatkan matanya kembali. Jadi ucapan Omanya benar bahwa akan mencari pengasuh kembali.

"Tapi Oma...." lirih Ruri yang merasa tidak rela jika ia harus meninggalkan kamarnya dan nanti akan ada pengganti yang menggantikan dirinya.

"Sudah-Sudah! Cepat!?!" Menarik tangan Ruri yang masih termenung memikirkan ucapan Oma Triya.

Ruri harus bagaimana sekarang. Apa yang akan dilakukannya. Tidak mungkin jika harus menuruti perkataan Omannya untuk saat ini.

"Oma." panggilnya yang menghentikan langkahnya. Triya menjawabnya hanya dengan deheman.

"Aku cuma mau kasih tahu Oma kalo Tuan Revin sekarang masih belum pulang. Dan...." Memberhentikan ucapannya sejenak. Kemudian kembali melanjutkannya. "Dan kamarnya dikunci untuk saat ini. Jadi sepertinya aku tidur di kamarku sendiri aja."

Triya yang mendengarnya mengerutkan dahinya. "Memangnya Revin pergi kemana?" tanyanya yang memandang wajah Ruri sekilas. "Dan tumben sekali kamarnya dikunci segala."

"Perasaan Revin tidak pernah melakukan hal itu." gumamnya. Ruri mengigit bibir bawahnya. Rasanya tidak mungkin jika ia harus mengatakan yang sejujurnya.

Bahwa Revin begitu karna dirinya sendiri. "Aku juga gak tau Oma. Jadi lebih baik aku tidur di kamarku sendiri aja."

"Sembarian beres-beres barangku yang akan dibawa ke sana. Tapi...." Melirihkan kalimat akhirnya. "Tapi kenapa?" tanya Triya dengan cepat.

"Tapi apa Tuan Revin mengizinkan aku untuk tidur dengannya dan juga membawa barang-barang aku kamarnya?" Ruri mengucapkannya dengan nada yang pelan sekali. Dan Triya mampu mendengar itu.

Kemudian Triya memandang kembali wajah Ruri. "Kamu ini aneh sekali. Mengapa Revin tidak mengizinkan kamu untuk tidur bersamanya?"

"Bukankah sekarang kamu sudah jadi istrinya dan pengganti Maya?" Ruri terdiam. "Lalu, Revin buat apa menikahi kamu. Jika melarangnya untuk tidur bersama?"

Ruri tidak menjawab perkataan Oma Triya. Ia hanya menghela napasnya. Dan juga tidak tahu kenapa tiba-tiba Revin menikahinya. Itu yang sekarang jadi pertanyaan berasa dibenaknya. Ruri belum juga menemukan jawabannya.

Mungkin nanti ia sendiri yang akan mencari keresahan yang berada dibenaknya ini. 'Perlahan. Pasti bisa menemukan jawabannya. Walaupun bukan langsung dari mulut Revin.' kata hatinya.

"Sudahlah! Kamu kembali ke kamarmu saja jika begitu. Nanti setelah Revin pulang kamu jangan lupa untuk layani sebagai seorang istri." Tiba-tiba saja otak Ruri langsung berpencar kemana-mana. Hanya karna satu kalimat yang membuatnya jadi resah yaitu 'layani'.

Memangnya nanti apa yang harus dilakukan Ruri ketika Revin sudah pulang. Tidak mungkin jika.... Ah, kenapa otaknya ini malah semakin menjadi-jadi. Dan overthinking.

Ruri harus segera menepis pikiran itu jauh-jauh dari otaknya. Bisa-bisa nanti ia malah gila jika terus saja memikirkannya.

Lalu Oma Triya mendorong kursi rodanya sendiri dan menggerutu. "Revin bagaimana sih. Istrinya malah ditinggal sendirian. Padahal ini adalah malam pertamanya." Ruri menelan salivanya dengan susah payah. Sedikit tertohok dengan gerutan Omanya yang jelas-jelas Ruri dengar.

Ruri tidak sadar jika malah terlalu keasikan dengan lamunannya. Dan malah tidak membantu Oma Triya untuk mendorong kursi rodanya ke kamar.

Lalu, ia langsung saja melangkahkan kakinya serta mendorong kursi roda itu. Tetapi Oma Triya malah menahannya dan berkata. "Tidak usah! Tidak usah!!"

"Kamu istirahat saja di kamarmu. Oma bisa melakukannya sendiri tanpa bantuanmu." Ruri hanya bisa menurut saja kali ini. Ia membiarkan Oma Triya menjalankan kursi rodanya sendiri. Terdengar dari nada suaranya yang berbeda dan sedikit menaik. Bertanda sedang marah kepadanya atau juga Revin.

Ruri tidak habis pikir jika marah padanya yang mungkin tidak ingin menuruti perkataannya itu. Bagaimana mau menuruti jika dirinya saja tidak tahu apa tujuan Revin menikahinya.

Dan Oma Triya tahunya Revin memilih Ruri karna memang merasa cocok untuk menjadi pengganti Maya.

Ruri memperhatikannya secara lekat karna takut terjadi apa-apa. Walaupun Oma Triya marah dengannya segala tetapi Ia tidak boleh acuh.

Mau bagaimana juga Ruri ada tanggungjawab untuk itu. "Oma aku bantu aja ya." Melangkahkah kakinya kembali. Dan Ruri langsung saja membantu untuk mendorongnya. Tidak tega melihatnya kesusahannya.

"Oma sepertinya tadi kesusahan. Jadi aku bantu." jelas Ruri yang terus saja tetap mendorongnya sampai kamarnya. Dan ia juga membantu Omanya untuk berbaring di kasur.

"Apa Oma tadi melakukannya sendiri?" tanya Ruri dengan menarik selimutnya hingga batas perut. "Kamu ini lupa apa bagaimana?!!"

"Biasanya juga Oma bisa jika untuk ke kursi roda sendiri. Sudahlah kamu tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya."

"Lebih baik kamu nanti tunggu suamimu pulang!! Jangan tidur terlebih dahulu." Ruri menganggukkan kepalanya dengan patuh.

"Nanti kamu juga jangan lupa untuk mengurusinya seperti memberi makan atau minum. Kamu pasti paham soal itu?" Ruri kembali anggukkan kepalanya. "Iya Oma. Aku akan melaksanakan ucapan yang Oma bilang barusan."

"Dan aku juga sekarang sedang belajar menjadi istri yang baik seperti Nyonya Maya."

"Tidak! Tidak perlu." sulut Triya yang menggeleng-gelengkan kepalanya secara cepat.

"Tidak ada yang bisa menyamai Maya. Dari segi apapun. Dan kamu tidak ada apa-apanya dengan itu semua." Ruri menundukkan kepalanya. Kenapa tiba-tiba Oma Triya jadi marah-marah terus kepadanya. Mungkin memang moodnya sedang tidak bagus.

***