Semuanya serasa cepat dan kilat. Ruri yang tidak tahu apa-apa. Mendadak menjadi istri seorang anak majikannya.
Dan Ruri masih tidak terima jika dirinya dipermainkan seperti ini oleh Revin dengan seenaknya. "Apa maksud ini semua Tuan?" Memberanikan diri untuk bertanya tentang ini semua.
"Tidak ada." Jawab Revin dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mengapa tiba-tiba Tuan melakukan ini semua. Tanpa persetujuan saya sama sekali." Revin yang mendengarnya hanya menaikkan salah satu alisnya. Lalu ia mendekat ke arah Ruri yang sedang duduk di pinggir ranjang kamarnya.
Acaranya sudah selesai. Dan memang itu semua rencana Revin untuk tidak terlalu membesarkan acaranya. Hanya mengucapan janji setelah itu sudah.
"Tuan ingin apa?" tanya Ruri ketika melihat pasangan kaki milik Revin yang sedang menghampiri dirinya.
Walau Ruri menundukkan kepalanya. Ia masih bisa melihat itu secara jelas. "Jangan macam-macam Tuan dengan say—" ucapannya terpotong ketika tiba-tiba saja wajah Ruri diangkat secara paksa oleh Revin untuk menatap ke arah dirinya sendiri.
"Saya tidak akan macam-macam sama kamu. Tapi jawab pertanyaan saya dulu." Ruri yang mendengar itu mengerutkan dahinya. Ia berpikir pertanyaan seperti apa yang nanti akan dilontarkan oleh Revin.
Apa itu mengenai Maya.
"Tu-Tuan..... Tuan ingin bertanya apa sama saya?" Ruri langsung saja menetalisirkan kegugupan.
Revin menganggukkan kepalanya sejenak. Lalu ia melepaskan tangannya dari wajah Ruri dan menatapnya secara lekat. "Kemana tahi lalat yang ada di dahimu ini?"
Tunjuknya ke arah dahi Ruri yang jelas-jelas tidak ditutupi oleh sehelai rambut apapun. Itu sebagian dari rencana Revin juga. Agar Ruri tidak alasan lagi dan berusaha untuk berbohong.
Revin benar-benar tidak melepaskan sama sekali netranya dari manik Ruri yang mendudukkan kepalanya ke bawah. Entah kenapa Revin tidak melihat sama sekali pergerakan aneh atau mencurigakan yang ditunjukkan oleh Ruri.
Ketika ditanya seperti itu pada Revin. Padahal Revin sudah berniat akan membaca gerak-geriknya.
"Kamu tidak ingin jawab pertanyaan saya?" desak Revin yang sengaja ia lakukan agar Ruri takut padanya dan menjawab pertanyaannya juga.
"Kamu tahukan, dirimu sekarang statusnya apa? Dan pastinya saya akan melakukan—"
"Sejak kapan saya memiliki tahi lalat di dahi?" Ruri memotong ucapan Revin dengan pertanyaan kembali. Dan itu membuat Revin tergugu mendengarnya.
"Maaf, Tuan. Kenapa Tuan menanyaikan hal seperti itu?" Menatapnya secara lekat. Dengan Revin yang sedang menggarukkan tengkuknya belakangnya.
Revin tidak menyangka jika dirinya malah dibuat skakmat seperti ini oleh Ruri. Tetapi ia harus bisa membalikkannya kembali.
Revin berdehem sejenak. Ia melangkahkan kakinya sedikit menjauh dari Ruri dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam kantong celananya.
"Apa kamu sekarang sedang pura-pura ingatan?" Membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Ruri. "Saya masih ingat betul. Waktu kamu bekerja di sini dulu. Kamu itu memiliki tahi lalat di dahi."
"Buktinya mengapa kamu selalu saja menutupi dahi kamu dengan rambut?"
"Ada alasan lain jika bukan untuk menutupi itu?" Revin tersenyum miring. Kini Ruri yang terbungkam. Sepertinya memang pengasuh Omanya ini benar-benar bukan orang biasa.
Dan seharusnya Revin terlebih dahulu mencari tahu informasi yang sebenarnya tentang Ruri. Lalu setelah itu kematian istrinya.
Entah kenapa ia merasa tertarik sekali untuk mengetahuinya lebih dalam dengan pengasuh Omanya yang sudah jadi istri juga beberapa jam yang lalu.
"Itu memang gaya penampilan saya saja yang seperti itu. Tidak ada maksud lain." jawab Ruri yang tiba-tiba saja membangkitkan tubuhnya. "Maaf, sepertinya sekarang sudah waktunya Oma meminum obat."
"Saya akan mengurusinya terlebih dahulu sejenak." ucapnya yang langsung saja keluar dari kamar Revin. Sungguh, ia tidak mampu untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan Revin yang memang membuatnya benar-benar mencekek.
Revin yang melihat itu hanya membiarkannya saja. Lagi pula ia menikahinya hanya karena untuk mengungkap kematian istrinya saja yang entah kenapa Revin merasa bahwa Ruri ada sangkut-pautnya dengan itu.
Awalnya ia menganggap Rurilah pelaku yang mencelakai istrinya itu. Tetapi ketika tahu Ruri tidak memiliki tahi lalat di dahinya. Kepercayaan Revin jadi berkurang.
Apalagi ketika melihat gerak-gerik Ruri yang kadang mencurigakan. Kadang juga biasa saja ketika Revin memancing tentang Maya.
Karna 70% menurtnya orang yang sudah melakukan kesalahan. Apalagi ini sangat fatal sekali, sampai menghilangkan nyawa orang lain.
Pelaku tersebut atau orang itu biasanya tidak akan tenang ketika sedang dipancing. Dan pasti menunjukkan kegelisahannya.
Tapi entah kenapa ia masih belum melihat hal itu pada diri Ruri. Apa jangan-jangan Ruri bisa mengendalikannya.
Ah, lebih baik ia kembali menyusun rencananya nanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan menggali lebih lanjut informasi tentang Ruri.
"Cukup menarik untuk ditelusuri sepertinya." Revin mengucapkannya dengan nada yang pelan. Kepala yang mengangguk serta bibir yang terangkat ke atas membentuk senyuman miring.
"Aku akan cari data informasi yang sebenarnya." Tiba-tiba saja Revin teringat sesuatu. Sepersekiandetik ia terdiam. "Sepertinya Ruri pernah memberikan data dirinya sendiri waktu ingin melamar jadi pengasuh Oma."
"Kira-kira kemana data diri itu?" Revin memutuskan untuk mencari data tersebut. Karna pasti akan sangat penting sekali untuk membantu dirinya menjadi informasi tentang Ruri.
Ia membukakan segala laci-laci yang berada di kamarnya. Tapi mengapa Revin belum menemukannya juga. "Apa ada di ruang kerja?"
Revin keluar dari kamarnya dan berjalan ke ruangan kerjanya. Mencari data itu kembali dengan membukakan segala berkasnya yang tertumpuk di meja atau juga laci lainnya.
Tetapi tetap saja Revin belum menemukannya. "Argh!!! Kemana data itu?" Kedua tangan yang bertolak di pinggangnya.
"Apa menghilang begitu saja?" Menenggokkan kepalanya ke arah kanan dan kiri. Tetapi sepertinya Revin pernah mendapatkan informasi Ruri dari orang suruhannya waktu itu.
Dan.... Itu berada di ponselnya. Belum Revin lihat sama sekali karna ia terlalu sibuk memikirkan rencana-rencana selanjutnya.
Kemudian Revin juga melangkahkan kakinya menuju kamarnya kembali. Ketika membuka pintu betapa terkejutnya Revin.
Waktu tahu sudah ada Ruri yang malah sedang membereskan kekacauan yang diakibatkannya barusan.
"Lepas!" Suara yang dingin dan tatapan menajam ke arah Ruri.
"Tidak mendengar?" Ruri mendudukkan kepalanya. Dengan tangan yang bergerak untuk menaruh selembaran kertas-kertas yang sudah ia ditumpuk rapi.
Tetapi dengan cepat Revin malah menarik paksa tangan Ruri sehingga kertas itu lepas dari tangannya dan berceceran di lantai.
"Tu-Tuan..." Ruri menatap ke arah Revin dengan tatapan yang bingung.
"Apa kamu tadi tidak mendengar perkataan saya??!!" Menaikkan suaranya dengan kertas sehingga Ruri memejamkan matanya karna takut.
"Maaf. Maaf jika saya telah lancang memegang berkas-berkas penting milik Tuan."
"Saya tadi di suruh istirahat di kamar Tuan oleh Oma. Waktu saja membukanya semuanya kertas-kertas pada berserakan."
"Jadi saya bermaksud untuk membereska—"
"Keluar!!!"
***