Reiji terbangun di tengah ruangan gelap, pengap dan lembab. Ia melihat sekeliling ruangan, tapi tak ada siapa pun. Ia mengambil senter yang tergeletak tak jauh darinya.
Ia mengusap keningnya yang memerah, entah terantuk apa tadi. Reiji mencoba mengingat-ingat.
Ah iya, dia ingat saat ini. Siang tadi, ia bersama teman barunya, Eric, mendatangi lokasi ini. Eric mengatakan jika mungkin saja tempat ini adalah tempat Chandra untuk menyekap Yuji. Reiji langsung percaya akan hal itu karena Reiji merasa tidak punya siapa pun untuk tempat bergantung.
Lalu tadi, saat memasuki salah satu ruangan di Istana Terkutuk itu, tiba-tiba saja Reiji dikagetkan dengan suara lengkingan nyaring. Setelah itu, Reiji merasa ada yang memukul tengkuknya hingga ia jatuh pingsan hingga akhirnya Reiji sadar dengan sendirinya.
"Ya Allah! Kenapa Dede Rei harus mengalami ini semua? Dede Rei tidak kuat, Ya Gusti!" Reiji meratapi nasibnya. Dia sempat mengira bahwa ini mungkin saja mimpi buruk.
Reiji langsung melihat ke sekeliling, tapi hanya ruangan kosong dan pengap yang berada di sekelilingnya.
Reiji bangkit dengan berpegangan pada kaki meja yang kebetulan berada di dekatnya. Sepertinya, di luar juga hari mulai menggelap, terlihat dari jendela yang kacanya sudah pecah di beberapa bagian.
Reiji segera berlari ke luar ruangan. Mata Reiji membola saat tak melihat lagi mobil beserta teman barunya tadi tak berada di luar gerbang.
"Eh? Eh? HEHH??!" Reiji memekik nyaring saat dia adalah satu-satunya orang yang berada di bangunan tua ini.
Lutut Reiji langsung melemas. Kedua lututnya jatuh menghantam lantai, begitu keras. Pelupuk matanya sudah mengembun. Ia baru sadar situasi, jika dirinya saat ini juga sudah dijebak.
Reiji tercenung dan mulai memikirkan semua kejadian yang serba kebetulan tadi.
Reiji mengingat kembali, bahwa dia tadi belum sempat mengirimkan share lokasi, tapi Eric sudah berada di depan gerbang rumahnya hanya dalam beberapa menit setelah Reiji memutus sambungan telepon. Itu tidak mungkin kebetulan.
Lagipula, tidak ada yang tahu rumah Reiji selain para guru dan teman yang memang memaksa datang, Ryushin contohnya. Bahkan, Dudung pun tidak tahu alamat rumah Reiji.
Lalu, Eric terus mengatakan jika Chandra mungkin saja menyekap Yuji di beberapa tempat, kata Eric. Logikanya, seharusnya mereka mengunjungi kemungkinan tempat yang lebih dekat dulu, agar dapat menemukan segera Yuji. Namun, Reiji malah diajak ke tempat yang jauh. Bahkan, Reiji pun tidak tahu dengan daerah ini.
Kemungkinannya hanya satu, Eric adalah temannya Chandra yang memang datang untuk menjebak Reiji yang tengah putus asa.
Chandra memanfaat kesempatan itu, di saat Reiji panik maka Reiji pasti akan melonggarkan kewaspadaannya. Dan tentu saja akan percaya pada siapa pun yang akan membantu mencarikan Yuji untuk Reiji.
Ketika memikirkan itu semua, Reiji langsung memukuli kepalanya.
"Bodoh! Kenapa aku malah percaya pada orang asing tadi? Pemuda tadi juga belum tentu murid HIS. Aku tidak pernah melihatnya juga. Kenapa aku bisa sebodoh ini?!" teriak Reiji, frustrasi.
Brak!!
Lagi-lagi terdengar suara pintu yang menutup dan membuka. Reiji tak berani menoleh. Ia memilih untuk pergi dari bangunan kuno yang memiliki nama Istana Terkutuk itu, dan berlari ke sebuah paviliun yang berada di sisi Utara bangunan.
Reiji duduk di salah satu batu besar yang berada di tengah-tengah paviliun. Entah apa fungsi batu ini, Reiji tak tahu. Kenapa bisa ada tiga batu besar berukuran sama di tengah paviliun ini.
Tanpa Reiji sadari, di batu itu tertulis sebuah tulisan 'Makam Dewi'.
"Aakkhh ... sialan!! Ini semua gara-gara Siji pokoknya! Kalau saja dia tidak pergi dan tetap bersama Bang Yuji di rumah, pasti semua ini tidak akan terjadi. Bang Yuji tidak akan diculik, dan aku juga tidak akan terjebak di tempat seram ini. Si Sithok keterlaluan!" geram Reiji sembari menghentakkan kakinya ke tanah.
Memang di situasi seperti ini, seseorang cenderung untuk mencari seseorang untuk disalahkan. Dan dalam semua masalah yang dihadapi Pradhika's Triplet, si sulung Siji adalah sasaran yang paling empuk untuk menerima kekesalan mereka. Reiji dan Yuji akan selalu menyalahkan Siji, padahal Siji tidak tahu apa-apa.
***
Petang mulai menyongsong. Langit yang sebelumnya gelap karena mendung, kini terlihat semakin gelap. Hawa dingin juga semakin menusuk hingga ke tulang.
Reiji kembali merasakan perasaan aneh. Bulu halus di tengkuknya meremang. Ia mengusap kasar kedua lengannya.
Reiji mengambil ponsel, tapi tak ada sinyal sedikit pun. Baiklah, tempat ini memang berada di atas bukit. Bahkan, mereka tadi menggunakan mobil jeep untuk sampai ke tempat ini.
"Aakkhh ... bagaimana ini? Aku bingung harus mencari Bang Yuji ke mana lagi! Lalu, kenapa Eric belum balik-balik juga, lagi?" Reiji bangkit ia memijit dagunya. "Apa jangan-jangan ... Eric sengaja meninggalkanku? Tapi, untuk apa?" Reiji melotot saat memikirkan kemungkinan itu.
Reiji berjalan mondar-mandir saat ini, mencari sinyal agar bisa menghubungi seseorang dan memberi tahu keberadaannya.
Saat sibuk berjinjit untuk mencari sinyal, tanpa sengaja Reiji menyandung salah satu dari ketiga batu besar tadi. Bahkan suara 'Dugh!' terdengar saat lutut Reiji menabrak batu itu.
Reiji begitu kesal, ia menendang batu yang ia tabrak tadi.
"Huh! Siapa yang menaruh batu di sini, hah?!" teriak Reiji, geram.
Angin tiba-tiba berembus kencang kembali. Kali ini lebih kencang dari sebelumnya hingga membuat Reiji menutup mata. Sontak juga ponsel terjatuh dari genggamannya.
Saat membuka mata, Reiji tersentak saat melihat ponselnya sudah hancur. Layarnya retak, baterai dan penutup belakangnya berserakan di tanah. Padalah, tadi ia merasa menjatuhkannya pelan.
Reiji memungut kembali ponsel. Memasukkan baterai dan menyalakannya, tapi tidak bisa.
"Sial! Kenapa lagi ini ponsel?!" geram Reiji sembari menendang batu besar yang ada di hadapannya kembali. "Gara-gara batu sialan ini, lutut dan ponselku jadi korban!"
Ctar!!
Tiaarr!!
Kilatan cahaya sesaat terlihat menyilaukan mata terlihat di langit. Disusul suara gemuruh di langit juga terdengar begitu memekakkan telinga. Setelah itu, hujan turun deras membasahi bumi. Kilatan petir dan suara guruh juga masih terdengar di langit.
Reiji merasakan perasaan aneh. Jantungnya berdegup sangat kencang, lebih dari biasanya. Tubuhnya menggigil kedinginan. Ia beringsut, duduk dan berbaring di tanah. Meringkuk memeluk lutut. Matanya tiba-tiba terasa berat dan detik berikutnya semua menggelap.
***
Kicauan burung membangunkan Reiji dari tidurnya. Ia mengucek mata sejenak, masih enggan untuk bangun. Ia masih tiduran di tanah. Ia menggeliat sejenak, merilekskan otot-otonya yang dirasa kaku.
Reiji kembali mengucek matanya dan melihat sekeliling. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi. Ah, benar ia ingat perlahan.
Reiji pergi ke atas bukit bersama teman barunya untuk mencari keberadaan Yuji yang diculik oleh Chandra. Namun, ia malah ditinggalkan di tempat aneh ini oleh temannya itu.
Saat menjelang malam, tiba-tiba terjadi hujan disertai petir dan guntur. Setelah itu, Reiji tertidur dan baru bangun pagi ini.
Reiji merasa cacing-cacing di perutnya sedang mengadakan konser.
Ia bahkan tidak makan malam kemarin. Ia harus menuntut Siji untuk bertanggung jawab atas kesialan yang menimpanya dan menimpa Bang Yuji-nya saat ini.
Semoga Yuji cepat bisa keluar dari sekapan Chandra. Reiji memanjatkan doa.
Reiji melihat tangannya yang entah kenapa tiba-tiba terlihat begitu menggiurkan itu. Reiji menjilati punggung tangannya, rasanya aneh tapi tidak tahu kenapa itu terlihat enak di lidahnya.
Reiji kembali menjilati punggung tangan satunya. Setelah itu, ia mengusap-usap hidungnya yang gatal.
Reiji tidak dapat berdiam diri saja. Ia harus keluar dari tempat ini sekarang juga. Ia berjalan menggunakan kaki.
'Ah, kenapa tiba-tiba kakiku begitu pegal, ya?' batinnya.
Reiji menggunakan tangan dan kakinya untuk berjalan. Ia melewati gapura besar dan keluar dari bangunan aneh yang katanya Istana Terkutuk itu.
Reiji terus menuruni jalanan bukit yang begitu sepi ini. Entah ini hanya perasaannya atau apa, tapi dia merasa pohon-pohon di sekitarnya terlihat jauh lebih besar dan tinggi.
Reiji mendengar ada suara kendaraan dari arah jauh. Ia berencana menghentikan kendaraan itu dan menumpang hingga ke jalan raya.
Ckiittt!!
Bersambung ....