"Dan kucing ini adalah makhluk aneh yang pernah Ryushin ceritakan di telepon kemarin, Madam."
'Hasem! Ryushin ini mengataiku aneh? Yang benar saja? Padahal, kelakuan Ryushin sendiri lebih aneh daripada diriku,' gerutu Reiji dalam hati.
Fokus mata Reiji kini tertuju pada sepasang mata beriris cokelat gelap, yang terlihat dari lubang pintu hitam itu. Reiji merasa jika sepasang mata itu terus mengawasinya sejak tadi.
Pemikiran-pemikiran yang mustahil, memenuhi kepala Reiji saat itu. Seperti, apa wanita itu dapat melihat wujud asli Reiji? Apa wanita itu tahu jika sebenarnya Reiji ini adalah manusia? Atau apakah wanita itu mampu mengembalikan wujud asli Reiji? Dan berbagai pertanyaan lainnya.
"Kucing itu memang terlihat aneh seperti katamu kemarin, Ryushin," ucap sosok yang masih berada di balik pintu. Ia terus menatap tajam Reiji yang berwujud kucing.
"Iya, makanya itu Ryushin datang ke sini, Madam. Apa Ryushin boleh masuk sekarang?" Ryushin berucap antusias. Ia sudah sangat merindukan wanita tua yang berada di balik pintu itu sebenarnya. Meski bukan nenek kandung, tapi wanita itu sudah menjadi sosok nenek bagi Ryushin yang sejak lahir hanya memiliki papa di dunia ini.
"Hmm ... tentu saja, Ryushin Sayang. Apa pun untukmu, Cucuku," sahut sosok wanita misterius itu.
"Waah! Terima kasih, Madam!" Ryushun berseru kegirangan.
"Tapi, tidak untuk teman-temanmu, Sayang," sela sosok yang berada di balik pintu itu.
"Eh?! Kenapa begitu?" Yuji dan Siji memekik hampir bersamaan. Mereka sudah jauh-jauh datang ke sini. Tapi, jika mereka tidak diperbolehkan masuk, sia-sia sudah mereka datang.
Namun, Yuji masih begitu yakin jika wanita yang dipanggil Ryushin dengan sebutan 'Madam' itu pasti dapat membantunya.
Yuji menaruh harapan besar pada Ryushin dan neneknya itu. Mungkin ini juga jalan terakhir ia mendapatkan informasi lebih jauh, tentang pencariannya menemukan Reiji selama ini.
Yuji sudah pesimis duluan. Ia tidak berani mendatangi bangunan kuno yang membuatnya celaka waktu itu. Bisa saja jika mereka nekad ke tempat itu, bisa-bisa Siji yang gantian celaka, batin Yuji.
Siji yang merasa paling tua di antara ketiganya, kini akan memberanikan diri bertindak sebagai pemimpin. Siji mengambil dua langkah ke depan, agar lebih dekat dengan lawan bicaranya. Tentu saja Madam Ameri tadi.
"Kami jauh-jauh ke sini hanya ingin bertanya sedikit hal, Madam. Apa yang membuat Anda menolak akan kedatangan kami?" Siji berucap sok berani. Padahal, dia sangat takut hingga kakinya bergetar. Rasanya, Siji ingin pipis di celana saking takutnya.
"Dengarkan aku! Kalau kalian ingin masuk ke dalam rumahku, tunjukkan sesuatu yang menarik padaku!" sahut wanita itu. Terdengar begitu dingin dan tegas.
Ryushin mengajak Siji dan Yuji berunding dulu di tempat yang sedikit jauh dari pintu. Mereka harus mencari sesuatu yang menarik bagi nenek itu. Permintaan wanita itu memang aneh-aneh saja, batin mereka.
"Eh iya, apa kalian punya keahlian khusus yang mampu menarik perhatian nenekku, eum?" tanya Ryushin. Ia merangkul kedua rekannya dan membisikkan hal itu.
Yuji menjitak kening Ryushin dengan begitu kejam.
"Kau yang cucunya, Shin! Kenapa malah tanya ke kita, huh? Apa kau bahkan tidak tahu apa yang nenekmu senangi, huh?" desis Yuji, kesal. Dia memang tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan neneknya. Entah dari pihak papa atau mamanya.
Namun, Yuji biasanya melihat di drama-drama itu kalau seorang nenek biasanya sangat menyayangi cucunya. Dan sang cucu tentu saja sedikit banyak mengetahui kesenangan atau yang dibenci si nenek. Itu yang Yuji tangkap biasanya ketika menonton drama.
"Sebenarnya, dia bukan nenek kandungku, Kak Yuji. Dia adalah kerabat jauh. Beliau ini adalah bibi dari kakak sepupunya Paman kakaknya papaku, Kak." Ryushin menjelaskan silsilah keluarganya.
Namun, kedua rekannya itu tidak peduli. Mereka sudah sejauh ini, dan tidak akan pulang dulu sebelum mendapatkan informasi apa pun.
Yuji dan Siji saling melempar pandang. Mereka sendiri pun tidak tahu keahlian mereka yang patut ditunjukkan ke Madam Ameri. Ya masak joged India? Tapi 'kan kaki Yuji masih sakit. Yuji membatin.
Namun, Siji berpikiran bahkan dia tidak memiliki keahlian apa pun selain mengagumi cewek 2D.
Ryushin melihat bergantian ke arah Yuji dan Siji. Setelahnya, ia menjentikkan jari. Terlintas sesuatu di otaknya yang jenius itu.
"Kalau begitu, coba tunjukkan 'itu' saja pada Madam Ameri, Kak Siji!" perintah Ryushun. Ia sembari melirik ke bagian bawah tubuh Siji saat ini.
Siji langsung melotot dan menoyor kepala Ryushin dengan kejam.
"Jangan macam-macam, Shin! Mana mungkin aku menunjukkan barangku pada wanita tua itu, hah?!"
Siji memekik tidak terima. Ia tahu jika Ryushin itu memang sedikit aneh. Tapi, jika Ryushin tega menumbalkan keperjakaan Siji pada wanita tua itu, Ryushin benar-benar keterlaluan, batin Siji, kesal.
"Hahaha, bukan barangmu yang itu, Kak Siji! Astaga!" Ryushin menarik paksa Siji untuk mendekat ke dekat pintu kembali.
Siji yang belum sepenuhnya tahu rencana Ryushin, akhirnya menurut saja.
"Ryushin akan menunjukkan hal yang menarik bagi Anda, Madam!" seru Ryushin. Setelah itu, ia menyingkap kaus hitam yang dipakai Siji hingga ke atas. Terlihat jelas perut Siji yang six pack, meskipun belum terbentuk secara sempurna.
"Bodoh! Kenapa kau jadi mesum seperti ini, Setan?! Namamu tidak cocok 'Ryushin', lebih pantas dipanggil 'setan' saja!" kesal Siji sambil menurunkan kausnya kembali.
"Tidak perlu malu seperti itu, Kak Siji! Nenekku memang biasa sukanya roti sobek seperti punyamu ini kok." Ryushin berucap sambil memasang wajah polos tanpa dosa.
"Roti sobek mbahmu, Shin?! Malu sekali aku, Sialan!" teriak Siji, frustrasi.
Siji tidak pernah dilecehkan sedemikian kejam seperti ini hanya untuk diizinkan masuk ke rumah duku.
Lagipula, Ryushin itu aneh-aneh saja. Mana mungkin dukun itu mau membukakan pintu hanya dengan melihat roti sobeknya, 'kan? Siji membatin.
"Tidak usah malu, Kak! Kita semua di sini laki-laki. Kami juga tidak tertarik dengan perut kotak-kotamu itu kok, Kak Siji! Aku ini bukan komplotannya Chandra yang sukanya jeruk makan jeruk, Kakak. Kenapa berlebihan begitu sih?!" Ryushin menggerutu.
Ryushin terus meyakinkan Siji untuk mengesampingkan rasa malunya sejenak. Ini semua demi mendapat kepercayaan wanita tua itu.
"Ya tapi ... enggak begitu juga kali, Shin! Kau tega sekali menumbalkan badanku ini, Sialan!" Siji masih mengajukan protes. Dia masih kesal karena perutnya diumbar-umbar seperti tadi.
"Namanya juga usaha, Kak. Tapi, mungkin saja berhasil, Kak Siji. Nenekku memang suka jiwa muda seperti dirimu ini, Kak Siji," sahut Ryushin. Ia masih mempertahankan posisi Siji agar masih tetap berada di depan pintu.
Sejak tadi, Siji meronta untuk kabur. Namun, tidak diperbolehkan oleh Ryushin. Siji merasa sangat malu karena menunjukkan perutnya ke wanita tua tadi.
"Hahaha, hentikan, Kawan!"
Bersambung ....