Sebisa mungkin Bella membuat Alice percaya dengan ucapanya, bahwa hantu Clara itu tidak ada.
Dan apa yang terjadi hari ini hanyalah kebetulan.
"Alice, kamu harus percaya dengan ucapanku. Kalau kamu selalu terbawa dengan imajinasi, maka kamu bisa gila, Alice!" tegas Bella.
Seketika Alice terdiam, dan dia mulai mencerna ucapan kakaknya.
Mungkin benar dengan ucapan Bella jika dia harus berpikir secara logis.
Selama ini dia sudah bolak-balik ke psikiater, dan dia tidak mau kalau sampai berakhir di Rumah Sakit Jiwa.
"Alice, jangan takut. Aku dan kedua anakku akan selalu ada untukmu. Begitu pula dengan Felix. Kami selalu mendukungmu!" tukas Bella meyakinkan adiknya.
Alice menganggukkan kepalannya.
Hingga malam tiba, Bella tidak beranjak meninggalkan Alice, dia menemani adiknya tidur. Sedangakan Daniel tidur bersama Diana.
***
Suasana malam benar-benar senyap.
Salju turun begitu lebat, cuacanya sangat dingin.
Alice melirik kearah Bella, dan wanita itu tengah tertidur lelap.
Alice tampak gusar. Keberadaan Bella tidak mampu membuatnya merasa tenang dan dapat tertidur lelap.
Tak lama dia mendengar sebuah benda jatuh. Benda itu berasal dari dalam kamar mandi.
"Ada apa di sana?" Alice tampak penasaran, namun dia tidak berani untuk melihatnya.
Alice meraih selimut yang tebal, kemudian dia menutup seluruh tubuhnya.
Dia benar-benar ketakutan, dan suara yang tadi sempat ia dengar kembali muncul.
"Bella! Itu suara apa?!" teriak Alice. Namun tak ada respon dari Bella.
Kemudian suara itu kian bergemuruh, mirip orang yang sedang memukul-mukul barang secara membabi-buta. Hal itu membuat Alice semakin ketakutan. Namun juga penasaran.
"Mungkin itu bukan hantu, dan bisa saja jika itu suara pencuri?" gumam Alice. Akhirnya Alice memberanikan diri untuk melihatnya.
Kemudian dia bangkit dari atas ranjang. Dia meraih sebuah tongkat baseball.
Alice hendak menggunakan tongkat itu sebagai senjatanya.
Dengan langkah yang penuh perhitungan, Alice mulai mendekat. Dia memutar knop pintu secara perlahan, dengan mata yang terpejam.
Ceklek....
Pintunya mulai terbuka, dan Alice juga mulai membuka mata, tangannya mulai bersiap untuk mengayunkan tongkat baseball.
Namun ternyata di dalam kamar mandi itu tidak ada siapapun. Dan keadaan kamar mandi juga terlihat rapi, tak ada sedikitpun barang yang berubah dari ruangan itu.
Alice pun memutar langkah, dan hendak pergi ke tempat tidur lagi.
Namun baru saja berjalan beberapa langkah, ada yang memanggilnya.
"Bibi Alice, mau kemana?"
Seketika Alice menengok ke belakang.
"Diana!" ucap Alice seraya melihat kearah gadis itu, namun ternyata yang ada di belakangnya bukanlah Diana, melainkan Clara.
Kedua mata Alice melotot tajam saking syoknya.
'Jelas-jelas tadi itu suara Diana, bukan Clara!' batin Alice. Tanpa berpikir panjang Alice langsung mengayunkan tongkatnya kearah Clara.
Buak!
Seketika gadis itu pun terjatuh. Alice merasa puas, namun setelah ia memandang tubuh gadis itu dengan seksama ... ternyata bukan Clara, melainkan Diana yang sudah terbaring dengan darah di kepalanya.
"Diana?!" teriak Alice dengan kencang. Lalu dia berusaha membangunkan keponakannya itu. Dan dari belakang muncul Clara yang tengah memandangnya.
"Bibi Alice, tolong Ibuku, Bibi," ucap Clara.
Alice menengok dengan deru napas bergemuruh.
"Kamu!" ucapnya seraya menunjuk kearah Clara.
"Kenapa kamu selalu menggangguku?!" bentak Alice.
"Aku tidak akan berhenti mengganggu Bibi, jika Bibi Alice, tidak mau menolong Ibuku!" ujar Clara.
"Pergi!" teriak Alice. Kemudian dari belakang ada yang menepuk pundaknya.
"Alice," ucap Sea dengan wajah pucat dan memelas.
Alice benar-benar tak tahan lagi, dia berteriak sekencang-kencanganya.
"BELLA! FELIX! TOLONG AKU!" teriak Alice.
Kemudian dengan reflek, Alice membuka kedua matanya.
Bella sudah berdiri di hadapannya.
Alice tak menyangka jika semua ini hanya mimpi. Jelas-jelas apa yang telah ia lihat tadi seperti nyata, tidak seperti tengah bermimpi.
Dan perasaannya ... dia juga masih terjaga, namun dia menyadari keadaan yang sesungguhnya ketika ia membuka mata.
"Alice, lagi-lagi kamu bermimpi buruk, ya?" tanya Bella.
"Bella! Diana! Di mana Diana?!" ujar Alice dengan perasaan panik.
Bella menghela napas jengah, dia tidak tahu harus dengan cara apa, untuk membuat adiknya kembali tenang, serta terlepas dari mimpi buruk.
"Alice, berapa kali aku berkata? Jangan terlalu terbawa mimpi—"
"Aku harus melihat keadaan Diana!" ujar Alice memotong perkataan Bella, dan dia beranjak dari tempat tidur. Alice berjalan menuju kamar Diana.
Ceklek!
Alice membuka pintu, dan tampak Diana serta Daniel yang masih tertidur pulas.
Diana baik-baik saja, tidak seperti yang ia lihat di dalam mimpi tadi.
Alice menghela napas lega. Kemudian dia menutup kembali pintu kamar itu.
"Aku tidak tahu apa yang sedang kamu pikirkan, tetapi aku rasa kamu tidak perlu berpikir yang berlebihan tentang Diana. Dia itu baik-baik saja!" tegas Bella.
Alice tidak menghiraukan ucapan Bella, kemudian dia pergi kearah kamar mandi. Dia ingin memastikan keadaan kamar mandi itu.
Dan betapa terkejutnya Alice saat melihat ada tongkat baseball yang tergeletak.
"Tongkat itu?" Alice menunjuk kearah tongkat baseball.
"Ada apa dengan benda itu?" tanya Bella.
"Siapa yang menaruhnya di sana? Siapa?! " tanya Alice.
Bella menghela napas seraya berdecak heran.
"Alice, yang menaruh tongkat itu kamu sendiri! Apa kamu lupa?" tanya Bella.
Kemudian Alice terdiam, dia mengingat kejadian sebelum ia tidur.
Dia meletakkan tongkat itu di depan kamar mandi karena sebelumnya ada seekor tikus yang masuk ke dalam ruangan itu.
Alice hendak memukulnya dengan tingkat itu, namun tidak berhasil. Kemudian dia menaruh tongkat itu di sana.
Seketika Alice menggelengkan kepalanya seraya mengusap wajahnya.
"Apa benar jika aku sudah gila?" tukas Alice dengan raut wajah frustasi.
"Alice, sekarang kamu itu harus pintar-pintar mengontrol pikiranmu. Kalau tidak kamu akan benar-benar gila!" ujar Bella. Kemudian dia menarik tangan Alice, Bella menuntunnya menuju kamar.
"Ayo minum obat penenangmu, dan kembali berbaring!" titah Bella.
Dengan pasrah Alice menuruti perintah kakaknya.
Dia hanya ingin sembuh. Dan tidak mau menjadi gila, seperti yang diucapkan oleh Bella.
'Ingat Alice, apapun yang terjadi, semua itu hanya halusinasi! Hanya mimpi! Kamu harus bisa membedakan itu!' bicara Alice di dalam hati.
Setelah itu Alice memejamkan matanya.
Alice berhasil tidur dengan nyenyak.
Bahkan dia sampai belum terbangun pada siang hari. Bella sengaja tidak membangunkan adiknya. Karena dia merasa kasihan kepada Alice.
Selama ini ... perempuan itu kurang beristirahat, akibat mimpi buruk yang selalu menghampirinya.
Bella benarbenar-benar prihatin akan hal ini.
Namun dia juga tidak tahu harus berbuat apa, untuk membuat Alice kembali ceria seperti dulu.
To be continued