Setelah mendapatkan kabar dari Bella, tentang tingkah aneh Alice, Felix segera mendatangi rumah Bella.
Dan tampak wanita itu yang sedang menangis ketakutan.
"Bella!" panggil Felix, Bella menghampiri pria itu dengan panik.
Bahkan Bella sampai memeluk Felix.
"Felix, Alice benar-benar aneh! Tadi dia hampir membunuhku. Bahkan dia berkata kepadaku jika dia bukan Alice, tapi dia adalah Sea!" jelas Bella sambil menangis.
"Yang benar saja? Lalu di mana Alice sekarang?" tanya Felix.
"Aku tidak tahu, Felix. Terakhir kudengar dia berbicara dengan Caroline. Tetapi setelah itu dia pergi. Aku yakin dia hendak menemui Caroline!" ujar Alice.
"Apa jangan-jangan dia akan ke rumah Caroline?" tanya Felix.
"Entalah ... aku tidak tahu, tapi aku takut jika Alice akan berbuat buruk terhadap wanita itu!" jawab Bella.
Felix hampir tak percayakan mendengar ucapan Bella, namun selama ini Bella itu selalu berkata jujur. Dia wanita yang tak pernah mengada-ada.
"Kalau begitu, ayo kita cari Alice sekarang!" sergah Felix seraya menarik tangan Bella.
Mereka melesat dengan mengendarai mobil milik Felix.
Tujuan awal mereka adalah rumah Caroline, namun sesampainya di sana, rumah itu tampak kosong.
Tidak ada tanda-tanda keberadaan Caroline dan Alice.
"Bella, rumahnya kosong! Bagaimana ini? Kita harus pergi kemana lagi?" tanya Felix.
"Aku tidak tahu, mungkin kita bisa mencari mereka di rumah Carlos!" usul Bella.
"Cih! Di rumah Pria Hidung Belang itu!" Felix tampak kesal mendengar nama Carlos yang disebut oleh Bella.
"Ayolah, Felix! Aku mohon ... hanya itu satu-satunya tempat yang kutahu! Barang kali Carlos bisa membantu kita ...," rengek Bella.
Akhirnya dengan berat hati Felix menuruti permintaan Bella.
Semua demi Alice, kalau bukan karena Alice tentu saja Felix, tidak akan sudi berkunjung ke rumah Carlos.
***
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, mereka sampai di rumah Carlos lebih cepat dari pada umumnya.
"Ayo masuk!" ajak Bella, wanita itu menarik tangan Felix agar mau masuk ke dalam gerbang.
Sementara Felix tampak ragu.
Bella menekan bel pintu sebanyak Tiga kali, kemudian Carlos keluar.
Ceklek!
"Bella, ada apa?" tanya Carlos, dan pria itu menoleh pada Felix yang ada di sebelah Bella.
"Kau? Kau mau apa datang kemari?!" bentak Carlos.
Felix menghela napas sesaat dan menggelengkan kepalnya.
Sementara Carlos sudah mengambil ancang-ancang untuk memaki Felix habis-habisan, namun Bella berusaha untuk melerai kedua pria itu.
"Hentikan!" bentak Bella.
"Carlos, kami datang kemari karena sedang mencari Alice," tukas Bella.
"Loh, memangnya Alice kemana?" tanya Carlos.
"Alice pergi bersama Caroline entah kemana! Dan kami sudah mendatangi rumah pacarmu itu, tetapi di sana tidak ada siapapun!" pungkas Bella.
"Apa? Eh, tunggu!" Carlos terlihat tak terima, "tolong jangan sebut Caroline itu 'Pacarku' karena aku sudah tidak ada hubungan apa-apa dengannya!" tegas Carlos.
Felix mencibir perkataan Carlos.
'Cih, dulu saja cinta! Sekarang sudah bosan, lalu bilang tidak ada hubungan apa-apa!' cerca Felix di dalam hati.
"Carlos, coba berikan prediksi tentang keberadaan mereka! Kau yang lebih mengenal Caroline, pasti kau tahu tempat yang biasa ia kunjungi!" pinta Bella.
Carlos terdiam sesaat sembari berpikir.
'Memangnya dia itu punya otak? Kenapa seolah-oleh sedang berpikir?' batin Felix.
"Carol itu memiliki banyak tempat favorit, selain tempat untuk berbelanja, dia juga suka ke restoran mahal!" ujar Carlos.
"Tapi aku yakin bukan tempat yang seperti itu! Apa kau tahu tempat terpencil yang kemungkinan Caroline datangi?" tanya Bella.
"Tempat terpencil? Kenapa harus mencari di sana?" Carlos malah terlihat bingung.
'Sudah kubilang dia itu Bodoh!' batin Felix lagi.
Bella menghela napas jengah, dan dengan detail ia menjelaskan kepada Carlos, tentang sikap Alice yang berbeda pada hari ini. Tentu saja hal itu yang membuat Bella takut jika Alice akan berbuat buruk kepada Caroline.
"Ayolah, Carlos! Kau harus membantu kami, Alice mengaku bahwa dia adalah Sea. Dan dia hampir membunuhku tadi, namun tidak berhasil! Dan aku takut dia akan beralih membunuh Caroline!" jelas Bella dengan deru napas yang menggebu-gebu.
Seketika Carlos teringat dengan ucapan Caroline yang sudah berulang-ulang ia dengar. Caroline mengancam akan membunuh Alice apa bila Carlos tidak bisa berhenti mengejar Alice.
Tentu saja Carlos tidak mau hal itu akan terjadi, yang ia khawatir bukan Alice yang akan membunuh Caroline, tetapi Caroline yang akan membunuh Alice.
Setahunnya Caroline adalah wanita yang sangat nekat. Dan ucapan Caroline pada waktu itu bisa saja akan benar-benar dilakukan oleh Caroline.
"Bella, sebaiknya kita pergi ke rumah kosong yang berada di seputran tempat tinggal Caroline!" ajak Carlos.
"Baiklah, ayo!" Bella tampak bersemangat.
Namun perdebatan tak berhenti begitu saja, Carlos dan Felix kembali bersitegang.
"Bella, lebih baik kamu naik ke mobilku saja!" ujar Carlos.
"Kenapa memangnya?" tanya Felix, "jangan bilang kau bicara seperti itu karena ingin menghina mobilku jelek!" tuduh Felix.
Carlos tersenyum sinis, "Baguslah, kalau sudah mengerti," gumamnya.
"Hei! Apa kau bilang?!" bentak Felix.
"Ah, sudahlah! Kalian ini kenapa masih saja egois! Ayolah berbaikan demi Alice!" ujar Bella. Kemudian Bella masuk ke dalam mobil Felix.
'Ah, sialan!' umpat Carlos di dalam hati.
Dia kalah dengan Felix lagi, namun dia tidak mau berdebat lebih lama, karena keselamatan Alice lebih penting baginya.
*****
Sementara itu, Alice berjalan menaiki sebuah tangga apartemen kosong.
Gedung ini memiliki 4 lantai, dan tampak terbengkalai, serta ada beberapa bagian bangunan yang belum terselesaikan.
Sebenarnya gadung apartemen ini milik teman dari Caroline, hanya saja pembangunannya belum selesai karena teman dari Caroline itu sedang kehabisan modal.
Sesampainya di lantai 4 Caroline sudah menunggunya sambil tersenyum. Dia menyambut kedatangan Alice.
"Wah akhirnya kau datang juga, Alice!" tukas Caroline dengan ramah.
Gadis itu bertingkah seolah tidak terjadi apapun.
"Kenapa kamu mengajakku ke tempat seperti ini?" tanya Alice dengan raut wajah yang polosnya.
"Ah, aku ingin kita berbicara lebih dekat, dan tidak ada siapa pun yang menggangu kita," jawab Caroline. Namun dalam hati perempuan itu berkat, 'hari ini adalah hari terkhirmu berada di dunia, Alice,'
Caroline memeluk tubuh Alice seperti dulu, seperti saat hubungan keduanya baik-baik saja.
"Begitu, ya? Kau tidak punya rencana lain, kan?" sindiran Alice.
Padahal dia itu sudah tahu apa yang ada di pikiran wanita yang tengah memeluknya ini.
Namun Alice pura-pura tidak mengetahuinya.
"Alice, ini pertanyaanku yang terakhir. Apa kau masih mencintai Carlos?" tanya Caroline.
"Tidak." Jawab Alice dengan singkat.
"Tapi sayangnya Carlos masih mencintaimu. Dan aku tidak rela," tukas Caroline.
"Lantas?" Alice yang seakan tak sabar menunggu kelanjutan kalimat dari Caroline.
"Kalau aku tidak bisa memiliki Carlos, maka wanita lain juga tidak boleh memilikinya, termasuk dirimu, Alice," jawab Caroline dengan raut wajah serius, dan dia mulai melepaskan pelukannya dari Alice.
"Ah, begitu, ya?" Ekspresi Alice begitu datar, "apa kau akan membunuhku?" tanya Alice.
Caroline menyeringai, "Iya!" jawabnya dengan yakin.
Anehnya tidak ada ekspresi ketakutan dari wajah Alice sedikitpun, justru sebaliknya dia masih terlihat santai.
Kemudian dari saku mantelnya, Caroline mengeluarkan subuah senjata api.
To be continued