Chereads / Tetanggaku Yang Seram / Chapter 61 - Wanita Jalang Harus Mati!

Chapter 61 - Wanita Jalang Harus Mati!

Butiran peluru yang bersarang pada tubuh Alice, kini sudah dikeluarkan satu per satu.

Hal yang tak pernah terbayangkan oleh Caroline.

Ini benar-benar di luar nalar. Bahkan wanita itu sama sekali tak kesakitan.

Dan sekarang Alice berjalan mendekat, pisaunya masih berlumuran darah.

Butiran darah Caroline yang melekat di sisi benda tajam itu menetes ke lantai, terlihat begitu segar.

Caroline tidak bisa berbuat apa-apa ketika Alice mulai mendekat, senyuman Alice memiliki makna yang sangat buruk.

"Kakimu tidak apa-apa, 'kan?" tanya Alice dengan ekspresi datar. Senyuman yang sempat terukir hilang sejenak.

"Tolong ... maafkan aku, Alice ...." Caroline menaruh kepalanya di atas lantai. Dia merasa tenaganya sudah di ujung tanduk. Kaki-kakinya terasa luar biasa sakit. Jangankan berlari, berteriak dengan kencang saja dia seakan tidak mampu.

Alice duduk tepat di depan wajah Caroline, dia menancapkan mata pisaunya di atas lantai kramik.

"Caroline, aku hampir tak percaya bisa bertemu denganmu. Ternyata kau itu sangat cantik ya, Sayang," puji Alice.

Kemudian dia membelai wajah Caroline dengan sisi pisau. Tentu saja membuat jantung Caroline berdetak kencang tak terkendali.

"Aku benci wanita cantik! Karena wanita dengan kecantikan yang melebihi wanita rata-rata, akan memanfaatkan kelebihannya itu untuk hal buruk," tukas Alice, "seperti kau yang merebut suami orang!" timpalnya.

"Alice, aku mohon biarkan aku hidup, Alice. Dan aku berjanji tidak akan menyakitimu lagi, aku akan pergi dari kota ini. Aku akan melupakan Carlos." Pungkas Caroline dengan wajah memelas.

"Ah, bagaimana bisa begitu? Kalau semua perebut suami orang dibiarkan bebas hanya dengan kata 'maaf'  maka mereka akan melakukan apapun yang mereka mau tanpa ada rasa jera!" ujar Alice.

"Alice, lepaskan aku! Biarkan aku hidup. Aku mohon ...." Sekali lagi Caroline memasang wajah memelasnya.

"Ah, sudah kubilang, panggil aku 'Sea' aku ini bukan 'Alice' apa kau tuli?" teriak Alice.

"Aku tidak peduli, kau Sea atau Alice, itu tidaklah penting! Aku mohon lepaskan aku, Alice. Biarkan  aku tetap hidup, ya ...." Rengekan itu terdengar seperti musik dengan derap penuh semangat.

Alice menyukai saat-saat seperti ini. Dia tertawa dengan lantang, seraya menggoreskan mata pisau pada bagian pipi mulus Caroline.

Teriakan  kesakitan kembali terdengar, namum tidak begitu kencang. Karena Caroline sudah kehabisan tenaga.

Namun beberapa saat kemudian, Alice berhenti tersenyum, dia menangis sesenggukan.

"Aku mohon hentikan, Sea!" teriak Alice pada dirinya sendiri.

"Aku mohon keluar dari dalam tubuhku! Aku mohon ... aku tidak mau menjadi pembunuh

...." Nada bicaranya semakin pelan.

Caroline merasa heran atas apa yang ia lihat.

Alice seperti memiliki dua kepribadian.

Dan yang baru saja ia lihat itu benar-benar Alice yang ia kenal. Tangis dan suaranya benar-benar sahabatnya.

Tidak seperti yang sebelumnya, Alice seperti bukan Alice. Dia benar-benar sangat menyeramkan.

Mungkin apa yang telah diucapkan Alice sebelumnya adalah benar. Bahwa dia bukanlah Alice, melainkan Sea!

Kini Caroline baru mempercayai akan adanya hantu dan roh jahat.

Atau memang benar jika Alice itu sudah  gila?

Entah ... apa yang sebenarnya terjadi,  yang jelas semua ini benar-benar menjadi petaka bagi Caroline.

Selama ini dia selalu menyepelekan tentang kejadian yang menimpa Alice, dia menertawakan Alice yang harus bolak-balik ke ruang psikiater, dan ini dampak terburuknya.

Dia harus membayar mahal atas perlakuannya terhadap Alice.

Dia juga tidak tahu bagaimana nasibnya yang selanjutnya.

Sebenarnya dia ingin hidup, namun jika hidup pun maka dia akan menjadi orang yang cacat.  Kalau dia mati sekarang pun, rasanya juga belum siap.

Dia masih terlalu muda dan ada banyak hal yang belum dapat ia raih.

"Aku dulu pernah membunuh seorang Wanita Jalang, yang bernama Lilly. Kemudian aku menguburnya di bawah lantai kramik." Tutur Alice.

Seketika Caroline teringat dengan cerita Carlos, dan berita-berita yang tersiar dari berbagai media.

Ada salah satu korban dari kejahatan Sea yang bernama Lilly. Dan wanita itu dikubur di bawah lantai kramik bersama jasad seorang pria.

"Yah, tidak salah lagi. Kau memang Sea!" tukas Caroline.

"Ya, benar. Aku memang Sea, aku sudah bilang sejak tadi, kan!" jawab Alice.

"Aku tidak tahu kau sudah mati atau bagaimana, hingga kau bisa berada di dalam tubuh Alice! Yang aku mau, tolong jangan menggangguku! Karena aku tidak ada urusan denganmu! Urusanku hanya pada Alice!" ujar Caroline, nada bicaranya sedikit tinggi.

"Tadak bisa! Setiap Wanita Jalang, akan berurusan denganku! Termasuk kau!" pekik Alice.

Kemudian  wanita itu berdiri dan menendang wajah Caroline.

Duak!

"Akh!" Caroline berteriak kesakitan. Dan Alice meraih tubuh wanita itu.

Alice Mengangkat tubuh orang dewasa seperti hanya mengangkat sebuah bantal.

Tampak begitu ringan, tak sedikit pun Alice merasa keberatan. Kemudian dia pun mutar-mutarkan sesaat tebuh Caroline lalu melemparkannya dari lantai empat.

Caroline berteriak kencang untuk yang terakhir kalinya.

Dan teriakan  itu mulai menghilang seiring terdengarnya suara benda jatuh di lantai bawah. Suaranya bergemuruh, benar-benar bising dan mengagetkan.

Itu adalah suara tubuh Caroline yang mendarat dan mengenai tumpukan kayu serta alat-alat bangunan lainnya.

Alice memandang tubuh Caroline dengan datar.

Kemudian  wanita itu pergi meninggal gedung begitu saja.

***

Sementara itu Bella dan yang lain masih mendatangi gedung di saat Alice sudah pergi.

"Carlos, apa kau yakin mereka ada di sini? Ini adalah gedung kosong kelima yang telah kita datangi, lo?" tukas Bella.

"Aku memang tidak terlalu yakin, Bella. Tapi ini adalah satu-satunya tujuan terakhir kita. Caroline pernah membahas tentang tempat ini, dan ini adalah gedung milik temanya," pungkas Carlos.

"Ah, yasudah ayo cepat masuk saja!" sergah Felix.

"Baiklah, kau benar, Felix!" sahut Bella.

Mereka mulai memasuki gerbang yang memang telah terbuka sejak tadi. Dan di sana mereka melihat keberadaan mobil Caroline yang tengah terparkir.

"Hai, itu mobil Caroline!" teriak Carlos seraya menunjuk benda yang ia maksud.

"Ayo cepat mendekat!" ajak Felix.

Mereka berlari mendekati mobil itu, yang kebetulan berada tepat di depan pintu masuk.

Ketiga orang itu berlari menaiki tangga dengan deru  napas yang berpacu.

Sampai di lantai dua, mereka tak menemukan apapun, dan berlanjut ke lantai tiga. Namun mereka juga tak menemukan apa-apa di sana, hingga akhirnya berlanjut di lantai empat.

Baru sampai di sana mereka melihat ada banyak jejak darah yang berceceran. Tentu saja mereka semua begitu panik.

"Astaga! Dia mana adikku?!" teriak Bella dengan tangis sesenggukan.

To be continued