Caroline masih menangis di dalam ruangan rumah sakit.
Tubuhnya masih terbaring di atas kasur, dan kakinya juga masih di-gips.
"Ibu, di mana, Carlos? Apa dia belum datang?" tanya Caroline.
"Maaf, Sayang. Dia tidak bisa datang. Dia sedang berada di luar kota," jawab Ella.
"Ah! Itu hanya alasan saja!" sengut Caroline.
"Carol, kamu itu harus bisa memahami posisi Carlos, dia itu Seniman Besar, wajar kalau sering mendapatkan undangan ke luar kota!" ujar Ella mayakinkan putrinya.
Caroline hanya mendengus kesal mendengar ucapan sang ibu. Karena Ella memang belum tahu permasalahan anatara putrinya dengan Carlos.
Caroline belum bercerita soal ini, dia tidak mau orang lain tahu jika hubungannya dengan Carlos telah berakhir, termasuk sang ibu.
Karena bagaimana pun dia belum rela untuk berpisah dari Carlos. Sampai kapanpun rasa cintanya terhadap Carlos tidak akan berubah.
Tentu dia juga tidak mau jika orang-orang akan menertawakannya karena dianggap mendapatkan karma atas perbuatannya.
Sudah cukup dia dibenci karena telah merebut Carlos dari Alice, dia tidak mau kalau sampai diterwakan kerena telah dicampakan Carlos.
'Carlos benar-benar kejam. Bahkan di saat aku seperti ini saja, dia tidak mau datang,' batin Caroline.
'Carol, kamu harus bersabar! Kamu tidak boleh rapuh. Yakinlah jika kamu bisa membuat Carlos kembali dalam pelukanmu!' Sebisa mungkin dia terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bisa melewati ini semua. Dan membuat Carlos kembali dalam pelukannya.
Wanita itu hanya bisa menahan kesedihan, beserta rasa sakit yang ia rasakan pada tubuhnya.
Kakinya masih pincang, untuk sementara waktu dia harus berjalan dengan bantuan tongkat serta orang lain. Dan untuk membuat kakinya kembali normal juga butuh waktu beberapa bulan. Lebih parahnya lagi ... tidak ada Carlos di sampingnya.
Nyonya Ella memang banyak membantunya, sebagai ibu yang baik, beliau tidak meninggalkan Caroline sedikitpun.
Wanita paruh baya itu terus menjaga putrinya.
Namun semua itu tidaklah cukup bagi Caroline, karena yang ia harapkan adalah kedatangan Carlos.
***
Kini hari-hari Carlos, benar-benar tenang tanpa kehadiran Caroline.
Carlos bisa mendatangi rumah Alice kapan pun ia mau.
"Yah, ini memang agak sedikit jahat. Tetapi ada sisi baiknya. Aku bisa datang ke rumah Alice kapan pun aku mau," gumam Carlos, seraya merapikan rambutnya di depan cermin.
Tak lupa dia menyemprotkan parfum keseluruh tubuhnya.
Dia selalu ingin tampil sempurna di hadapan Alice. Sudah seperti seorang pemuda yang sedang kasmaran.
"Hari ini aku terlihat lebih tampan dari biasanya, aku yakin Alice akan terkesan, " Carlos berbicara dengan senyuman penuh percaya diri.
Kemudian dia bergegas pergi ke rumah Bella untuk menemui Alice.
*****
Beberapa saat kemudian Carlos sudah sampai di depan rumah Bella.
Rona wajah Carlos yang awalnya terlihat ceria mendadak murung, saat ia melihat mobil Felix yang tengah terparkir di depan rumah.
"Ah, sialan!" pekik Carlos seraya menggebrak bagian stir mobilnya.
Carlos enggan bertemu dengan Felix, namun dia tidak rela jika Alice lebih lama berduaan dengan Felix.
"Aku tidak boleh tinggal diam! Pokoknya aku harus mencegah Felix agar tidak berdekatan dengan Alice!" ujar Carlos.
Tanpa ragu pria itu langsung keluar dari mobil. Ia masuk ke dalam rumah tanpa permisi. Kebetulan pintunya memang sedang terbuka.
Dan di dalam ruang itu, tampak Felix serta Alice yang tengah mengobrol berduaan.
Yang lebih membuat Carlos semakin kesal, ketika tangan Felix sedang memegang tangan Alice.
"Ehm!" Carlos berdehem cukup kencang, hingga membuat Alice dan Felix tersentak.
"Hei! Kenapa kau tiba-tiba datang?" ujar Felix, "mengganggu saja!" sengitnya.
"Terserah aku! Ini, 'kan rumah Kakak Iparku!" jawab Carlos.
"Cih! Masih mengaku-ngaku juga, ya?" Felix menyindir Carlos seraya berdecak heran. "Sini biar aku jelaskan, bahwa rumah ini bukan rumah kakak iparmu! Tapi, mantan kakak iparmu!" tegas Felix.
"Dasar Bocah Ingusan!" umpat Carlos pada Felix, dan pria itu sudah mengangkat tangannya. Dia hendak menampar Felix, namun Alice segera menghentikannya.
"Berhenti!" teriak Alice pada Carlos. "Jangan bermain kekerasan di sini!" pekik Alice.
Carlos pun segera menurunkan kembali tangannya.
Dan Alice kembali mengocehi Carlos.
"Hei, Carlos! Siapa yang menyuruhmu masuk ke rumah ini?" tanya Alice.
"Memang tidak ada! Tapi apa aku tidak boleh masuk ke rumah ini? Sedangkan, Bocah Ingusan itu saja boleh masuk?" ujar Carlos seraya melirik ke arah Felix dengan sinis.
"Tutup mulutmu, Carlos! Aku ini bukan 'Bocah Ingusan!'" pekik Felix.
"Cih!" cerca Carlos.
"Sudah! Kau jangan memojokkan Felix! Kau memang salah, Carlos!" tegas Alice.
"Alice, kenapa membela Felix?" protes Carlos.
"Aku tidak membela Felix, aku hanya bicara apa adanya! Kau yang masuk ke rumah ini tanpa permisi! Apa itu bisa disebut 'tindakan yang benar?'" tanya Alice, dan Carlos pun tidak bisa menjawabnya. Dia menyadari jika tidankannya memang salah, dan hal ini membuat Felix menahan tawa.
"Carlos, sebaiknya kamu pulang! Sudah berulang kali aku bilang jika aku tidak mau menerimamu lagi! Kenapa masih juga mengejarku?" ujar Alice.
Namun Carlos tak mau tinggal diam, dia berusaha untuk membuat hati Alice luluh dan mau kembali bersamanya lagi.
"Alice, aku masih mengejarmu karena aku ingin membuktikan seberapa besar rasa cintaku kepadamu!" tegas Carlos.
"Ah! Omong kosong!" pekik Alice, dan dia menarik tangan Felix lalu mengajaknya keluar dari rumah ini.
"Bella! Aku pergi dengan Felix, ya!" teriak Alice berbicara kepada kakaknya.
"Iya, Alice!" sahut Bella dari ruang dapur. Kebetulan wanita itu sedang memasak.
Alice benar-benar pergi bersama Felix, sementara Carlos masih terdiam di rumah Bella.
Pria itu tidak bisa menghentikan Alice.
Lagi-lagi dia hanya bisa bersabar.
'"Aku tidak peduli jika Alice terus menjauh dariku, dan terus menganggapku tidak berharga lagi. Aku pantas mendapatkanya. Ini sebuah hukuman untukku, tetapi aku tetep akan mengejarnya!" gumam Carlos.
Kemudian Bella keluar dari dapur untuk menutup pintu depan.
"Hei, Carlos! Rupanya kamu ada di sini?"
"Iya, Bella,"
"Pasti kamu dicampakan oleh Alice lagi, ya?"
"Iya."
"Emm ... Carlos, sebaiknya kamu berhenti mengejar Alice. Aku rasa itu jauh lebih baik. Kerena Alice benar-benar sudah tidak mencintaimu. Aku hanya kasihan melihatmu yang terus dicampakan," pungkas Bella yang mencoba menasehati Carlos.
"Ugh ... tidak semudah itu, Bella. Aku sangat mencintai Alice, dan aku tidak mau kehilangan dia!" jawab Carlos.
"Ya tapi, kamu itu tidak bisa memaksakan perasaan, Carlos!" ujar Bella.
"Aku yakin masih ada perasaan cinta di hati Alice!" tegas Carlos.
"Ah ... yah ... terserah saja sih, aku hanya mengingatkanmu," tukas Bella. Dan wanita itu kembali masuk ke dapur, dia tidak jadi menutup pintu, karena masih ada Carlos yang masih duduk di ruang tamu.
To be continued