Melihat putri kecilnya yang tergelincir dari atas tangga.
Sea berteriak sekencang-kencangnya. Tapi sayang teriakan itu tidak berarti apa-apa, karena Clara sudah tak bernyawa, kepalanya berdarah akibat terbentur lantai.
"Clara! Clara! Bangun, Sayang! Clara ...." Sea memeluk tubuh Clara dan menangis sejadi-jadinya.
Perlahan-lahan dia memindahkan tubuh Clara di atas kasur, dia membersihkan luka dan mengganti pakaiannya.
"Bangun, Sayang, jangan pingsan terlalu lama," ucapnya seraya memasang perban di kepala Clara.
"Ibu, sudah tidak punya siapa-siapa lagi, Nak. Ayahnya sudah berbuat gila dengan perempuan itu! Kalau kau juga pergi meninggalkan Ibu, maka Ibu akan sendrian, Sayang,"
Sea tak percaya jika Clara sudah meninggal, dia masih berharap ada keajaiban dan Clara akan bergerak serta memanggilnya 'Ibu' lagi.
Tapi apa yang ia harapkan itu tidak akan pernah terjadi. Orang mati tidak bisa hidup kembali.
***
Sea keluar dari rumah handak mencarikan obat untuk Clara.
Tak sengaja di jalanan dia berpapasan dengan mobil polisi yang sedang berpatroli.
Sea teringat dengan apa yang sudah ia lakukan terhadap Edward dan Lily. Dia segera memutar langkahnaya.
Secepat kilat dia berlari untuk segera membereskan para mayat yang ada di rumahnya.
"Aku harus menyingkirkan mereka,"
Sea menyeret tubuh Edward dan Lily secara bergantian, dia membongkar lantai ruang bawah tanah untuk membuat lubang.
Dengan bersusah payah Sea menggalih tanah untuk menyimpan mayat-mayat itu.
Tubuh Edward dan Lily ditumpuk dalam satu lubang galian.
Sea menutup kembali dengan tanah, semen, dan lapisan bagian atas dia menutupnya dengan keramik.
"Bagus sekarang tidak ada yang akan menemukan kalian! Aku kurang baik apa, Edward! Aku sudah menyimpanmu dengan si Jalang, kesayanganmu itu!" gumam Sea dengan tertawa puas.
Sekarang dia hanya harus membersihkan lantai dari darah-darah yang berceceran.
Dan Sea kembali ke kamar putrinya untuk menengok keadaan Clara.
Clara masih tak bergerak tubuhnya kian dingin memucat.
Sea membelai rambut putrinya, dia berbisik di telinga Clara.
"Clara, Sayang, bangun ...,"
"Kalau, Clara, bangun Ibu akan mengajakmu ke mini market, kau boleh membeli es krim, coklat, permen, apa ... saja! Kau bisa mengambil sesukamu," bisiknya di telinga Clara.
Sea hampir putus asa melihat Clara yang masih tak bergerak sama sekali.
Dalam pandangan Sea Clara mulai membuka mata dan tersenyum kepadanya.
"Syukurlah, akhirnya kamu bangun juga, Sayang," ucapnya dengan lega.
Meski Clara sudah mati, tapi Sea tetap menganggap putrinya itu masih hidup, hingga semakin lama, bantuk tubuh Clara mulai rusak, rambut gadis itu mulai rontok.
Sea mulai berinisiatif untuk mencari cara agar jasad putrinya tetap utuh. Dia membeli beberapa bahan kimia di internet. Untuk mengawetkan mayat putrinya.
Kini jasad Clara masih utuh walau sudah mengering.
Bagi orang normal melihat jasad Clara akan merasa ketakutan, tetapi lain halnya dengan Sea, dalam pandanganya jasad yang menyeramkan itu tetap terlihat sebagai putrinya yang cantik dan tengah tersenyum kepadanya.
Kini hidupnya terasa senyap, hanya ada dia dan Clara di rumahnya.
Perlahan tapi pasti, Sea sadar jika Clara sudah meninggal. Tetapi Sea enggan menguburkan jasad putrinya dengan layak. Dia tetap ingin merawat putrinya sampai kapanpun.
Menurutnya Clara yang sekarang adalah gadis yang riang, dan penurut, apa pun yang dikatakan oleh Sea dia selalu mengikutinya. Tak pernah sekalipun melawan, apa lagi sampai meninggalkanya.
Semakin lama, Sea merasa semakin kosong. Di kehidupan nyata tak satu pun orang yang mau menyapanya. Dia menjadi sangat tertutup.
Dan kehadiran Clara di rumah itu masih terasa kurang. Dia mulai tertarik untuk memiliki keluarga baru.
Sea mendekati tetangga yang tinggal di samping rumahnya.
Namanya Elsa, dia adalah wanita lajang yang bekerja di sebuah klub malam.
Sepulangnya bekerja Elsa sering mengajak pacarnya menginap di rumah itu.
Sea merasa iri dengan Elsa. Dan dia juga merasa kesal dengan sikap Elsa yang terlalu cuek, bahkan gadis itu nyaris tak pernah menyapanya.
Dia hanya berbicara dengan Sea ketika akan membayar uang sewa saja.
Berkali-kali Sea mengundang gadis itu untuk datang ke rumahnya, tetapi dia selalu nenolak dan dengan alasan sibuk, seakan gadis itu sengaja menjauhinya. Sea mulai muak, karena merasa keberadaannya tidak diakui, padahal dia adalah pemilik rumah yang sedang ditinggali oleh Elsa.
Hari itu Sea membuat masakan yang cukup mewah, lalu mendatangi Elsa, yang kebetulan sekali sedang sendirian.
"Elsa, bisa datang ke rumah saya sebentar?" ucap Sea dengan senyuman ramah.
"Ada perlu apa sih? Aku ingin istrihat, Nyona Sea!" ujar Elsa dengan suara yang agak ketus.
"Aku sedang memasak banyak sekali, kau harus mencobanya aku tahu kau itu belum makan malam, 'kan?"
"Tapi—"
"Kenapa kau selalu menolakku? Apa aku ini tidak pantas menjadi kakakmu?"
"Kakakku?" Elsa menggaruk kepalanya karena bingung.
"Sudahlah! Kali ini kau harus mau mencicipi masakanku yang lezat!" Sea menarik paksa tangan gadis itu.
Akhirnya Elsa menuruti ajakan Sea.
Dia duduk di meja makan dan menatap takjub seluruh makanan yang tersedia.
"Wah, kau masak sebanyak ini untuk siapa, Nyonya Sea?"
"Untukmu?" jawab Sea dengan santai.
"Benarkah? Tapi aku ini—"
"Tidak baik menolak rezeki, Nona Elsa," ucap Sea.
Akhirnya dengan lahap Elsa menyantap semua hidangan yang ada di meja itu.
"Kalau saja aku tahu, Nyonya Sea, akan mengajakku makan enak, pasti aku akan datang sejak kemarin!" gumamnya.
Sea tersenyum puas melihat gadis itu menyukai masakannya.
"Usiamu berapa, Elsa?" tanya Sea.
"20 tahun," jawabnya.
"Astaga masih muda sekali. Kau lebih cocok menjadi adikku, apa kau mau menjadi adikku?" tanya Sea.
Namun Elsa tak menjawabnya, dan malah menaruh sendok serta gapunya dengan kasar di atas piring.
Mendadak gadis itu kejang-kejang dengan mulut yang berbusa.
Tak berselang lama Elsa menjatuhkan tubuhnya di atas meja.
Brak!
"Kalau kau tak pernah menyapaku di kehidupan nyata, maka kau bisa lebih ramah kepadaku di kehidupan selanjutnya," ucap Sea.
Elsa adalah jasad kedua yang ia simpan dalam rumahnya.
Dia memperlakukan Elsa sama halnya saat ia memperlakukan Clara.
"Sayang, sekarang kamu punya teman, dia kakak barumu," bisiknya di telinga Clara.
***
Dalam pandangannya, mayat-mayat itu hidup dan selalu mengajaknya berbicara. Tak seperti di dunia nyata. Mereka terihat jauh lebih manis, Sea merasa bahagia ... mereka memberinya dunia baru dan membuatnya merasa berarti.
Menurutnya berbicara dengan mayat jauh lebih menyenangkan ketimbang berbicara dengan manusia yang masih hidup, karena mayat tak bisa melawannya, dan mayat tak pernah bisa menghinanya.
"Ibu berjanji, Sayang, kamu tidak akan kesepian lagi, Ibu juga akan mengajak kakek dan nenekmu tinggal di sini,"
To be continued