Chereads / Tetanggaku Yang Seram / Chapter 24 - Perasaan Cinta

Chapter 24 - Perasaan Cinta

"Felix, kau sudah memiliki kekasih ya?" tanya Alice.

"Be-belum?" Felix tampak panik.

"Terus cicin ini untuk siapa?"

"Itu untuk ...." Felix menggaruk-garuk kepalanya, dia bingung untuk menjawab pertanyaan Alice ini.

"Ayo, mengaku? Jangan berbohong kepadaku!" paksa Alice dengan nada meledek Felix.

Dengan segera Felix meraih kotak cincin itu dari tangan Alice.

"Sini itu punyaku!" sengut Felix, dan pria itu pun berlalu pergi meninggalkan Alice.

"Felix! Felix! Kau mau, kemana?!" teriak Alice.

Tapi Felix tidak menghiraukan teriakan Alice.

"Yah ... dia marah ya?" Alice tampak menyesal. Wanita itu duduk di sofa dengan bibir yang cemberut. Di atas meja masih ada dua cangkir kopi yang berjajar rapi. Bahkan Felix belum  menyentuh kopinya sama sekali.

Alice segera meraih ponsel untuk menelepon Felix, dia merasa tak tenang jika harus berdiam-diaman dengan Felix.

Dia yakin jika Felix sedang ada masalah, oleh karena itu Felix menjadi mudah tersinggung.

Padahal Felix yang ia kenal adalah pria yang humoris dan tak pernah tersinggung walau sudah diledek seperti apapun.

Alice segera meraih ponselnya dan mengirim pesan kepada Felix.

***

Drrt ....

Ponsel pun bergetar, Felix menghentikan langkahnya.

Dia membuka kunci layar dan membaca pesan masuk dari Alice.

[Felix, aku minta maaf, jika bercandaanku sudah berlebihan. Tolong jangan marah kepadaku ya, aku tidak punya teman dekat lagi selain dirimu. Kalau kau marah kepadaku, aku dengan siapa?] tulis Alice dalam pesan itu.

Felix tersenyum setelah membaca pesan. Dia sendiri juga bingung kenapa harus semarah ini kepada Alice?

Padahal Alice tidak salah apa-apa kepadanya?

Lagi pula cincin  itu hendak ia berikan kepada Alice, harusnya dia tadi langsung memberikan saja kepada Alice.

Felix pun memutar langkahnya, dan dia berhenti di sebuah mini market terdekat, dia membeli beberapa makanan ringan. Setelah itu Felix kembali mendatangi rumah Alice.

***

Alice masih termenung di atas sofa, wajahnya tampak bersedih.

Berkali-kali dia melirik kearah layar ponsel dan berharap ada balasan pesan dari Felix.

Tetapi sayang pesan yang tadi ia kirimkan hanya di baca saja oleh Felix, dan pria itu sama sekali tak membalasnya.

"Felix, membaca pesanku tapi tidak membalasnya. Felix benar-benar marah ...," gumam Alice.

Tak lama terdengar seseorang yang mengetuk pintu rumah.

Tok! Tok!

"Ah itu pasti, Sea!" Alice segera berdiri.

Ceklek!

"Fe-lix?!" Alice tampak senang karena Felix kembali lagi.

"Ayo masuk!" ajak Felix. Dan pria itu menerobos masuk ke dalam rumah Alice tanpa  menunggu dipersilakan.

Dan dia menaruh satu kantong besar camilan dibatas meja.

"Felix, itu apa?"

"Cemilan!"

"Banyak sekali? Kau ingin memakannya sekarang?"

"Tidak aku akan memakainya tahun depan!"

"Serius?"

"Hmm ... Alice ...," Felix mendesah kesal.

"Ya aku akan memakannya sekarang, bersamamu, Alice!" tegas Felix.

"Ow," Alice pun tersenyum.

Dia sangat bahagia, karena dia pikir Felix akan merah kepadanya, namun ternyata tidak. Dan justru pria itu datang menghampirinya dengan membawakan banyak sekali camilan ringan.

"Ayo tunggu apa lagi, cepat makan!" sergah Felix.

Dan dengan segera Alice meraih salah satu dari camilan itu dan membuka kemasannya.

"Felix, kau tidak marah kepadaku, 'kan?" tanya Alice seraya mengunyah kripik kentangnya.

"Tidak! Buat apa aku marah?"

"Ya siapa tahu saja! Habiskan kau langsung pergi saja, tanpa menghiraukan panggilanku," keluh Alice.

"Aku tadi buru-buru!" sangkal Felix.

"Benarkah? Memangnya membeli camilan harus, seburu-buru itu?"

"Karena aku takut kehabisan?" jawab Felix.

"Memangnya sedang ada diskon ya?"

"Iya!"

"Tapi aku tidak melihat ada promo potongan harga di toko depan sana?" protes Alice.

Felix pun tampak pusing mendengar pertanyaan Alice.

"Aih! Alice, kau ini banyak bertanya, ya?"

"Haha, maaf ...."

Mereka berdua pun tampak asyik meminum kopi sambil menikmati camilan yang dibeli oleh Felix.

Melihat Alice yang sangat bahagia, dan tampak lahap memakan camilan itu, membuat Felix juga turut senang.

"Alice, apa kau suka?"

"Yah!"

"Bahagiamu sesimpel itu ya?"

Alice langsung menoleh kearah Felix.

"Kenapa bicara begitu?"

"Maksudku, apa benar kau hanya ingin menyendiri di kota ini?" tanya Felix.

"Felix ... aku masih tidak paham dengan pertanyaanmu, itu!" sengut Alice.

"Alice ... apa kau tidak ingin memiliki pasangan lagi?"

"Hem?" Alice kembali menoleh kearah Felix dengan kedua mata membulat.

"Ke-na-pa kau bertanya seperti itu, kepadaku?"

"Kau tinggal menjawabnya saja, Alice! Tidak perlu bertanya balik!"

"Ah ...." Alice segera menarik  keripik kentangnya sambil mendengus kesal.

"Yah, sepertinya memang begitu, Felix. Aku memang belum siap untuk menjalin hubungan yang lebih serius lagi. Aku takut jika lelaki yang kucintai akan selingkuh seperti Carlos," pungkas Alice dengan kedua mata yang sayuh.

"Alice, perlu kutekankan kepadamu. Bahwa tidak semua laki-laki itu seperti, Carlos. Aku yakin masih ada pria yang benar-benar tulus mencintaimu," tutur Felix sambil menatap Alice dengan serius.

"Benarkah? Tapi aku tidak percaya. Kupikir semua lelaki itu sama saja!" ucap Alice.

"Kau tidak boleh seperti itu, Alice. Kalau begitu caranya kasihan dengan laki-laki yang memilki hati yang tulus, kau sudah memukul sama rata kesetiaan mereka. Padahal jelas-jelas setiap individu itu memilki sifat yang berbeda," ujar Felix dengan raut wajah yang tampak keberatan.

"Felix, kenapa kau bicara begitu? Kau sedang membela ras laki-laki, ya?"

"Eh, bukan begitu tapi—"

"Felix! Ayo katakan kepadaku! Kau terlihat aneh akhir-akhir ini!" desak Alice.

Felix benar-benar sudah tak tahan legi untuk menyimpan perasaan ini lebih dalam lagi. Tapi Felix masih ragu untuk berkata jujur bahwa dia menyukai Alice.

Dia takut ditolak dan justeru karena hal ini Alice akan menjauh darinya.

"Felix! Ayo katakan padaku!" bentak Alice. "Kau jangan diam saja! Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu dariku!" desak Alice.

"Sudahlah, Alice, tidak usah dibahas lagi," tukas Felix sambil menundukan kepalanya.

"Eh, tidak bisa! Pokoknya kau harus jujur kepadaku!" Alice terus memaksa Felix agar mau jujur kepadanya, meski Felix terus menolak.

"Ayo katakan, Felix! Apa yang kau sembunyikan dariku, kalau tidak aku akan marah!" ancam Alice dengan raut wajah yang serus.

Akhirnya Felix pun mengakuinya. Karena  bagaimana pun juga pada akhirnya dia harus berkata jujur kepada Alice.

Perlahan Felix meraih tangan Alice, dan menatap kedua mata wanita itu lebih dalam.

"Alice, sebenarnya sudah sejak lama aku menyimpan perasaan ini kepadamu. Hanya saja aku ragu untuk mengatakannya,"

"Kau ingin  bicara apa, Felix?" tanya Alice.

"Alice, aku mencintaimu!" tegas Felix.

Seketika kedua bola mata Alice membulat sempurna.

Dia benar-benar tak menyangka jika Felix mengatakan hal ini kepadanya.

"Kau, sedang bercanda ya?" tanya Alice masih tak percaya.

"Tidak, Alice, aku ini bicara jujur,"

To be continued