Begitu besar cinta Caroline kepada Carlos, bahkan sampai hati menghianati Alice.
Dia menjadi wanita kejam karena sudah merebut suami sahabatnya sendiri.
Tapi sayangnya, kini Carlos malah tak bisa melupakan Alice.
Caroline merasa kecewa serta geram terhadap Carlos. Hampir setiap hari wajahnya selalu murung dan selalu mengatakan jika dia merindukan Alice.
"Carlos, aku mohon ... tolong berhenti mengingat Alice. Sekarang sudah ada aku. Dan aku bisa melakukan apa pun untuk menggantikan, Alice!" tukas Caroline meyakinkan Carlos.
"Maaf, Caroline, aku memang mencintaimu, tapi aku juga masih mencintai, Alice," ucap Carlos.
"Kalau begitu mulai sekarang kau harus menghapus perasaanmu terhadap, Alice! Atau bila perlu kau boleh menganggapku sebagai Alice!"
"Tapi, kau dan Alice, itu orang yang berbeda! Kau tidak bisa menjadi Alice, Carol!"
"Aku bisa, Carlos! Aku bisa menjadi siapapun demi kau!"
"Tapi—"
"Tatap mataku, dan coba ingat-ingat kembali bagaimana kau bisa jatuh cinta kepadaku, ingat kembali bahwa kau pernah mengatakan jika aku jauh lebih baik dari, Alice! Kau melakukan ini semua demi aku! Jadi kumohon lupakan Alice, dan ayo kita menikah!" pinta Caroline penuh harap.
Carlos terdiam sesaat mendengar ucapan dari Caroline.
Apa yang di ucapkan oleh wanita itu memang benar, bukankah dulu dia sangat menyayangi Caroline?
Tapi entah mengapa sekarang pikirannya terusik oleh rasa rindunya terhadap Alice.
Setelah Alice meninggalkannya, barulah Carlos menyadari betapa berharganya Alice.
Caroline memang lebih cantik dan seksi di banding Alice.
Tapi Caroline tidak sebaik dan setegar Alice.
Alice adalah perempuan mandiri, dan pekerja keras, dia tak pernah menggantungkan hidupnya kepada siapapun, bahkan kepada Carlos.
Dia bisa melakukan apapun sendiri tanpa harus meminta bantuan dari Carlos, namun dia tetap menganggap Carlos itu ada dan Selalu menghargainya sebagai suami.
Alice juga wanita yang tak pernah menuntut apa pun darinya, semua yang ia lakukan selalu tulus.
Dia adalah wanita yang mau diajak hidup susah. Bahkan ketika Carlos masih berjuang dari nol untuk menggapai karirnya.
Mulanya hidup mereka sangat bahagia, mereka hampir tak pernah bertengkar.
Tapi sayang Carlos malah tergoda dengan Caroline, wanita yang baru saja ia kenal. Wanita itu telah menghancurkan rumah tangganya.
Kurang lebih satu tahun Carlos menghianati Alice, pria itu memasang senyuman palsu kepada orang yang tulus mencintainya.
Wajar jika saat ini Alice tidak mau memaafkannya, tapi Carlos tetap ingin berusaha untuk mendapatkan maaf dari mantan istrinya itu. Dia ingin mmperbaiki semuanya. Dan membahagiakan Alice di sepanjang hidupnya.
Seandainya Alice bersedia memberika kesempatan kedua untuk Carlos, maka kesempatan ini tidak akan pernah ia sia-siakan lagi.
Tapi sayang semua sudah selesai. Pernikahannya sudah usai.
Hanya saja masih ada keinginan darinya untuk tetap memperjuangkan Alice.
Perlahan Carlos menggengam tangan Caroline, dia menatap gadis bermata coklat itu lebih dalam.
"Caroline, maafkan aku. Mungkin aku terkesan mempermainkanmu, tapi kenyataannya aku memang masih mencintai Alice. Jadi aku mohon. Tolong mengerti posisiku ...,"
"Aku sangat paham posisimu, Carlos! Kau sekarang miliku! Jadi aku akan memperjuangkanmu!" Caroline menajamkan kedua netranya. Dia tahu apa yang ingin di sampaikan oleh Carlos. Tentu saja suatu hal yang tak pernah ingin dia dengar.
"Carol, ayo kita akhiri saja hubungan kita," pinta Carlos.
"Tidak!" triak Caroline, "kau pikir aku ini apa?! Aku sangat mencintaimu lebih dari apapun, Carlos! Bahkan lebih dari diriku sendiri! Jadi aku mohon jangan tinggalkan aku!" pinta Caroline dengan derai air mata.
"Tapi, sekarang perasaanku terhadap Alice jauh lebih besar dari persaanku padamu!"
"Tapi kau sudah bercerai dengannya, Carlos! Lalu apa lagi yang ingin kau dapatkan darinya? Kau pikir dia masih mau kembali kepadamu?!"
"... yah, aku tahu ... mungkin dia tidak akan mau kembali kepadaku, tapi ... aku akan berusaha!" bicara Carlos penuh yakin.
"Kau kejam, Carlos! Kau meninggalkanku hanya untuk mencari orang yang belum tentu mau menerimamu!"
"Dia memang belum tentu akan menerimaku lagi, tapi setidaknya aku sudah berusaha!" tegas Carlos.
"Aku mohon lupakan dia, Carlos!"
"Tidak! Aku tidak akan melupakannya, Alice! Aku baru sadar jika aku sangat mencintainya, dan Alice sangat berarti bagiku!" tegas Carlos.
Caroline tak tahu harus berbuat apa lagi, habis sudah segala cara untuk membuat Carlos mau menikah dengannya dan mau melupakan Alice.
"Caroline, aku mohon lupakan aku. Biarlah aku pergi mengejar Alice. Aku yakin jika kau akan mendapat pria yang seribu kali jauh lebih baik dariku," lirih Carlos sambil menggengam tangan Caroline.
"Aku tidak butuh pria yang jauh lebih baik darimu, karena yang kubutuhkan hanya kau, Carlos!" tegas Caroline. Kedua netranya penuh derai air mata.
"Tapi, cintai itu tidak bisa dipaksakan. Aku yakin jika kau juga merasa bersalah kepada Alice, maka biarkan aku mengejar Alice. Jika kau mengizinkanku pergi, maka itu artinya kau juga sedang berusaha menebus semua kesalahamu kepada Alice,"
Ucapan Carlos kali ini membuat Caroline tak bisa membantah.
Meski dia sangat mencintai Carlos, dan tak bisa melepaskan Carlos. Tapi jauh dari dalam lubuk hatinya, ada setitik rasa bersalah yang berusaha untuk ia tutupi.
Dosa yang selalu membayanginya, karena dia sudah merebut kebagian Alice. Padahal selama ini Alice sangat mempercayainya, dan salalu menjadi sahabat yang baik bagi Caroline. Bahkan ketika dia terjatuh dalam masalah besar, Alice lah satu-satunya orang yang selalu ada dan membantunya bangkit secara perlahan.
Caroline belum sempat membalas segala kebaikan Alice, tapi dia malah memberikan lubang yang menganga dalam hati Alice.
"Carlos, aku akan memberimu kesempatan untuk mengejar, Alice. Tapi hanya untuk kali ini saja. Jika pada akhirnya Alice tak mau menerimamu kembali, maka kau harus kembali kepadaku," pinta Caroline.
Carlos tersenyum mendengar ucapan Caroline.
"Terima kasih, Carol. Kau sudah memberiku kesempatan untuk mengejar Alice. Aku akan berusaha mendapatkan wanita itu, tapi jika Alice benar-benar sudah tidak menerimaku, maka aku akan kembali kepadamu," ucap Carlos. Wajah pria terlihat sedikit sumringah.
Tak apa Caroline tidak mau berpisah dengannya, tapi setidaknya Caroline sudah memberikan izin kepada Carlos untuk mengejar Alice.
"Kalau begitu ayo kita pulang sekarang, aku akan mengantarkanmu," ajak Carlos. Dia mengulurkan tangannya kearah Caroline.
Caroline bangkit, sambil menghapus air matanya, tanpa meraih tangan Carlos.
Dia berjalan di depan Carlos, dengan raut kekecewaan.
'Aku memang mengizinkanmu untuk pergi menemui Alice, tapi jauh dari palung hatiku yang terdalam, aku terus berdoa agar Alice tak mau menerimamu kembali, Carlos,' bicara Caroline di dalam hati.
"Caroline, apa kau baik-baik saja?" Carlos bertanya seraya menggandeng tangan Caroline, sementara wajah wanita itu tampak kaku tanpa sepatah katapun.
To be continued