Chereads / Tetanggaku Yang Seram / Chapter 19 - Ketulusan

Chapter 19 - Ketulusan

Ceklek!

"Tidak terkunci?"

Alice merasa penasaran dengan apa yang sedang terjadi di rumah ini, tak biasanya Sea membiarkan pintunya tidak terkunci, dan tak biasanya pula dia tidak menghidupkan lampu rumah.

"Apa terjadi sesuatu dengan, Sea?" Alice mulai mengkhawatirkan Sea. Dan dia masuk lebih dalam lagi, dia mendengar ada seseorang yang sedang bersendung, dan berjalan menaiki tangga, kebetulan sekali pintu ruang bawah tanah juga tidak terkunci.

Alice melirik dari atas, dan mendapati Sea sedang berjalan menaiki tangga, dalam kegelapan entah apa yang sedang ia lakukan di sana.

Alice segera berlari keluar, dia menutup kembali pintu rumah Sea.

"Aku tidak boleh berlama-lama di sini, aku harus segera pergi," gumam Alice.

Dia tidak mau terjadi percekcokan lagi dengan Sea.

Walaupun sebenernya Alice masih sangat penasaran.

"Ah aku benar-benar, tidak tahu apa yang sedang di lakukan oleh Sea di dalam, tapi aku juga tidak bisa menyelidikinya lebih jauh lagi," gumamnya, dia berjalan mencari kedai makanan terdekat.

"Alice!" teriak seseorang dari kejauhan.

"Eh, Felix!"

"Kau mau kemana?" tanya Felix.

"Aku akan mencari makan malam!" jawab Alice.

Felix berjalan mendekat.

"Eh, kebetulan aku punya 2 voucher makan gratis di restoran ujung jalan, kau mau?"

"Benarkah?"

"Ya, bagaiamana? Kau mau makan bersamaku, Alice?"

"Tentu saja!" Alice segera menggandeng tangan Felix penuh semangat.

Di restoran itu, Alice bercerita tentang kejadian di rumah Sea. Terutama keanehan yang tampak di rumah itu, karena suasana yang bgitu gelap, seakan-akan tak ada siapa pun, padahal di dalam ruangan ada Sea yang sedang bersenandung dan entah melakukan apa di sana.

"Alice kenapa kau tak bertahan di sana? Harusnya kau itu bersembunyi dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh Sea di dalam," ujar Felix.

"Aku tidak berani, Felix, aku takut Sea akan mengetahuinya dan dia akan marah kepadaku," ucap Alice dengan sedikit menunduk.

"Ah, kau ini selalu saja melibatkan hati, harusnya kau itu lebih waspada, jika kau sudah mencurigai Sea, adalah pembunuh! Bukanya malah memikirkan Sea yang akan marah kepadamu!" oceh Felix.

"Tapi, aku, 'kan masih belum yakin, Felix, jika Sea seorang pembunuh," jawab Alice.

"Ah, yasudahlah lupakan, ayo cepat makan!" sergah Felix.

"Ah, baiklah," jawab Alice.

Alice tampak sangat menyukai makanan yang ia pesan, sementara Felix hanya menatapnya sambil tersenyum, bahkan dia enggan memakan, makanan miliknya. Dia menusukkan garpu pada potongan daging yang belum sempat ia sentuh, lalu menaruhnya di atas piring Alice.

"Ayo habiskan," ucap Felix

"Felix, kenapa kau menaruh potongan dagingmu ke piringku?" tanya Alice.

"Sudah makan saja!"

"Tapi, kau, 'kan belum makan?"

"Aku masih kenyang, Alice, sebenarnya aku tadi sudah makan,"

"Tapi—"

"Ayolah habiskan!" sergah Felix.

Bukanya segera menghabiskan makanan itu, tapi Alice malah terdiam dengan kedua mata yang berkaca.

"Alice, kau kenapa?" Felix tampak panik, dia memegang wajah Alice.

"Kau menangis?" Pria itu menghapus air mata dari wajah Alice.

"Felix, kenapa kau baik sekali kepadaku?" tanya Alice.

"Kau ini bicara apa? Tentu saja aku baik kepadamu, kau itu sahbatku?" jawab Felix.

Alice menunduk sambil menghapus air matanya.

"Kau tahu, Felix. Kadang aku merasa terbebani dengan kebaikanmu ini. Kau satu-satunya orang yang saat ini selalu ada untukku, bagaimana caraku untuk membalas budi kepadamu?" tanya Alice.

"Hey, Alice, kenapa malah berbicara tentang balas budi? Bukankah sahabat itu memang harus saling tolong-menolong?" Felix menajamkan matanya.

"Tidak juga, Felix! Buktinya Carol, malah menghianatiku! Padahal kau tahu, 'kan? jika kami ini sahabat sejati yang tak pernah terpisahkan, tapi Carol sama sekali tak peduli tentang perasaanku? Lalu kenapa kau baik kepadaku, Felix?" pungkas Alice.

Felix menggelengkan kepalanya dengan wajah yang heran, kenapa Alice sampai berbicara begini?

Melihat Alice yang menangis semakin membuat Felix merasa kasihan.

Tidak sepantasnya seorang wanita cantik, baik, dan pekerja keras seperti Alice ini mendapatkan penghianatan, baik dari mantan suami atau pun sahabatnya.

"Alice, kau jangan samakan aku dengan Carol, aku tulus menyayangimu, dan aku berbuat baik kepadamu, juga karena aku ingin membalas budi kepadamu. Kau dulu juga banyak sekali membantuku, bahkan saat aku memiliki masalah dengan keluargaku. Kau ... Alice, satu-satunya orang yang selalu menyemangatiku, dan kau juga selalu ada untukku, hingga akhirnya aku dan keluargaku bisa berdamai sampai sekarang," tutur Felix. Pria itu memegang pundak Alice.

"Aku belajar banyak dari ketulusan hatimu, Alice. Dan aku juga bangga bisa menjadi sahabatmu, aku pun juga harap kita bisa selalu bersama, dan bisa saling melengkapi atas segala kekurangan kita," pungkas Felix.

Alice pun terdiam sesaat, wanita berambut pirang itu tersenyum.

"Terima kasih, Felix," Alice memeluknya.

Satu pelajaran berharga yang ia dapat hari ini.

Yaitu tentang ketulusan.

Tak selamanya ketulusan akan mendapatkan balasan penghianatan seperti yang pernah ia alami.

Karena seringkali ketulusan akan mendapatkan balasan yang sama, bahkan balasan yang jauh lebih tulus dari apa yang pernah ia lakukan.

Felix adalah sahabat terbaik yang pernah ia temui di dunia ini.

'Andai saja Carlos itu sebaik, Felix, pasti kehidupan rumah tanggaku tidak sehancur ini,' bicara Alice di dalam hati.

***

Sementara itu, di Oxford Carlos tengah bersama dengan Caroline.

Mereka sedang berada di dalam galeri lukisan milik Carlos.

"Sayang, kenapa akhir-akhir ini kau itu tampak murung?" tanya Caroline.

"Aku sedang merindukan, Alice," jawab Carlos dengan jujur.

Seketika Carol menajamkan kedua matanya.

"Kenapa kau masih memikirkan mantan istrimu? Apa kehadiranku di sini masih belum cukup, Carlos?"

"Ini bukan masalah cukup atau tidaknya, Carol. Tapi ini masalah perasaan. Aku merindukannya, karena aku pernah hidup bersamanya selama 10 tahun. Aku rindu saat dia memelukku, saat dia menyiapkan sarapan untukku, bahkan aku juga rindu akan senyumannya," tutur Carlos dengan pandangan yang kosong.

Tentu saja hal itu membuat Caroline merasa sangat kesal, seolah-olah kehadirannya tak berarti bagi Carlos.

"Apa lagi yang kau rindukan dari Alice? Aku akan melakukannya untukmu, Carlos!?" tantang Caroline. Wanita itu memegang wajah Carlos dengan kedua tangan.

"Kau rindu saat dia membuatkanmu sarapan? Aku juga bisa melakukannya untukmu, Carlos! Dan kau juga rindu akan senyumannya? Aku juga bisa tersenyum untukmu, Carlos! Bahkan jauh lebih manis dari senyuman Alice! Aku juga akan memelukmu kapanpun kau membutuhkan pelukanku! Lalu apa lagi yang kau inginkan dariku? Agar aku bisa menggantikan, Alice?!" Perlahan Caroline melepaskan tangannya dari wajah Carlos.

"Aku akan melakukan apapun untukmu, Carlos! Bahkan aku juga rela menyerahkan seluruh hidupku untukmu, tapi aku mohon, Carlos, tolong lupakan, Alice ...." Pinta Caroline dengan wajah yang memelas.

To be continued