Chereads / Tetanggaku Yang Seram / Chapter 15 - Sandiwara Sea

Chapter 15 - Sandiwara Sea

Sea memang sangat pandai berakting, hanya sedikit air mata saja, sudah mampu membuat Alice percaya.

Bahkan kini Alice dihinggapi oleh perasaan bersalah.

"Sea, aku mohon maafkan aku, Sea ...," ujar Alice dengan raut bersalahnya.

"Kau jahat, Alice, kenapa kau menuduhku seperti itu? Aku ini bukan pembunuh, atau seseorang yang memiliki keanehan dan menyembunyikan mayat!" pungkas Sea.

"Sea ... kenapa kau bicara seperti itu? Aku ini tidak sampai menuduhmu sebagai pembunuh, atau kau yang punya keanehan dan menyembunyikan mayat?" ujar Alice, dan kini dia kembali digelayuti oleh perasaan heran dan curiga.

Karena terasa aneh saja, Sea berbicara di luar topiknya. Pikirannya melambung terlalu jauh, bahkan pada sesuatu yang sama sekali tidak dipikirkan oleh Alice.

"Sea, ini terasa sangat aneh, kalau bicara begini, aku jadi semakin curiga," ujar Alice.

'Sial, kenapa aku ini bodoh sekali,' bicara Sea di dalam hati.

"Ah, maksudku ... kau memang tidak menuduhku secara langsung, tapi  entah mengapa aku merasa, jika pikiranmu  itu sampai di tahap ini. Dan kau pasti juga berpikir kalau aku ini orang yang aneh, 'kan?" ujar Sea, dan kini air matanya kembali berderai.

Lagi-lagi Alice terperdaya. Sea berhasil mempermainkan mental Alice oleh ucapannya.

"Tidak, Sea, aku tidak berpikir sampai sejauh itu. Kau yang terlalu berlebihan," ujar Alice, "baiklah, maafkan aku, Sea, aku tidak sengaja membuatmu tersinggung," Alice memeluk tubuh Sea yang masih menangis.

Tapi di balik pelukan Alice, ternyata air mata itu hanya sebuah hiasan, Sea menyeringai tanpa sepengetahuan Alice.

'Dasar, Bodoh,' umpat Sea di dalam hatinya.

"Kau mau memaafkan aku, 'kan , Sea?" lirih Alice.

Dan Sea pun mengangguk, "Baik, aku akan memaafkanmu, tapi aku mohon, Alice... jangan lakukan hal itu lagi. Karena kau tahu jika itu menyakitkan bagiku, dituduh sesuatu yang tak pernah kita lakukan oleh seseorang yang sangat kita percaya, itu benar-benar  sangat menyakitkan," pungkas Sea, dia kembali berpura-pura bersedih lagi.

Dan kini giliran Alice yang menganggukkan kepalanya.

"Iya, Sea, aku berjanji, bahwa aku tidak akan menuduhmu yang tidak-tidak," jawab Alice.

'Dan lagi pula, aku tadi sebenarnya hanya bertanya, tapi kenapa Sea, malah berlebihan seperti ini? Apa aku yang kelewatan?' bicara Alice di dalam hati.

Hatinya memang sangat mudah tersentuh, terlebih Alice juga tidak mau hubungannya dengan Sea menjadi rusak hanya karena sebuah salah paham.

Satu-satunya teman sekaligus tetangga dekat disini hanyalah Sea, tentu Alice tak mau kalau harus bertengkar dengan Sea, terlebih Sea juga sudah banyak membantunya selama berada di kota ini.

Karena masalah sudah diselesaikan, dan Alice juga mengira jika ini hanyalah salah paham, akhirnya Alice pulang ke rumahnya  dengan tangan kosong.

Padahal dia berharap bisa menemukan titik terang tentang hilangnya Archer, begitu pula dengan Livy.

Tapi Alice tidak mau membuat Sea menjadi tersinggung atas ucapannya.

Dan karena memikirkan perasaan Sea, Alice tak mengerti jika di balik kesedihan Sea itu terdapat sebuah kebohongan.

***

Alice hendak membuka pintu rumahnya, dan bertepatan di saat itu, datang seorang wanita paruh baya menghampirinya.

"Nona Alice," si wanita menepuk pundak Alice.

"Eh, Nyonya Rose?" Alice menghadap kearah wanita itu. Rose Jones segera memeluk tubuh Alice.

"Nona Alice, tolong saya ... Nona, saya tidak kuat lagi," ucap wanita itu dengan tangisan pecah dalam pelukan Alice.

"Ada apa, Nyonya? Ayo kita bicara di dalam rumahku," ajak Alice.

Rose mengangguk, dan Alice menuntun wanita itu masuk ke dalam rumahnya.

"Mari silakan duduk, Nyonya," tukas Alice.

Rose duduk, sambil mengusap wajahnya dengan selembar sapu tangan.

"Sebentar, aku akan mengangambilkan air minum agar Anda bisa tenang," ujar Alice.

Dia pergi ke dapur sebentar lalu kembali lagi dengan segelas air putih di tangannya.

"Ini, Nyonya, silakan diminum," tukas Alice seraya menyodorkan gelas itu.

Rose meminumnya, dan kini raut wajahnya sedikit tenang.

"Apa, Anda, sudah merasa tenang?" tanya Alice, dan Rose menganggukan kepalanya.

"Kalau begitu, ceritakan pelan-pelan kepadaku, Nyonya," pinta Alice.

"Begini, Nona Alice, sudah beberapa hari ini, aku selalu bermimpi buruk tentang putriku, Livy, dia selalu menangis dengan tubuh penuh luka, seakan meminta tolong kepadaku," tutur Rose. Wanita itu menunduk, dan sepertinya dia mulai menangis lagi.

Alice segera mendekat dan mengusap-usap pundak Rose.

"Nyonya, itu, 'kan hanya mimpi, belum tentu terjadi kepada, Livy?" tanggap Alice.

"Tapi, mimpi itu terasa nyata, Nona, aku adalah orang yang paling dekat dengan, Livy, dan aku yakin jika saat ini Livy sedang mengisyaratkan sesuatu kepadaku," ujar Rose.

"Tapi, apa yang harus kita lakukan, Nyonya, bahkan polisi saja belum berhasil menemukan, Livy?"

"Saya juga tidak tahu, Nona Alice, saya datang kemari karena hanya Nona, yang mau mendengarkan saya. Di dunia ini hanya saya yang peduli dengan Livy, bahkan ayahnya sendiri sudah tidak mau dengar lagi kabar tentang putrinya yang hilang. Saya hanya sendirian, Nona, dan satu-satunya orang yang mau mendengar saya hanyalah, Nona Alice," tutur Rose, tangisnya kembali pecah. "Maafkan saya, Nona, jika saya sudah merepotkan, Nona Alice," ujar Rose sambil memegang keningnya dan menundukkan kepalanya.

"Sabar, Nyonya," Alice mencoba menenangkan Rose dengan memeluk dan mengusap-usap pundak Rose lagi.

Dia tak tega melihat seorang wanita yang tengah menangisi putrinya, hal ini membuat Alice menjadi teringat dengan mendiang sang Ibu.

Hatinya tergerak, dan ingin turut membantu Rose untuk menemukan Livy, tapi sayangnya Alice tidak tahu dia harus mencari Livy di mana?

Masalah Archer saja, juga belum belum menemukan titik terang, terlebih satu-satunya orang yang dia curigai hanyalah Sea. Tapi sayang  kecurigaan itu sudah sirna karena sandiwara Sea yang benar-benar mampu meyakinkan Alice.

"Sudah, Nyonya, jangan  bersedih lagi," tukas Alice.

"Saya sangat merindukan Livy, Nona, bagaimana kalau dia itu benar-benar sadang dalam kesulitan?"

"Percayalah, Nyoya Rose, jika Livy itu baik-baik saja," ujar Alice.

Drtt....

Ponselnya bergetar sebuah panggilan masuk, Alice segera mengangkatnya.

"Halo, Bella?"

[Halo, Alice, bagaimana dengan, Archer? Apa kau sudah mendapatkan kabar darinya?] tanya Bella lewat telepon.

'Aduh, aku harus bicara apa dengan Bella, pasti dia akan bersedih mendengarnya, karena sampai sekarang aku dan para rekan kru film-nya belum menemukan, Archer?'

[Alice, kenapa kau malah diam? Apa Archer  baik-baik saja?] tanya Bella.

"Bella, aku baru saja datang ke tempat kerja, Archer, dan Archer tidak berada di tempat," jawab Alice dengan terpaksa, meski terasa berat untuk mengatakan kepada kakaknya, tapi bagaimana pun juga dia tetap harus jujur.

[Apa! Dia tidak ada di tempat?! La-la-lu, dia ada di mana, Alice?!]

To be continued