Setelah mengobrol dengan para mayat kering koleksinya, Sea keluar dari ruang bawah tanah.
'Tuk... tuk....' Langkah kakinya terdengar memantul.
Dia menaiki tangga sambil membawa satu keranjang buah yang sudah membusuk.
Sea memang selalu membawakan makanan untuk para mayat-mayat yang ada di dalam ruangan itu.
Tak ketinggalan satu keranjang buah. Dan akan diambil kembali setelah busuk atau tak layak di makan lagi.
Sea menganggap mereka itu masih hidup, dan tentu saja membutuhkan makanan.
Baginya makanan yang sudah membusuk atau jamuran adalah makanan yang sudah di makan oleh para mayat-mayat itu.
Perlahan dia menutup pintu ruang bawah tanah, kemudian dia duduk di sofa sambil memandang foto pernihakahannya.
Dia memandangi foto sang suami.
"Edward, apa kau merindukanku?" bicara Sea kepada sebuah foto.
"Yah, aku juga merindumu, tapi aku sedang menghukummu, jadi untuk sementara waktu kau tidak boleh keluar dulu ...." Sea tersenyum tipis sambil mengusap-usap wajah suaminya lalu dia membanting foto itu.
"Bajingan!" teriak Sea.
Kedua netranya tampak memerah dan butiran bening keluar membasahi pipi.
Sea menangis sejadi-jadinya.
"Aku benci kau, Edward!" teriak Sea.
Entah apa yang membuat Sea menangis ketika melihat wajah sang suami.
Nampaknya ada sebuah rahasia yang tak diketahui oleh banyak orang, tentang rumah tangganya dan kematian sang suami.
Perlahan Sea duduk sambil memungut kaca-kaca bekas bingkai foto yang pecah.
"Edward, aku rindu ... tapi aku benci! Aku—"
Tok! Tok! Tok!
Terdengar bunyi ketukan pintu.
Sea segera menghapus air matanya.
Lalu dia bangkit dan membuka pintu rumahnya.
Ceklek!
"Hei, Sea!"
"Alice, kau sudah pulang?"
"Iya, aku membawakan ini untukmu!" Alice menyodorkan paper bag kepada Sea.
"Apa ini?"
"Itu sandwich," jawab Alice.
"Sandwich?"
"Iya! Aku harap kau menyukainya,"
"Terima kasih Alice,"
"Sama-sama, Sea! Aku pergi dulu ya!" Alice segera membalikan badan dan hendak berjalan, tapi dia menghentikan sesat langkah kakinya.
"Sea, nanti malam aku tidak pulang, karena aku akan pergi bersama Felix, aku titip rumahku ya!" ujar Alice.
Sea pun mengangguk, "Baiklah," ucapnya.
Setelah itu Alice pun pergi meninggalkan rumah Sea.
Sekejap ekspresi Sea berubah, kedua matanya melotot tajam memandangi kepergian Alice dan setelah itu dia menyeringai
"Aku harus siap-siap, karena hari ini aku akan kedatangan tamu," tukas Sea.
Dia segera masuk ke dalam rumah dan dia membersihkan seluruh ruangan, terutama dari serpihan kaca-kaca bekas bingkai foto yang pecah.
Setelah Sea merapikan rumahnya, dia melihat lewat jendela dan mendapati Alice baru saja keluar dari rumah bersama Felix.
Kini perasaan Sea, semakin tenang, karena jika Archer datang nanti, maka Alice tidak akan mengetahuinya.
1 jam telah berlalu.
Tampak Archer yang tergesa-gesa keluar dari lokasi shooting.
Wajahnya begitu gembiara, dia sudah tak sabar bertemu dengan Alice.
Waktu istirahat shooting yang harusnya ia gunakan untuk makan malam bersama para Kru yang lainnya, tapi Archer memilih untuk menggapai harapan palsu.
Dia masih mengira jika Alice yang menulis surat itu.
Archer berjalan setengah berlari.
"Hay! Kau mau kemana?!" tanya salah seorang rekan kerjanya.
"Aku ada urusan sebentar!" jawab Archer.
Sesampainya di depan rumah Alice, Archer mendapati pintu rumah yang terkunci. Tak ada tanda-tanda keberadaan Alice.
'Tok! Tok! Tok!'
Berkali-kali Archer mengetuk pintu rumah itu, walau sebenarnya Archer sudah tahu jika Alice tak ada.
Tapi dia tidak mau pulang dengan tangan kosong serta kekecewaan.
Dia menghentikan sesaat ketukan pintunya.
Dan menunggunya sebentar, pasti Alice akan pulang.
"Hufft... tolonglah, Alice, jangan mengecewakan perasaanku ini," gumam Archer.
Dia duduk di bawah pintu rumah Alice.
"Halo, Tuan Archer!" sapa Sea yang sudah ada di belakangnya.
"Eh, Nona yang kemarin ya?" sapa Archer seraya berdiri lagi.
"Panggil aku, Sea, namaku adalah, Sea," ucap Sea.
"Wah, nama yang indah, bahkan aku lupa menanyakan nama Anda kemarin, padahal aku sendiri sudah menyebutkan namaku," Archer tersenyum malu.
"Tidak apa-apa, Tuan, dan saran saya, sebaiknya Anda menunggu Alice, di rumah saya saja," ujar Sea.
"Di rumah, Nona?"
"Yah, saya pikir Alice akan pergi agak lama, dari pada Anda menunggu di luar, sebaiknya menunggu di dalam rumahku. Di luar anginnya cukup kencang, Tuan," saran Sea.
"Baiklah, Nona, terima kasih banyak," ujar Archer.
Dan Sea pun tersenyum, matanya melotot tajam melirik Archer sesaat.
Di dalam rumah Sea, Archer tampak terkejut dengan menu makan malam yang sudah tertata rapi, lilin-lilin kecil juga menghiasi meja makan.
"Apa, Anda sedang ada janji makan malam dengan seseorang?" tanya Archer kepada Sea.
"Ah, tidak!" jawab Sea singkat.
Dia menarik kursi dan mempersilahkam duduk Archer.
Sesungguhnya Archer sedikit bingung mengapa dia langsung di tujukan di ruang makan, padahal dia itu hanya bertamu sebentar untuk menunggu Alice pulang, dan duduk di ruang tamu pun sudah cukup.
"Tuan Archer, tunggu sebenar ya," Sea keluar lagi dari ruang makan, dia melihat kedatangan Alice dari balik gorden jendela.
Tampak Alice pulang ke rumahnya, sepertinya wanita itu mengambil sesuatu yang tertinggal, karena setelahnya Alice pergi lagi.
"Ah, syukurlah dia sudah pergi lagi," gumam Sea.
Sea menutup gorden jendela dan mengunci pintu rumah rapat-rapat.
Setelah itu dia menghampiri Archer.
"Baiklah, silakan dinikmati hidangan makan malamnya," tukas Sea sambil tersenyum dengan ramah.
"Wah, kenapa Anda, malah menyuruh saya makan? Saya ke sini hanya sebentar saja, Nona?"
"Tidak apa-apa, Tuan. Lagi pula, Alice belum datang, jadi sebaiknya Anda makan saja, sembari menunggu Alice," ujar Sea.
Archer sedikit bingung, tapi perutnya memang lapar sekali, dia belum sempat makan malam demi untuk bertemu Alice. Lagi pula masakan Sea nampaknya sangat lezat.
Akhirnya Archer pun menuruti ajakan Sea.
"Sebelum terima kasih, Nona, Anda sudah repot-repot sekali," tukas Archer sambil menyantap makanan itu.
Dia nampak sangat lahap, masakan Sea sangat enak.
"Saya senang, Tuan, berada di sini," ucap Sea.
"Saya juga senang, Nona. Masakan Anda, sangat lezat,"
"Terima kasih," ucap Sea.
"Saya yang harusnya berterima kasih, Nona, karna Anda menjamu saya dengan masakan selezat ini," puji Archer.
Tapi beberapa saat kemudian, Archer mulai merasa tak nyaman dengan tubuhnya.
"Tuan Archer, apa Anda sudah memeiliki seorang istri?" tanya Sea.
"Istri?" Archer berhenti sesaat, dia memegang keningnya.
"Tuan Archer, apa ada masalah?" tanya Sea lagi.
"...." Archer tak menjawabnya pandangannya mulai kabur.
Sea tersenyum tipis.
"Sekali lagi saya bertanya, apa benar jika, Tuan Archer, sudah menikah dan memiliki seorang istri?"
Glubuk!
Archer pun menjatuhkan setengah tubuhnya di atas meja makan, Archer sudah tak sadarkan diri.
To be continued