Chereads / My Weird Assassin / Chapter 22 - Sweet Things

Chapter 22 - Sweet Things

CHAPTER 21

Namun, yang Sean lakukan adalah mengikuti cara main Erica dan ikut melumat bibir yang manis itu dengan gerakan yang sangat lembut. Tidak terburu-buru, dan bukan gerakan panas yang mungkin akan melukai bibir kekasihnya.

Disini, ada dua orang yang tadinya menganggap cinta itu bukanlah hal penting di dalam kehidupan, sedang bercumbu satu sama lain menikmati setiap lumatan yang di berikan.

"Oh shit."

Theo baru saja membuka pintu dan langsung mendapatkan pemandangan yang luar biasa membuatnya iri setengah mati. Ia langsung saja mengalihkan pandangan, lalu sambil menutup pintu dengan pelahan, ia menepi ke dinding agar tidak mengganggu.

Tadi, ia mendengar suara helikopter. Walaupun apartemen Erica kedap suara, tentu saja ini di design oleh Sean, tapi apartemen yang lain tidak, kan? Bahkan, ada beberapa orang yang heboh bertanya-tanya kenapa ada helikopter yang mendekat ke arah gedung apartemen.

Dan sekarang, Theo tau jawabannya karena ini adalah ulah Sean yang selalu bisa membuat semua orang terkesan bahkan dirinya.

Laki-laki mana yang berani mengeluarkan effort dengan helikopter dan Theo berani tebak hanya untuk membawakan barang bawaan yang memang bernilai sangat mahal? Tidak ada, hanya Sean. Mungkin sebagian Rich Man lainnya ada, namun tidak di ungkit disini,

"Why are you peeking, Theo?"

Saat mendengar itu, Theo otomatis mengaduh. Ia sudah dapat menebak kalau Sean pasti akan membuangnya, pada detik ini juga, dan tidak jadi memberikan kesempatan untuknya, camkan!

Theo yang memang menyandarkan tubuh di dinding pun akhirnya melangkah mundur, takut mengganggu kemesraan Tuan Sean-nya.

"Sorry, lots of people outside for your helicopter, Mr. Sean. I just checked your lover's condition, she seems fine."

Erica membelalakkan mata ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Theo, ia menatap Sean. "Bagaimana?" Dan tidak tau apa yang selanjutnya akan di katakan sang kekasih.

Mendengar itu, Sean sedikit mengaduh. "Kalau melakukan hal yang romantis memang selalu mengundang kehebohan seperti ini, ya?"

"Iya, Tuan Sean. Tapi yang anda lakukan sepertinya lebih dari kata ekstrem." Theo pun menjawab. "Saya sudah menjelaskan kepada mereka, tapi sepertinya ada yang melihat secara langsung kalau dari balkon apartemen Nona Erica ada helikopter."

"Selesaikan dulu, Sean. Aku tunggu disini," Erica pun memberikan perintah. Ia tidak ingin keberadaannya di anggap jelek disini, dan itu sangat menyebalkan jika orang-orang memberikannya pandangan buruk.

Sean mendengus. "Kenapa aku? Ada Theo."

Tanpa perlu Sean menjelaskan arti dari ucapannya, ia sudah menatap Theo dengan tatapan tajam. Dan hal ini langsung mendapatkan respon yanh gesit dari laki-laki yang memohon-mohon kesempatan kedua kepadanya.

Dan, enyahlah Theo dari apartemen Erica, biarkan dia menjelaskan.

Erica menatap Sean dengan tidak percaya. "Apa yang kau lakukan barusan— mphhh…"

Tiba-tiba perkataan Erica terputus karena tebak, apa yang dilakukan Sean padanya? Ya, kembali meneruskan lumatan bibir yang sebelumnya di hentikan karena hadirnya Theo.

Sean pun dengan senang hati melumat habis bibir Erica yang terasa sangat manis. Ia hanya ingin menghentikan wanita di hadapannya yang pasti akan kembali protes dengan apa yang ia lakukan. Selagi ada orang lain, manfaatkan. Kenapa harus turun tangan?

Dan dalam dua menit berlalu, barulah ciuman mereka terlepas.

Erica mengambil oksigen sebanyak-banyaknya karena kini dadanya terasa kekurangan udara akibat Sean, lalu menatap laki-laki di hadapannya dengan terengah-engah, ia tidak bisa napas.

Sedangkan Sean? Ia terlihat biasa saja seperti tidak melakukan sesuatu sebelumnya, malah terkesan tenang. "Kau lupa kalau aku adalah Sean Xavon? Pembunuh bayaran, kau lupa?" Ia bertanya, memperjelas kembali posisinya di mata manusia.

"Bagaimana dengan Theo? Bukannya sama dan harus menyamarkan penampilan karena kalian satu pekerjaan?" Erica pun bertanya, kali ini suaranya terdengar seperti tidak ingin kalah berargumen dengan Sean, tidak akan pernah mau kalah.

Theo hanya terkekeh kecil, setelah itu mengangkat kedua bahu. "Tentu saja beda, Theo adalah pembunuh bayaran kelas kakap. Lagipula sejak Theo datang kepada mu, dia sudah melakukan penyamaran, gak masalah."

Apa maksudnya dengan penyamaran? Bahkan, yang Erica tau dari wajah asli seorang Theo itu berperawakan rapi. Tadi Theo terlihat hanya menurunkan poni rambut dan di belah menjadi dua, lalu memakai tahi lalat palsu untuk di letakkan di dekat sudut bibir, jangan lupakan kacamata hitam.

"Buruk sekali penyamaran rekan mu." Erica berkata dengan datar, setelah itu berbalik badan dan berjalan ke arah dimana Sean meletakkan semua hadiah untuknya.

Sean tidak merespon bagian Erica yang berkata kalau penyamaran Theo buruk karena ia sendiri pun mengakuinya. Di luar jam bertugas —adanya misi—, para assassin tidak di perbolehkan memakai peralatan canggih, termasuk Sean sekalipun. Jadi, mengapa penyamaran Theo buruk? Ya itu karena dia memakai penyamaran manual dan bukannya penyamaran yang menggunakkan alat canggih.

Yang Sean perhatikan adalah belahan bokong Erica. Dalam diam, ia tergiur, namun mereka melakukan hubungan badan baru beberapa kali dan tidak terhitung melebihi jari.

"Sebesar ini?"

"Apanya? Bokong mu?"

"SEAN?!"

Dan barulah Sean mengerjapkan mata dan menaikkan pandangan ke wajah Erica yang tampak memerah, namun masih saja memasang ancang-ancang yang seolah menunjukkan kalau wanita tersebut sedang marah dengannya.

"Eh maaf, tidak maksud ku iya memang aku membelinya yang besar. Masa hanya memberikan satu tangkai mawar? Tidak romantis,"

"Sejak kapan kamu berpikir romantis atau tidak?"

"Semenjak pembunuh bayaran ini menjadi bucin? Begitulah kata-kata anak jaman sekarang."

Mendengar itu, Erica tampak memutar kedua bola matanya. "Terimakasih, tapi ini sungguh cantik."

Sean melangkah mendekati Erica, setelah itu, ia menarik tubuh mungil wanita tersebut agar mendekatinya. "Aku ingin berbicara sesuatu, tapi berjanji untuk tidak marah."

"Hm." Erica malas merespon jauh, apalagi jarak mereka sangat dekat yang membuat dirinya cukup harus mengatur pernapasan agar tidak sesak berada dekat dengan laki-laki yang sangat tampan.

"Kemarin aku bertugas ke Amerika dan buru-buru sehingga aku tidak sempat mengabari mu." Sean berkata dengan cepat, takut Erica marah kepadanya karena hal ini.

Erica mendengus, namun siapa sangka di detik selanjutnya malah mengecup pipi Sean? "Lakukan pekerjaan mu karena aku juga melakukan pekerjaan ku,"

Ya, Erica tidak pernah marah dengan pekerjaan Sean yang terkadang mengharuskan terbang ke lain negara. Bahkan, pernah juga satu minggu tidak berkomunikasi —bedanya untuk masalah yang satu ini Sean sudah izin kepada Erica—, dan ia tidak pernah mempermasalahkan hal itu.

Sean tersenyum, ia selalu tau jawaban Erica. Erica tidak pernah marah dengan pekerjaannya yang seperti ini, kekasihnya itu marah, merajuk, atau bahkan protes hanya perihal kabar, itu saja.

"I promise to keep you informed of my whereabouts."

Next chapter