CHAPTER 27
Trust is the thing that is most firmly held, but it turns out that there is still an agreement that upholds it so that it is not denied or lives or lives are at stake.
…
"Kenapa kau membunuh D. Krack, Sean? Dimana otak mu?"
"Apa dia terlihat seperti D. Krack?"
…
"Masuk ke kamar mu, segera!"
Erica menatap Sean yang terlihat sangat marah, bahkan kini membentaknya. Ia tidak masalah jika di bentak dan tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Dengan menurut, ia masuk ke kamar.
Sean bilang ingin mengadakan operasi penyaringan maid. Laki-laki itu yakin di mansion-nya ada yang bertugas sebagai mata-mata, dan ia harus segera memeriksa karena memang mengenal semua pekerja di mansionnya ini.
"Tuntaskan dengan emosi? seperti biasa," setelah itu Erica masuk ke kamarnya. Banyak yang bisa ia lakukan jika di kurung oleh Sean karena laki-laki itu ingin melakukan hal yang tidak boleh ia lihat, namun untuk yang sekarang sepertinya sangat mengganggu pikirannya sehingga bisa di tebak ia hanya akan mendaratkan bokong di kasur dan menelusuri setiap inci pikirannya.
Sedangkan Sean? Ia telah mengunci Erica dari luar dengan sensor ketat dari retina mata, sehingga tidak akan ada yang bisa memalsukan hanya dengan dari foto dirinya saja.
"How can I hire a jerk maid in my house?"
Sean segera menjauhi kamar Erica di mansionnya, setelah itu turun ke lantai dasar dan disana sudah berkumpul semua pekerja yang ada du rumahnya, yang sedang kedapatan libur sekalipun.
Total ada 20 pekerja, ini di luar dari bodyguard yang sering menjadi penjaga di luar jika ia butuhkan.
Sean kini berada di hadapan mereka, tidak ada yang menundukkan kepala, bahkan ekspresi wajah mereka sangat profesional untuk mendengarkan apa yang akan di katakannya.
Ya, Sean sebelumnya belum memberitahu kalau pertemuan ini di adakan untuk menguak siapa yang sebenarnya menyebar informasi ke luar rumah. Ini tidak bisa di biarkan, karena jika ada orang dalam yang menjalankan dendam, maka akan mudah memberikan akses bagi 'orang luar'.
"I want to kill one or more of you guys, it's a consequence of working with me if you are unprofessional, right?"
Mereka semua tidak menjawab, hanya diam, begitulah cara mereka mendengarkan dengan baik dan mengiyakan apa yang di katakan oleh majikan mereka.
Bekerja dengan Sean sama dengan memberikan nyawa. Namun, kalau semisalnya bersikap sangat profesional, tak dapat di pungkiri kalau Sean akan memberikan gaji yang cukup tinggi karena sebagai imbalan untuk tidak membeberkan informasi apapun.
Jika dulu Sean memilih untuk menjadi pembunuh bayaran dengan hidup seperti gelandangan, namun dalam beberapa bulan ini ia mendapatkan derajat tertinggi dan menggunakkan sebagian uangnya untuk membeli semua kemewahan bahkan bisa membayar puluhan pekerja sekalipun.
"Or not, you will end up like this!"
Sean melempar dengan gerakan tegas, sebuah pisau kecil di tangannya dan mengenai tepat di kening salah satu maid laki-laki yang berjajar.
Bruk
Saking profesionalnya, mereka hanya melirik, dan sebagian dari mereka bahkan tidak bisa melihat siapa yang terkena sasaran Sean.
"Addy Albern. Bertugas di bagian mekanik, membocorkan informasi mengenai pembunuhan yang saya lakukan. Entah dia di bayar berapa untuk mengeluarkan informasi tersebut, saya gak cuma membunuhnya, tapi saya akan jatuhkan derajat keluarganya."
Ya, setiap perjanjian ada konsekuensi, dan ini adalah konsekuensi membuat perjanjian dengan seorang Sean Xavon.
Mereka masing-masing meneguk saliva, merasa takut karena jiwa Sean ketika marah sangat meledak-ledak yang artinya sangat membahayakan. Kalau salah sedikit, pasti menjadi sasaran berikutnya.
Bagaimana Sean tau kalau seorang maid laki-laki dengan nama Addy itu melakukan pembocoran informasi? Sebelum ia mengumpulkan semua pekerja, Sean melihat salah satu dari maid tengah berbicara dengan Addy dan memberikan nasehat untuk tidak melakukan tindak yang sangat merugikan diri sendiri ini, namun sepertinya Addy sama sekali tidak mendengarkan.
Sean melihat mereka profesional, masih diam dan tidak ada yang membantah. Namun ia tau kalau jiwa mereka semua tengah bergetar, dan ini sama sekali bukan urusannya.
"Kalian di pekerjakan disini untuk uang yang besar bagi tenaga pekerja biasa, saya mengapresiasi kalian yang profesional dengan uang. Jika sulit, saya akan membunuh mu tanpa belas kasihan sedikit pun, tambahan untuk mengacaukan finansial keluarga kalian sebagai kesepakatan yang lain juga."
Sean mengeluarkan pistol dari saku celana, ya kini kedua tangannya menggenggam pistol dan mengarahkannya ke mereka semua.
"Saya tau masih ada lagi yang berkhianat."
Sean meneliti masing-masing raut wajah mereka. Ia bisa membaca raut wajah, yang terlihat tersentak sedikit pun, walaupun hanya gerakan sekilas.
Sampai pada akhirnya, sebuah smirk terlihat di permukaan wajah Sean.
DOR!
DOR!
DOR!
Sebanyak 3 kali Sean menembak dengan gerakan yang cekatan bahkan tepat sasaran. Jika saja pekerjanya tidak profesional dan panik yang membuat ikut tersentak dan menghindar —padahal bukan targetnya—, pasti Sean akan menembak orang yang salah.
Tiga orang tewas seketika, menyusul yang satu tadi. Sean mengembalikan pistol pada tempatnya, lalu menatap mereka dengan sorot mata yang terlihat begitu tajam.
Sean 100% yakin sudah bersih. Sekaran yang harus ia urus adalah tersebarnya informasi di sekitar kalangan penjahat karena ulah 4 maid yang sangat tidak berguna itu.
"Go back to your job, if you also have this kind of intention and get paid more. Not only you I killed but also your family, remember."
Setelah berkata seperti ini, mereka semua bubar dengan langkah kaki yang bergetar. Ini pertama kalinya terjadi pembunuhan massal yang di lakukan majikan mereka, tepat di hadapan mereka.
Sean mengambil ponsel dari balik saku, setelah itu tampak menghubungi seseorang yang panggilan telfonnya langsung di angkat.
"Hello, I have extra dirty work for you to get rid of corpses in my house, there are four people i killed."
Setelah membuat kesepakatan kecil lagi, Sean memutuskan panggilan telepon. Masalah mayat, selalu ada yang membereskannya sampai tidak membekas di lantai rumahnya sekalipun.
Sean melihat satu persatu bubar untuk kembali ke dalam pekerjaan mereka, dan barulah Sean juga melangkahkan kaki untuk ke lantai 2 mansion.
Ia menghampiri Erica, begitu niatnya. Amarah masih berada di rongga dada, masih terasa dengan begitu jelas.
Berhadapan dengan pintu kemar Erica, ia mendekatkan wajah ke sensor retina mata, setelah sinar pendeteksi seolah sedang men-scan wajahnya, barulah pintu terbuka.
"Kau tau? Pekerjaan ku sudah selesai hari ini,"
Pintu otomatis tertutup, dan kini Sean menghampiri Erica yanh sedang berbaring dengan tangan memegang ponsel, seperti tengah menonton film.
Erica menolehkan kepala ke sumber suara, mendapati Sean yang berjalan ke arahnya. "Iya, apa yang terjadi di bawah?"
"Tidak ada, mungkin aku hanya akan membutuhkan maid baru."
Padahal Erica bertanya-tanya, namun Sean kini merangkak ke tempat tidur dan menepatkan posisi tubuhnya di atas Erica.
"I want to work out hot with you, baby."
…
Next chapter