CHAPTER 17
Being a famous villain didn't have much time just for romance, but as much as I could I shared it with Erica. - Sean Xavon
…
Dari siang sampai bertepatan malam hari dimana Sean sudah siap melaksanakan pekerjaan kotornya yang diperintahkan oleh James kepadanya.
Siang tadi, ia sudah memeriksa setiap sudut kamera CCTV dan menemukan titik semu hanya di ruangan bertuliskan 'gudang'.
Sean juga telah mencuri kartu identitas, belum lagi melakukan penyamaran menggunakkan alat canggih D. Krack seperti biasanya untuk mengubah bentuk wajah.
Ia bersikap tidak mencurigakan, kebetulan ada petugas kebersihan yang bisa ia jadikan obyek semu yang ia peralat.
Sean berjalan, saat petugas kebersihan yang tampak sedang mengepel lantai, ia pun segera berjalan mendekati pintu dan menepi di celah pintu gudang. "Maaf Pak, saya buru-buru."
Petugas keberaihan tersebut terkejut, wajar saja terkejut karena sejak tadi tidak ada suara apapun, tapi tiba-tiba ada seseorang yang berbicara padanya. "Iya Tuan, gak masalah, injak aja lantainya." Ia membalas sambil tersenyum.
"Saya bisa tunggu kering."
Petugas kebersihan itu pun tampak membelakangi Sean karena harus membasahi kembali kain pel, dan ini menjadi kesempatan Sean untuk masuk ke gudang.
Sean seakan seperti angin pun masuk gudang, secepat kilat karena kesempatan tidak datang dua kali.
"Eh? Kemana Tuan yang tadi?" Petugas kebersihan pun tampak kebingungan. "Jangan-jangan bukan manusia," ia pun tampak merinding.
Sedangkan Sean? Ia sudah memasuki ruang gudang. Ia mencari celah loteng, dan… gotcha! Ia menemukannya di sudut ruangan.
Sean sudah merapatkan pintu gudang agar tidak ada yang bisa masuk kesini termasuk petugas kebersihan tadi.
Sean mengambil box kayu, ia akan melewati loteng untuk pergi ke ruangan yang menyimpan komputer utama yang ada di gedung ini. Sean menggeser celah loteng yang merupakan besi, setelah itu naik kesana dan kembali menutup dengan rapat.
Melihat ke arah jam, menyentuh layarnya, dan langsung menampilkan layar hologram yang memperlihatkan denah kemana ia harus merangkak karena jujur saja, setelah sampai di loteng, ternyata banyak sekali cabangnya.
Ini yang ia suka dengan bekerja sendiri, tidak perlu menunggu orang lain dan tidak perlu mengarahkan apapun.
Kalau saja Sean membawa Theo dalam misinya yang sekarang, mungkin saja kegagalan mulai menyapanya dengan semangat.
Hologram layar kecil yang tertampil di depannya menunjukkan banyak jalan, jalan berwarna merah artinya ia tidak boleh melaluinya, sedangkan warna hijau adalah jalur aman.
Mengambil lorong sebelah kanan, sampai pada akhirnya Sean hanya harus mengikuti kemana lorong itu membawanya. Namun, ia harus merangkak dengan hati-hati karena kalau tidak, pasti seseorang menyadari keberadaannya disini.
Sampai pada akhirnya, Sean mendapatkan sebuah lorong loteng yang terlihat ada celah seperti saat di gudang tadi. Ia menolehkan kepala ke bawah, dan benar saja kalau ini adalah ruangan komputer utama, yang artinya chip yang ia bawa hanya berfungsi disini.
Sean membuka jeruji celah atas dinding ruangan yang berada di bawahnya, ia menggunakkan peralatan biasa karena kalau pekerjaannya tidak mulus, pasti akan sangat mengecewakan.
Untuk porsi komputer yang memiliki peran sangat penting, tidak mungkin di geletakkan begitu saja di sebuah ruangan. Apalagi, tidak ada yang menjaga dari dalam. Pada akhirnya, saat Sean berhasil membuka celah jeruji tersebut, ia pun langsung menaburkan serbuk dan barulah terlihat banyak sekali laser pengaman di ruangan itu.
Sean sudah tau hal ini akan terjadi.
Sebelum turun, Ia menekan tombol samping jam tangan miliknya, keluarlah robot lalat yang langsung terbang mengintai ruangan ini, memeriksa apakah ada sistem keamanan lainnya atau tidak.
Menekan kacamata, ia dapat melihat dengan jelas kemana robot lalat miliknya itu terbang. Ia pun mengamati sekitar, ternyata tidak ada keamanan penjaga tambahan seperti CCTV, berarti hanya laser ruangan saja.
Merasa cukup mengawasi, Sean pun kembali memanggil robot lalat tersebut dan masuk ke dalam jasnya.
"Let's do it."
…
Karena Theo bukan orang yang pintar mengatasi seorang wanita, ia membiarkan Erica tertidur di ranjangnya. Beruntung wanita itu tidak dalam keadaan sadar, kalau sadar namun mabuk, bisa saja Erica menerjang dirinya yang di anggap Sean pada penglihatan wanita tersebut.
"Sekarang apa? Menunggu Tuan Sean kembali?"
Theo pun menghubungi Sean via kacamata yang terhubung satu sama lain. Dan ia pun langsung melihat kalau Sean tengah mengutak-atik komputer.
"Jangan menghubungi ku duluan, Theo."
Dan setelah itu, yang Theo lihat adalah kegelapan. Mungkin Sean menutupi kacamata, namun sambungan mereka tidak terputus.
Theo berpikir kira-kira apa yang sedang di lakukan oleh Sean karena tampaknya laki-laki itu sedang menjalankan misi baru.
Kini, pandangannya beralih ke arah Erica. Mungkin inilah alasan mengapa seorang pembunuh bayaran tidak boleh memiliki hubungan spesial dengan siapapun.
Hei, Sean mengatakan kepadanya dengan frontal apa hubungan laki-laki itu dengan Erica. Berarti, dapat di simpulkan bahwa Sean sebenarnya percaya kepadanya, kan? Apa ini tandanya Sean memberikan kesempatan kedua namun dalam tersirat?
Sedangkan di sisi lain…
Sean menekan tombol enter, dan ia berhasil membajak sistem perusahaan ini atas permintaan James kepadanya.
Merapikan komputer seperti dalam saat pertama kali ia datang, ia langsung saja kembali menarik tubuhnya dengan tali yang lagi-lagi rancangan milik D. Krack. Temannya yang satu itu sangat ahli dalam merancang berbagai jenis peralatan.
Sean kini sudah menginjakkan kaki di lorong loteng, dan merapikan seperti sedia kala.
Ia segera pergi sebelum ada yang mencari tau tentang dirinya. Ia kembali ke gudang, dan bersikap seolah-olah terkunci dari sana.
"Help! Is there anyone outside?"
Dan tidak lama kemuadian, ada seseorang yang membukakan pintu untuknya. Ia berharap petugas kebersihan tadi membukakan pintu untuknya, supaya ia bisa beralaskan terkunci di gudang ini.
"Hei, kau tak apa? Kenapa bisa ada di gudang?"
Sean melihat sosok wanita di hadapannya, tidak asing, namun ia sedikit berwaspada. Terlihat memakai baju yang sama persis seperti petugas kebersihan yang sebelumnya, namun ia tampak membawa kanebo di tangannya.
Wanita itu tampak cemas, bahkan memperhatikan sekeliling tubuhnya karena mungkin takut ada yang terluka atau bagaimana.
"Tadi saya gak sengaja masuk kesini, ku pikir ruang staff, sekalian tadi menepi ada petugas keamanan yang sedang mengepel lantai ini."
"Kalau begitu, silahkan Tuan, lanjutkan pekerjaan mu kembali jika ada."
"Terimakasih."
Sean pun berjalan meninggalkan wanita tersebut. Tanpa ia tau, wanita itu menatapnya dengan penuh kecurigaan.
Karena tidak ingin di curigai, Sean masuk ke lift dan menekan tombol lantai lobby, ia tentu saja tidak ke lantai 5, tempat dimana resepsionis mengarahkannya karena itu hanyalah bentuk pengalihan semata.
"Seperti biasa, selesai dengan baik, tanpa hambatan sekalipun."
Dan kini Sean merapikan jas sebelum melangkahkan kaki keluar lift.
Ia menatap ke arah resepsionis yang sebelumnya berbicara dengannya, namun tampaknya belum kembali, atau mungkin masih mencari keberadaannya? Biarlah, itu bukan urusan Sean.
…
Next chapter
…