CHAPTER 20
"Apologies are the most important thing. But for Sean, sorry is not enough. So, he still gives something to his woman to make up for his mistakes."
…
"Sean?!"
Buru-buru Erica membuang ponselnya dengan panik berlari ke arah jendela yang di buka satu sisi, setelah itu melihat Sean yang seolah tangannya menempel di dinding seolah di telapak tangan laki-laki tersebut ada lem perekat.
"Come on in, hurry up, Sean!"
…
Mereka berdua saat ini sedang berada di balkon, sisi lainnya dari apartemen Erica yang terbilang besar. Ini semua karena kehendak laki-laki yang di sebelahnya, katanya ingin menunggu sesuatu disini.
"Masih ada hal yang harus aku tunggu,"
"Apa? Hal konyol dan bodoh apalagi yang kau perbuat—"
"Itu."
Mendengar Sean yang memotong perkataannya dan menunjuk ke salah satu arah, menjadikan Erica menolehkan kepala ke sumber arah tunjuk laki-laki tersebut.
"OH MY GOD, SEAN! WHY DID YOU SEND A HELICOPTER TO MY APARTMENT?"
Ya, yang Erica lihat saat ini adalah sebuah helikopter yang menerbang menuju balkon kamarnya. Entah apa yang Sean pesan, namun apa perlu memakai helikopter untuk mengantarnya? Belum lagi, kalau memang tujuannya sama yaitu ke apartemennya, kenapa Sean tidak membarengi dengan helikopter itu?
Baiklah, ternyata memang bersama dengan seorang pembunuh bayaran memiliki banyak sekali kejutan di hidupnya. Erica yang biasanya merasa hidupnya seolah datar bagaikan permukaan lantai, kini menjadi bergelombang seperti layaknya ombak di lautan luas.
"Want to give you something as my apology."
Erica menganga. Permintaan maaf Sean bilang? Apakah laki-laki ini se-menyesal dan setulus itu mengatakan padanya?
Sampai pada akhirnya, helikopter telah mendekat dan berhenti di balkon namun tidak mendarat.
"Now I will close your eyes."
"What for, Sean? really, I don't understand."
Namun, Sean tidak menjelaskan lebih panjang dan memilih untuk menutup kedua mata Erica dengan kedua telapak tangannya yang besar. Ia sedikit membungkukkan badan dan mendekatkan mulutnya dengan telinga wanita tersebut. "Walk, I'm giving you a clue."
Erica hanya bisa menuruti perkataan Sean, ia langsung saja berjalan dan voila ia tidak menabrak apapun walaupun tidak melihat arah pijakannya. Pendengarannya masih menangkap dengan jelas suara helikopter, namun ia masih belum bisa menebak apa yang kira-kira akan di lakukan oleh kekasihnya.
Pada akhirnya, Sean menghentikan langkah dan menahan tubuh Erica. "Tunggu disini saja," ia memberikan perintah dan membantu kekasihnya untuk duduk di sofa yang membelakangi balkon. "Jika kamu mengintip, aku akan mencium mu, sungguh." dan melanjutkannya.
Erica tampak terkesiap, ia salah tingkah dengan pipinya bersemu. Bisa-bisanya ia termakan gombalan panas Sean yang padahal sudah hampir seharian ia merajuk marah, perasaannya menjadi sedikit lengah karena laki-laki itu. "Iya, tidak akan! Aku tidak mau di cium!"
Sean hanya mendengus, namun bukan kesal melainkan menggemaskan dengan tingkah Nada. Dan pada akhirnya, ia kembali ke arah balkon dan sudah melihat beberapa anak buahnya mulai menurunkan barang-barang ia ia beli untuk Erica kemarin, ia bawa kesini. Perhiasan, coklat, pakaian, dan terakhir ia memesan MacBook. Buket bunga baru pun ia belikan untuk wanitanya, apapun untuk mengembalikan perasaan Erica.
"It's over, sir. Is there anything else you want?"
Mendengar salah satu dari 3 orang anak buahnya yang berada di hadapan mulai berbicara seperti melaporkan padanya. Sean meneliti lebih dulu, apakah ada yang kurang atau tidak, setelah itu menggelengkan kepalanya.
"Hanya satu, jika salah satu dari kalian bocor mengenai hal ini, saya tidak akan segan untuk membunuh kalian beserta membuat sengsara keluarga kalian, paham?"
Ketiga anak buah Sean pun tampak meneguk saliva. Ya, mereka sadar kalau saat ini berada di hadapan seorang pembunuh bayaran. Mereka menganggukkan kepala dengan tegas.
"Paham, Tuan!"
Sean pun percaya, setelah itu memberikan kode kepada anak buahnya untuk segera pergi dari sini.
Setelah melihat helikopter mulai menjauh, barulah Sean melangkahkan kaki ke arah Erica yang tampak masih menutup mata. Sedari tadi ia memperhatikan kekasihnya dan wanita ini benar-benar tidak melawan dan tetap nurut.
Sean pun kini berada di depan Erica, setelah itu menjadikan kepada sofa sebagai sandaran kedua tangan, posisinya kini seperti mengurung tubuh mungil Erica yang belum tau kalau ia ada di hadapannya. "Masih ingin menutup mata, hm?" Ia berbicara dengan suara yang terdengar berat dan dalam, lebih ke arah serak, mungkin?
Mendengar itu Erica mendengus —namun masih dengan posisi mata tertutup—. "Kau tidak berkata apapun." Dan setelahnya membuka mata.
Dan brak! Terjadi tabrakan tatapan mata antara Erica dan juga Sean, ia mengerjapkan kedua bola mata, memperhatikan wajah laki-laki di hadapannya yang… "Apa? Jangan menatap ku dengan tatapam mu yang mesum,"
"Kangen," Sean menjawab dan setelah itu mengendus lekukan leher Erica dengan deru napasnya yang panas.
Erica terpaku. "Dan apa yang harus aku dapatkan dari apa yang kau tunggu di helikopter?" Tapi ia kini mengalihkan pembicaraan, namun sedikit mengerang karena tingkah Sean.
Sean mengerang, lalu menghentikan kegiatannya dan langsung berdiri tegak. "Lihat lah ke belakang."
Dan mendapatkan perintah seperti itu, Erica pun langsung saja menolehkan kepala sesuai perkataan Sean. "Gosh, Sean... how romantic you are." Baru kali ini ia terharu. Ia beranjak dari duduk dan menghampiri hadiah yang berjajar untuknya di meja panjang, ia menghentikan langkah dan meneliti apa saja yang di belikan Sean untuknya. "Satu set perhiasan berlian? Sungguh?" Ia berkata pada Sean.
Sean yang melihat reaksi Erica sangat menghargai bahkan ekspresi tidak bisa wanita itu pun sampai keluar, menjadikan dirinya sedikit tertegun. Namun, ia tetap memganggukkan kepalanya. "Iya, semua untuk kamu." Dan melangkahkan kaki mendekati Erica, ia memeluk wanita itu dari belakang. "Semua untuk kamu, jangan sampai hilang." Ia berkata dengan lembut, memeluk wanitanya cukup erat dengan kedua tangan yang meraba-raba.
Erica pun tidak masalah, bahkan kini berbalik badan yang menjadikan mereka saling bertatapan satu sama lain. Ia sedikit mendongakkan kepala, setelah itu menatap masuk ke pandangan laki-laki di hadapannya.
"Thank you so much."
Setelah itu, Erica berjinjit dan langsung saja bibir mungilnya melumat bibir Sean yang tampak sexy.
Bahkan, Sean pun tidak mengira kalau Erica akan menciumnya lebih dulu karena sejauh mereka dekat, Erica tidak pernah menciumnya tepat di bibir atas kemauan wanita itu sendiri.
Namun, yang Sean lakukan adalah mengikuti cara main Erica dan ikut melumat bibir yang manis itu dengan gerakan yang sangat lembut. Tidak terburu-buru, dan bukan gerakan panas yang mungkin akan melukai bibir kekasihnya.
Disini, ada dua orang yang tadinya menganggap cinta itu bukanlah hal penting di dalam kehidupan, sedang bercumbu satu sama lain menikmati setiap lumatan yang di berikan.
…
Next chapter