CHAPTER 16
Suara disko yang begitu memekakkan telinga pun terdengar, namun tidak bagi seseorang yang sudah terbiasa menginjakkan kaki disini.
Untuk wanita seukuran Erica, ia sudah terbiasa juga di club. Ini semua karena Xena dan Orlin giat mengajaknya kesini, namun tentu saja sebelum Xena memiliki Vrans yang sekarang sedikit memiliki batasan ke suatu tempat.
Erica menari di lantai dansa, diiringi musik disko dengan ciri khas yang membuat dada terasa berdetak terlalu keras.
Tepat 1 hari Sean meninggalkan Erica. Terakhir hanya mengabari untuk pulang tepat waktu, namun tampaknya Erica tidak menuruti perkataan laki-laki itu yang masih membuatnya sakit hati.
Setiap gerakan yang di ambil olehnya, setiap lelukan tubuhnya mengikuti dengan lihai.
Hei, tidak masalah kan kalau Erica menjadi sosok yang sedikit… euhm, bar-bar, mungkin?
Biasanya Erica di kenal sebagai wanita yang tidak memiliki rasa peduli atau antusias berlebihan kepada kehidupan, bahkan, ia terbilang jarang sekali menikmati hidup untuk sekedar bersenang-senang ataupun traveling. Yang Erica lakukan sejauh ini hanyalah bekerja, membaca buku, dan melakukan aktifitas keseharian yang terdengar cukup membosankan bagi orang yang memiliki sikap aktif.
"Erica baik-baik saja, kan?" Xena berbicara setengah teriak, karena kalau ia mengatakan dengan volume biasa, maka suaranya akan teredam dan tidak terdengar.
Orlin yang mendapatkan jawaban seperti itu pun menganggukkan kepala, lagipula ia tidak menangkap gelagat aneh Erica yang menunjukkan bahwa temannya itu dalam masalah. Namun sebenarnya, apapun yang di ekspresikan oleh Erica juga selalu tidak bisa di tebak karena yang di tunjukkan wanita itu hanyalah ekspresi datar.
"Iya, gak kenapa-kenapa kok. Mungkin lagi pengen have fun aja, kan karang banget Erica keliatan bersenang-senang."
"Oh ya udah, kalau begitu kita juga bersenang-senang. HAVE FUN SEMUANYA, WOOOO!"
Lautan manusia yang kerap kali menikmati dunia malam dan suka menghamburkan uang di tempat seperti ini pun terlihat menari di lantai dansa, beberapa ada yang duduk manis sambil menikmati minuman beralkohol, ada juga wanita malam yang menjadikan tempat ini sebagai tempat mencari 'pekerjaan'.
Erica, ia terlihat mabuk dengan gelas wine di tangannya.
"Semua lelaki brengsek dan aku tau hal itu,"
Ada seorang laki-laki yang mendekat ke arahnya. Mengajaknya menari, namun tetap menjaga batasan, bahkan sama sekali tidak menyentuh tubuh Erica.
"Nona, ayo menepi, banyak laki-laki jahat yang akan mengambil kesempatan dalam keadaan seperti ini." Laki-laki yang mendekati Erica pun berkata seperti ini.
Erica yang dalam keadaan setengah mabuk itu pun mengerjapkan kedua bola mata, lalu tertawa kecil dan cugukan di ujung tawa. "Kau Sean? Kalau bukan, minggirlah."
Melangkah menjauh, Erica tidak suka di atur, ingat hal itu. Dan kali ini, ia benar-benar bertemu dengan seorang laki-laki yang menyuruhnya menepi? Tidak akan ia turuti sungguh.
Laki-laki itu, ia adalah Theo.
Terkejut? Sepertinya tidak perlu. Ia memang di arahkan oleh Sean untuk mencari kekasihnya yang bernama Erica Vresila, juga langsung di berikan informasi mengenai kekasih dari pembunuh bayaran itu.
Dan voila, Theo melacak Eriva dan menemukan wanita itu sedang berada di club malam, belum lagi tengah menari secara bergantian dengan wanita ataupun laki-laki lain yang mungkin juga mabuk atau keadaan sadar sekalipun.
Masih berusaha untuk meraih Erica, namun tampaknya setiap langkah menari yang di ambil wanita itu semakin menjauh dari tempatnya.
Mungkin, inilah alasan Sean memilih Erica, bisa di tebak kalau wanita ini penuh tantangan dan tidak mudah untuk di dapatkan.
"I have to get Erica now, who knows Sean will trust me again."
Sedangkan Erica? Ia kini memilih untuk berhenti tepat di hadapan laki-laki jangkung, jakunnya tampak menggoda. Mereka saling berpegangan tangan, dan lama kelamaan wajah mereka saling berdekatan.
Erica melihat sosok di hadapannya ini sebagai Sean. Dan karena yang menjadi alasan ia menginjakkan kaki disini adalah laki-laki itu, padahal ia ingin meninggalkan segala pemikiran yang berhubungan dengan Sean, setidaknya sampai laki-laki itu kembali.
Theo yang melihat kalau Erica tampaknya akan berciuman dengan orang asing pun buru-buru berjalan cepat ke arah wanita itu berada, dan mendorong tubuh laki-laki asing tersebut dari Erica.
Entah kemana Xena dan Orlin, yang sepertinya mereka malah sibuk mengobrol satu sama lain. Mereka tidak tau kalau Erica dalam keadaan mabuk, bahkan hampir mencium laki-laki lain.
Kembali pada Theo, ia yang menggantikan posisi laki-laki asing tadi —yang tampaknya sudah pergi karena ia layangkan tatapan tajam—. "Sedang mencari Tuan Sean, kan? Aku akan menjelaskannya kepada mu, aku tau keberadaannya."
Seolah mendapatkan cahaya terang dalam permasalahannya, Erica pun menatap laki-laki lain di depannya dengan kedua mata yang mengerjap. Ia menganggukkan kepala, menghentikan tariannya, dan kini mengontrol tubuhnya agar tidak limbung karena kepalanya terasa berat.
"Ayo." Erica mengajak.
Theo pun akhirnya bisa membujuk Erica, ia menganggukkan kepala. "Maaf sebelumnya, saya membantu anda berjalan."
"Iya, gak masalah." Erica mengizinkan.
Theo tampak mengalungi satu tangan Erica ke lehernya, ia memapah tubuh wanita ini dan membawanya ke sofa yang tampaknya kosong, belum ada pemiliknya.
Membantu Erica duduk terlebih dulu, setelah itu barulah Theo mendaratkan bokong tepat di samping Erica.
Erica mabuk, padahal ia hanya meneguk dua gelas, namun efeknya ternyata cepat membuat mabuk dan wine tidak butuk membuat seseorang meminum bergelas-gelas untuk membuat mabuk dan meracau.
"Redakan saja mabuk mu lebih dulu, Nona. Tampaknya kau kacau," Theo pun prihatin.
Sebenarnya, Theo sama sekali tidak tau kalau Sean memiliki kekasih. Apalagi, dengan mudahnya laki-laki itu mengatakan padanya kalau Erica Vresila adalah kekasihnya. Ini sangat berbahaya, dan ia akan tutup mulut mengenai hal ini. Kalau status wanita di sampingnya ini ketahuan oleh semua orang, termasuk para penjahat atau bahkan orang yang memiliki dendam dengan Sean, dapat di bayangkan betapa berbahayanya berada di posisi Erica sekarang.
Erica tampak menganggukkan kepala, lalu cegukan lagi. "Tidak, katakan saja yang kau tau." Ia masih bisa di ajak mengobrol, bukan dalam keadaan mabuk yang parah, namun terkadang cukup membuatnya berhalusinasi. Ia juga bisa mendengar dengan baik apa yang di katakan oleh laki-laki di hadapannya.
Theo tidak yakin. "Sebaiknya saya mengantar Nona kembali ke rumah."
"Ya, benar. Antar aku ke apartemen ku," Erica menjawab sambil meracau.
Dan… bruk.
Tubuh Erica limbung di sofa, setelah itu tampak tak sadarkan diri. Theo tidak panik, ia tau kalau akhirannya akan seperti ini. "Tampaknya Nona Erica tidak terbiasa minum alkohol sampai mabuk seperti ini, dan aku harus mencari lokasi apartemennya lebih dulu."
Karena tidak ingin orang lain salah tanggap dengan posisinya dan Erica sekarang, ia mengangkat tubuh Erica dan membiarkan bersandar di pundaknya seolah-olah wanita itu tertidur, padahal tak sadarkan diri.
Seperti biasa, Theo kemana-mana memakai kacamata. Ia lebih dulu menghubungi Sean lewat kacamata tersebut sampai muncul hologram yang hanya bisa di lihat olehnya.
"Gosh, where are you? at the disco?" Dan inilah suara Sean pertama kali.
Theo menganggukkan kepala, lalu memindahkan pandangan ke arah Erica supaya Sean bisa melihatnya. "Your girlfriend is drunk, sorry for this because when I approached her, she was already drunk."
"Damn, why did she do that? Take her to her apartment, but never touch her intentionally or lustfully or I will kill you."
…
Next chapter