Chapter 3 - Tiga

Dua bulan berlalu sekarang mereka sudah menetap di kota London yang jauh dari Jakarta, hubungan yang Tasya harapkan baik-baik saja ternyata tidak sesuai harapannya, dia harus menyiapkan apapun keperluan kampus Bumi, dan satu lagi udara lembab kota London tidak terlalu baik untuk dirinya.

"Mi mau makan apa?"

"Gue bisa makan di luar"

"Kan kemaren gue udah belanja Mi"

"Ya lo makan aja sendiri, masakan lo gak enak ini ngapain gue mau ngeracunin lambung gue sama masakan lo"

Tasya tersenyum pahit, namun dia tidak bisa marah, toh juga kalau dia paksa Bumi tidak memakan apapun yang dia masak.

"Kalau kita jalan-jalan gimana Mi abis ini?"

"Ogah, gue mau ke perpus"

Memang semenjak kenal Senja, kuliah Bumi berantakan, jarang pulang ke London, kalau pulang pun dia akan segera balik lagi ke Indonesia dengan cepat.

"Kalau gue keluar boleh ya"

"Serah lo lah peduli apa gue"

Bumi mengepak bukunya, dan mencari baju di dalam lemari, tak sedikitpun melirik baju yang sudah Tasya siapkan di atas kasur.

Dengan mundur teratur Tasya kembali mengambil baju yang masih dengan hanger itu, dia tak memaksa Bumi untuk memakainya, karena dia tak mau di pukul lagi karena ini masih terlalu pagi.

Layaknya terkena stockholm syndrom, Tasya menyukai setiap hal yang Bumi lakukan, dia jatuh cinta dengan orang yang jelas terang-terangan menyakitinya secara fisik dan psikis.

Dia bahkan tak jarang menangis karena Bumi yang sering melayangkan tangannya atau berkata kasar kepadanya, tapi saat ada Bumi di depannya tak satupun kata berontak yang mampu dia layangkan, ataupun sikap manis Bumi kala birahinya tiba, Tasya tetap menerimanya tanpa berpikir panjang jika dia hanya dimanfaatkan sebagai alat pemuas nafsu belaka.

"Nanti mau dimasakin apa Mi?"

Tasya beranjak dari meja riasnya, karena melihat Bumi sudah rapi dan siap untuk pergi ke kampus, hari ini dia ada banyak kegiataan, dan beberapa mata kuliah yang harus dia ulang karena tertinggal, biasanya juga Bumi akan pulang tengah malam, kala Tasya sudah tidur.

"Gak ada, gue bisa makan di luar"

"Hati-hati ya"

Ini yang Tasya suka, ciuman nafsu Bumi di bibirnya, walaupun selanjutnya dia melepaskannya begitu saja tanpa pamit sedikitpun, tapi tak masalah toh semuanya masih berjalan di rel nya.

"Gue makan di luar kali ya, lumayan kan kemaren gue dapet uang dari nulis"

Untuk nafkah Bumi selalu memberikan separuh uang jajannya, ya karena dia belum bekerja dan juga tidak boleh bekerja sampai dia lulus, orang tua Bumi masih dengan senang hati menampung uang saku Bumi dan Tasya, walaupun gadis itu menolaknya.

Ya untuk itu, dia tak pernah memakai sepeserpun uang yang mereka berikan, Tasya memilih untuk menulis online dan menjual bukunya secara elektronik, lumayan dia mengikuti banyak kontes menulis, kadang mendapatkan uang 1,5 juta sebulan, kadang bisa sampai 5 juta, sekarang dia juga aktif menulis di novel online, ya bisa dibilang penghasilannya sama dengan uang yang orang tua Bumi berikan padanya.

Tasya menyimpan semua itu semata-mata, nanti jika Bumi sakit, dia masih ada simpanan, karena bisa dilihat Bumi adalah pribadi yang boros, uang puluhan juta saja bisa lenyap dalam satu hari.

Sementara Tasya berbeda, walaupun dulunya dia kaya raya, Almarhumah Neneknya selalu mengajarkan dirinya untuk menabung, ya dia bisa membeli apapun jika dia memiliki uangnya sendiri.

Tasya tak bisa melihat Bumi sudah pergi atau belum, karena ini apartemen dia tidak mungkin repot untuk turun ke basement untuk melihat Bumi, walaupun sebenarnya dia ingin.

"Aak"

Kaki kanannya akhir-akhir ini sakit luar biasa, ya ada lebam di sana, karena waktu itu Bumi mendorongnya, dan lutut Tasya sukses menghantam ujung meja hias dari batu yang berguna untuk menopang kendi puluhan juta milik sang Ibu mertua.

Entah apa gunanya, tapi apartement ini memang banyak sekali hal seperti itu, Tasya rasa keluarga Bumi pecinta kendi kristal ini.

Kalau dia, dari pada membeli kendi hampir sama dengan harga motor baru, mending uangnya dia depositokan, lebih bermanfaat.

"Oke, lo harus bersihin ini apartemen dulu baru bisa keluar Sya, manja banget lo kaki doang, dulu harga diri lo hilang lo biasa aja"

Ya, perihal Elang, Bumi masih mengatakan jika dirinya murahan, dan kehilangan harga diri, ya begitulah Tasya menelan semua upatan suaminya mentah-mentah.

"Gila ya, kaki gue biru banget deh"

Untuk menghilangkan tanda tanya di kening Bumi, Tasya sengaja memakai daster panjang, karena lebam pada kakinya mengerikan untuk di lihat, menjalar dari ujung paha sampai ke bawah lutut.

"Aak, Tadi bisa banget gue tahan, pas udah sendirian malah sakit banget, udah dong gue mau beres-beres, gue malas di pukul lagi"

Jika di tanya apa dia takut?, Ya pastinya, hanya saja gelenyar aneh itu turut hadir dalam sesi pertengaran mereka, Tasya malah sering tersenyum kala Bumi memukulinya, kala Bumi menyiramnya dengan air minum, atau bahkan kopi panas sekalipun, dia tak masalah, toh dia hanya harus mengobati lukanya atau mengganti bajunya.

Untuk komunikasi, Bumi hanya memperbolehkan Tasya untuk menghubungi kedua orang tuanya atau bahkan orang tua Bumi saja, dia benar-benar menutup akses pertemanan Tasya, karena juga Tasya ingin membalas budi Bumi, karena tak melaporkannya ke polisi walaupun dia tau yang mengeroyok Senja adalah dirinya dan kedua teman baiknya.

Satu lagi, Tasya tak pernah berani makan makanan yang ada di apartement ini jika belum Bumi yang menyuruhnya makan, ada waktu itu dia memakan kue yang Bumi beli dan belum sempat dia makan yang malah Tasya habiskan, Bumi kesetanan sampai mengurungnya di kamar mandi selama semalaman.

Makanya Tasya tak sekalipun mau membuka lemari es atau plastik berisikan makanan sebelum Bumi yang menyuruhnya untuk makan.

"Laper banget, masa gue harus turun dulu beli makanan"

Dia melirik satu bungkus kue di atas meja, demi Tuhan perutnya lapar, namun tak sedikitpun dia berani untuk memakannya.

Dan sialnya, dia salah melangkah membuatnya jatuh terguling hingga meja yang di atasnya bungkusan kue tadi juga ikut jatuh ke lantai, dan ya bisa di pastikan kue red velvet itu juga menghantam lantai dengan sukses.

"Ya Allah, cobaan banget sih pagi-pagi"

Tasya melirik lututnya, luka lebamnya bertambah, ada lagi robekan kecil di bawah lututnya, yang mengeluarkan darah, demi Tuhan dia pusing seketika melihat darahnya sendiri.

"Mi.. sakit"

Pandangannya menggelap kala darah itu terlihat semakin banyak oleh mata kepalanya, dia tak bisa lagi mempertahankan kesadarannya dan membiarkan kegelapan mengambil alih semuanya.

Sementara di luar sana Bumi sibuk dengan Ayumi, ah kalian belum kenal Ayumi bukan?, Iya dia adalah wanita baik hati yang Bumi tabrak waktu itu jadi ini sebagai bentuk dari rasa tanggung jawab karena Ayumi mengalami patah tulang kaki yang penyembuhan nya bisa sangat lama karena menjalani beberapa kali operasi.