Bumi terbangun jam 5 pagi, ya hanya 3 jam dia bisa beristirahat karena bunyi berisik dari dapur yang membuatnya terganggu, dan wangi masakan yang mulai menusuk indera penciumannya.
Dia tidak peduli, dan mencoba kembali melanjutkan tidurnya, walaupun tidak bisa sama sekali.
Dengan wajah kesal dia keluar dari kamarnya dan menuju dapur kecil apartemennya ini, lalu dengan kasar Bumi menarik Tasya menjauh dari kompor itu, ya dia butuh istirahat, bahkan ini terlalu pagi untuk membuat keributan dengan spatula dan panci sialan itu.
"Lo tau ini jam berapa? Lo gila apa gimana? Udah gue bilang sama lo, stop buat masak karena gue gak bakal pernah makan masakan lo, kenapa batu banget sih kalo dibilangin" bentak Bumi kasar.
Walaupun terkejut, Tasya hanya tersenyum dia hanya melirik tangan Bumi yang mencengkram tangannya kuat, jujur rasanya sakit sekali namun Tasya membiarkannya, dia suka Bumi menyentuhnya.
"Lo kalau masak buat lo aja, lo kalau mau belanja buat lo aja, gak usah sok masakin gue, karena gue tekenin sama lo, gue gak akan pernah makan masakan pelakor kayak lo"
Tasya memejamkan matanya, luka lain lagi yang hari ini Bumi berikan padanya, tak masalah selagi Bumi tak membuat keluarganya dalam masalah, Tasya rela selalu dianggap sampah.
"Tapi cobain sedikit aja yuk, masak iya kemaren gue masak berakhir di tempat sampah, kata mama lo suka seafood gue kemaren masak banyak banget kepiting, duit yang lo kasih ke gue aja gue beliin kepiting semua, gila sih ya di London kepiting doang mahal ba...
Namun tamparan Bumi seketika membuat Tasya tersentak, dia terdiam dan merasakan panas yang menjalar disekujur pipinya, amarah Bumi terlihat jelas pada wajahnya yang memerah dan urat-urat di lehernya juga sedikit menakutkan.
"Lo buang-buang duit gue buat hal yang pastinya gak akan gue makan?, Lo tau gue sisihin semuanya buat lo, gue rela jajan gue dipotong demi lo, biar gue gak dimarahin sama orang tua gue, tapi apa yang lo lakuin, lo beliin hal gak penting kayak gitu" ucap Bumi penuh emosi.
"Penting Mi, lo gak pernah makan masakan gue, sekali aja lo cobain enak kok Mi" Tasya menggenggam tangan Bumi untuk meyakinkan.
Namun yang dilakukan laki-laki itu hanya mendorongnya, membuat Tasya terbentur ujung meja, jika ditanya rasa sakitnya, ya luar biasa adalah jawabannya.
"Mi" cicitnya pelan.
Kala tubuh itu mulai menjauh dan suara hentakan pintu yang keras cukup membuat kerja jantung Tasya menjadi 2 kali lipat lebih cepat, belum lagi rasa sakit di pinggangnya, apa itu berdarah?, Entahlah.
"It's oke, mungkin besok bisa coba lagi, gak usah cengeng Sya, lo kuat demi keluarga lo"
Dengan tertatih Tasya masuk ke dalam kamarnya, menelungkup kan badan nya karena rasa sakit yang luar biasa masih terasa di area pinggangnya.
"Nyeri banget"
🔺🔻🔺
Jam bergulir cepat, dan setelah drama tadi subuh Bumi bangun dengan jauh lebih baik siang ini, ya siang karena sudah jam 11.
Namun ketika dia keluar kamar Bumi tak menemukan kehadiran Tasya, tapi ya sekali lagi dia tidak peduli, dia malah keluar dari apartement kecil mereka itu dengan pakaian casual dan tak lupa tas gym nya, ya hari ini Ayumi membatalkan janji mereka katanya dia akan melakukan google meet bersama keluarganya, ya hari ini sepupunya ada yang ulang tahun dan ternyata di rayakan, ya namanya Zura umunya masih 5 tahun, dia lucu sekali.
Memilih untuk merenggangkan ototnya, ah atau mencari sarapan dulu lebih baik.
Dia berhenti di salah satu gerai coffee shop, mencoba untuk healing sejenak, sedikit terpikirkan kenapa Tasya tak keluar?, Biasanya dia akan dengan cepat menghampirinya kalau mendengar suara pintu kamar Bumi terbuka, tapi ini kok tidak ada, ya walaupun awalnya tidak peduli, tapi rasanya dia tetap sedikit penasaran.
"Mi"
"Woy Bang lo ngapain di sini?"
"Lanjutin S1 biasa, nanggung banget D3"
Dia Agung, ya anak 25 yang tiba-tiba menjadi sahabatnya, memang awalnya Agung sudah menceritakan niatnya untuk berkuliah di London, ya di universitasnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
"Lo kapan nyampe? Kok gak ngabarin gue Bang?"
"Iya gue ribet kan ngurus ini itu, gue baru mulai semester depan kan, jadi ada 2 bulan lagi, cuma ya harus urus ini itu dulu, ribet banget lah pokoknya, ini kebetulan gue beli kopi di sini, eh liat elo"
"Ada temen Indo lagi gue"
"Eh Tasya gak lo ajak?"
Bumi terdiam, ya dia tau kalau Tasya adalah istrinya, apa nanti Agung akan menyulitkannya untuk mendekati Ayumi?, Huh? perkara Ayumi? Entahlah dia bahkan tak tau pasti bagaimana perasaannya terhadap gadis itu.
"Ada Bang di rumah, cuma ya gue harus sering di luar, karena sebulan yang lalu gue nabrak cewe, jadi gue harus bertanggung jawab ke dia, soalnya dia sendirian di sini" Bumi menyesap kopinya dengan gugup.
"Serius lo? Lo nya gimana? Trus tu cewe?"
"Gak apa-apa sih Bang, mobil gue doang yang rusak, tu di depan, lampu kanannya kopong, ya sialnya tu cewe patah tulang, jadi gue harus tanggung jawab full ama dia" tambahnya lagi.
"Agung" suara barista terdengar sedikit keras, dan ya itu mengakhiri pembicaraan mereka.
"Kopi gue tuh, eh gue langsung cabut ya, soalnya mau beres-beres apartement, gue kan tinggal sendiri ribet nanti kalau orang rumah udah pulang ke Indo trus gue ngangkat-ngangkat sendirian"
"Mau gue bantu Bang?"
"Next time deh, kartu nama lo sini"
Dengan senang hati Bumi memberikan kartu namanya, da ya mereka akan banyak menghabiskan waktu bersama sepertinya.
🔺🔻🔺
Dengan tertatih Tasya berjalan menuju dapur, ya badannya panas seketika mungkin karena lebam di tubuhnya membuatnya demam.
Mengambil air putih dan meminumnya sampai tandas, kepalanya berat, matanya sayu, bahkan dia tidak bisa merasakan dingin di tubuhnya, dia dehidrasi parah.
"Jangan mati dulu please, mau punya anak dulu"
Namun lagi-lagi Tasya harus meremat dadanya kuat, hari ini dia tidak lagi tegar, teringat perkataan Bumi waktu di rumah sakit waktu itu, jika dia tidak ingin punya anak darinya, dia hanya sampah, dan ya Bumi tidak ingin sampah sepertinya menjadi ibu dari anak laki-laki itu kelak.
"Kadang bodoh ya, penyesalan selalu datang di akhir, dulu gue sombong banget, tapi sekarang gue nyesel, gue pengen perbaiki semuanya tapi udah telat banget, gimana dong masa gue harus kayak gini terus sih"
Air matanya tak kunjung berhenti, ya dia merasa tidak sedang baik-baik saja, bahkan akan selalu seperti ini.