Chapter 14 - empat belas

Pagi ini belum sepenuhnya baik-baik saja, yang berubah hanyalah ada genggaman laki-laki yang belakangan ini suka sekali memporak-porandakan perasaannya.

Kulitnya masih melepuh, kemarin dia melihat di internet kalau seorang dengan luka bakar harus tidur di bawah plastik atau daun pisang, ya sepertinya dia melakukannya, gadis itu semalaman tidur di atas plastik tipis, rasanya tidak enak, tapi Tasya tak bisa protes karena pasti nanti Bumi akan marah.

Dia hanya menikmati genggaman Bumi ditangannya, karena jika nanti laki-laki itu terbangun entah hal gila apa lagi yang akan dia lakukan kepadanya, Bumi terlalu tak tertebak, dia bahkan pintar sekali mempermainkan perasaan seseorang, bahkan kemarin dia masih sempat meninggalkan Tasya dengan kondisinya yang bahkan sangat parah seperti ini.

Secercah senyum timbul di bibirnya, apa nanti kalau mereka punya anak sifat Bumi akan berubah?, apa Bumi akan lembut dan perhatian, ya setidaknya untuk anak mereka nanti.

Ada tanda-tanda laki-laki itu akan bangun, Tasya pura-pura menutup katanya seolah dia masih sedang tidur, namun bukan kecupan yang Tasya terima, Bumi malah meninggalkannya keluar kamar, entah pergi kemana dia.

Lagi dan lagi wanita itu harus menelan kekecewaan tapi tidak apa, toh tadi dia juga sudah menikmati genggaman tangan dari Bumi.

Kalau dipertanyakan, sebenarnya apa sih yang Bumi rasakan saat ini, apa dia baik-baik saja, atau selama menikah dia tertekan atau bagaimana, Tasya cukup penasaran dengan semua hal itu, tapi balik lagi toh kan yang mau pernikahan ini ada ya Bumi bukan dia, seharusnya yang bersikap arogan itu dia bukan Bumi, aneh.

"Bangun Sya, lo makan ini dulu"

Tasya tersentak, ah dia kira Bumi tidak akan masuk lagi ke kamar mereka, eh kamar Bumi maksudnya toh dia tidur juga di gudang.

"Lo makan sendiri gue mau mandi, mau ke kampus"

"Lo kok ke kampus Mi? Gue gimana?"

"Ya lo kan gak lumpuh, luka bakar doang bisa lah lo urus diri lo sendiri, lagian tu obatnya udah gue taruh juga, ada yang lebih penting dari lo yang harus gue kerjain"

"Ya udah iya"

Mulut dan hati gak singkron ya, yang mulut bilang apa yang hati maunya apa, kadang aneh rasanya jika harus mengalah tapi tak mau kalah.

Dia bahkan tak berselera makan sama sekali, ini semua bahkan tak terlalu menarik, namun dari pada Bumi memukulnya lagi dia memaksakan lidahnya untuk memakan sedikit demi sedikit bubur instan yang sudah Bumi buat untuknya.

Padahal Bumi itu bisa membuatkannya mie atau makanan instan yang lain, dia kan tau kalau Tasya tidak suka bubur, eh atau tidak pernah mau tau?, entahlah.

"Lo pulang kapan Mi?"

"Ya mau pulang kapan apa urusan lo sih?"

"Ya gue gak bisa sendiri Mi, perih soalnya, kalau gue mau ke toilet gimana, atau gue laper"

"Lo gak lumpuh gak usah manja"

"Ya apa salahnya si minta dimanjain suami toh kita udah nikah ini, lagian ya kalau istri sakit tu ya dipratiin kali Mi"

Tawa sarkas ala Bumi memenuhi gendang telinganya, jujur Tasya gugup dengan keadaan ini, tapi sebisa mungkin dia menetralkan raut wajahnya seperti tak terjadi apapun dengan itu semua.

"Inget, pernikahan ini hanya status buat gue, cinta gue masih seutuhnya untuk Senja, dan kehadiran lo di hidup gue gak ada apa-apanya, sekali lagi gue tekenin, gue nikahin lo pure untuk nyelamatin Senja dari orang kayak lo, gak lebih"

Tasya memejamkan matanya, menghalau air yang akan berjatuhan dari sana, dia tidak mau menangis setidaknya tidak di depan Bumi.

"Ha oke"

Suaranya bergetar, namun Bumi tak pernah tau akan itu, dia sibuk dengan hairdyer nya, Tasya tak lagi menatapnya, dia hanya menundukan kepalanya ke mangkuk bubur yang hanya dia aduk-aduk saja tanpa selera.

Kala Bumi selesai dengan semua hal tentang dirinya, lelaki itu keluar begitu saja tanpa kata perpisahan atau pamit, sakit? Ya sedikit, maksudnya sedikit lebih banyak.

🔺🔻🔺

London, masih cerah, hari ini juga tidak terlalu ramai. Bumi menghentikan mobilnya di salah satu gerai coffee untuk membeli dua cup latte dan satu red velvet.

Dia akan ke rumah sakit, karena Yumi mengatakan kalau dia sudah boleh pulang.

Dan ya dia nanti akan mengajak wanita itu keliling taman atau mungkin makan di gerai pinggir jalan.

"Thank you"

Ah dia lupa masalah Agung, mungkin nanti malam dia akan ke sana, dia mengirimi Agung pesan dan minta pengertiannya, ya beralasan jika harus mengerjakan tugasnya dulu kemarin dan hari ini, entahlah laki-laki itu bisa terima atau tidak.

Selagi menunggu lampu merah Bumi mulai mencicil buku yang Ayumi rekomendasikan untuknya, being human adalah cerita pertama yang menarik perhatiannya.

Kesenjangan antara wanita dan pria, rumah tangga yang hanya sekedar kamuflase semata, seakan dia sedang kembaca kisah hidupnya sendiri, namun bedanya yang dominan dalam rumah tangganya adalah dia bukan Tasya, sementara di dalam cerita wanita adalah powernya sementara sang laki-laki adalah budaknya.

Suara klakson kendaraan mulai bersautan, dia melanjutkan perjalanannya dengan rasa penasaran akan part-part selanjutnya.

Gawainya berdering ada nama Tasya di sana, hanya saja Bumi sangat malas untuk mengangkatnya, dia tidak terlalu peduli dengan wanita itu.

Memarkirkan mobilnya, ya mungkin satu bulan terakhir dia adalah pengunjung tetap rumah sakit ini, Ayumi dengan recovery nya, ya itu akan membutuhkan waktu lama, karena operasi yang dia jalani baru tahap memasukan pen ke dalam kakinya, belum lagi proses pencabutannya, juga akan memakan waktu.

"Hay, loh mana Keera"

"Lagi mandi, lo bawa apa?"

"Ada latte buat kalian berdua, ini ada red velvet juga"

"Waw thank you"

"Sama-sama, lo kapan boleh balik?"

"Abis infus ini sih"

"Ya udah, semuanya udah di beresin?"

"Udah, tinggal gue aja yang belum mandi, tadi gue nolak buat di lap doang mau mandi soalnya"

"Ya kan Keera juga libur"

"Iya"

Bumi mencubit gemas hidung Yumi, dia suka melihat cara makan Yumi, tubuh kurus dengan makan banyak, dia selalu mengatakan bahwa Yumi itu cacingan, karena nafsu makan layaknya bagong yang dia miliki layaknya seperti tanboy kun.

"Udah ketemu judulnya?"

"Udah, tapi nyari lagi deh buat referensi"

"Hmm, mau gak?"

"Boleh"

Yumi menyuapi Bumi dengan lembut, lelaki itu tersenyum dan siapa sih yang tidak menyukai senyum laki-laki berbehel itu, dia terlalu imut untuk jadi laki-laki kekar.

"Nanti jalan-jalan di taman mau?"

"Mau dong, katanya ada food truck deket sana, hunting makanan yuk"

"Ye bagong makan mulu tapi gak gendud-gendud"

"Biarin" sungut Yumi kesal.