"Bintang, Allahuakbar anak ku sayang"
Elang melirik ke arah Senja yang sekarang sudah mengangkat bintang dari baskom yang penuh dengan busa, jangan sedih juga ada Elang di dalamnya.
"Ya Allah anak Ami tu udah mandi, kenapa main busa lagi sih, masuk angin loh Kak"
Ya semenjak ada Sunny, Bintang sudah jarang di panggil Bibin kecuali oleh Kayla.
"Kamu lagi, di suruh nyuci mobil malah main busa juga, cuci mobilnya nanti mau ke rumah Tante Hanin kan, awas aja kalau aku abis dandanin Kakak kamu belum selesai cuci mobil aku gak kasih jatah kamu malam jum'at ini"
"Yah jangan dong sayang"
Bulu kuduk Elang meremang, sudah dia bersabar selama beberapa bulan ini karena Bintang selalu merekcoki, yang hari ini Bintang dan Sunny sudah jadwalnya menginap di Nenek Shaninya masa iya harus gagal lagi.
"Sunny udah mimik nak?" Tanya Senja gemas.
"Udah dong Ami, ini kalau Bibin mau, Mimik Neknda yok nak, banyak banget ni Kak" ujar Jennie.
Memang setelah lahiran Jennie kelebihan produksi ASI, jadi ya dia menyusui 4 orang sekaligus, yaitu Awan Adiknya, Sunny, Bintang dan ya kalau kecolongan ya Ayahnya juga ikut serta.
"Sunny udah endud, pasti Mama Mika seneng liat kamu ya Nak"
Gadis kecil itu hanya mengepak-ngepakan tangannya sambil menghentakan kakinya yang bebas, ya memang keluarga Jennie jarang yang menggunakan bedong untuk anak mereka, ya menurutnya lebih baik tidak memakai secara terus menerus agar pertumbuhannya tidak stuck dan mitosnya bisa jauh lebih tinggi dan lincah.
"Bun"
"Hmm?"
"Akhir-akhir ini memori aku yang dua bulan kemaren tu kayak samar-samar deh"
Jennie menatap Senja penuh tanya, ya jika masalah dia dan segala ingatan tentang apa yang terjadi dan siapa pelaku dari penganiayaan yang terjadi di gudang rel kereta waktu itu memang tak menemukan jawaban pasti, karena memang ingatan Senja rusak dan dokter juga menyarankan untuk tidak memaksa untuk mengingat itu semua karena takut akan berakibat fatal pada kondisi tubuh Senja.
"Gak usah dipaksain ya Kak, kamu itu udah pernah amnesia dua kali, dokter juga larang kamu paksain ingatan kamu tentang semua hal itu, jadi kalau ingat ya sekedar aja jangan dipaksa"
"Iya sih Bun, cuma kepingan ini kadang bikin aku tu penasaran, kenapa dan apa yang sebenarnya terjadi, ya kali kan aku tu gak ada yang mukul tapi babak belur"
Kalau normalnya orang, jika sudah babak belur ya pasti di pukul, kalau kecelakaan sih mungkin cuma saja Senja di tekukan bahkan sudah keluar dari kawasan gudang itu, jika dia kecelakaan kenapa mereka tak menemukan kendaraan Senja juga kan?.
"Udah deh mending kamu tu mandi sana, tapi panggilin Ayah kamu, ini tiga bocil gak bisa Bunda pegang sendiri, itu Baba udah selesai belum sih ini anaknya bobo loh"
Semenjak tidak ada Mika semuanya berubah menjadi sulit, biasanya gadis cekatan itu akan dengan gampangnya untuk menyelesaikan masalah yang ada, terlatih menjadi orang yang multitasking membuatnya gampang melakukan apapun.
Bohong jika Senja tidak merindukannya, semua orang bahkan ingin dia kembali, namun apa daya toh semuanya hanya bisa berdo'a dan meminta.
"Mik, anak lo udah pinter banget nyusu, dia juga udah gembil, cepet siuman ya Mik, biar lo bisa ketemu sama dia, gue janji kapanpun lo balik lagi ke kita gue bakal pastiin anak lo akan semakin sehat setiap harinya tanpa kekurangan satu apapun."
Jennie tersenyum, Senjanya sudah dewasa, mulai bisa memisahkan masa lalu dan masa yang sekarang, entahlah jika dia masih berpikir jika Mika adalah gadis tengil yang selalu membuatnya merasa kesal setiap harinya, atau gadis yang dulu membully nya dengan sang adik, karena balik lagi, semua orang punya kesempatan untuk berubah, semua orang bisa lebih baik setiap harinya, jadi untuk apa menghakimi kalau sebenarnya hal itu tidak lagi penting.
Sunny, gadis yang lahir prematur ini tak kekurangan satu apapun, dia juga sangat cantik, wajahnya mirip dengan Mika, bahkan alisnya yang tebal serta rambut hitam legam miliknya membuat siapapun yang melihatnya terpesona.
Walaupun lahir dengan ukuran tubuh yang tak normalnya anak kebanyakan, Sunny masih menawan dan menggemaskan.
🔺🔻🔺
London Dini hari.
Pandangan Tasya tak terlepas dari jam yang berada di atas nakas, dia belum makan lagi setelah makan yang Bumi berikan kepadanya tadi pagi, perutnya lapar luar biasa, tapi dia tidak ingin membuat keributan, karena berpindah tempat saja rasa sakitnya berkali-kali lipat.
"Jadi gue bakal mati kering kerontang gitu gak makan-makan, gak minum-minum, ini lagian gue gerak dikit kayaknya kulit gue geser sakit banget"
Ya layaknya ingin menghibur diri sendiri, setiap hari memaksa diri untuk baik-baik saja, kalau ditanya apakah dia lelah? Jawabannya iya.
Entahlah sampai kapan semua ini berakhir, bahkan mulai saja rasanya sudah ingin selesai, tapi dia mencintai Bumi seperti yang sudah sering dia katakan, jadi mungkin meninggalkan Bumi sendirian itu bukan pilihan.
"Hidup gue dari dulu udah menggenaskan, jadi apa lagi yang harus gue tangisin" Tasya tertawa lirih, apa yang dia ucapkan sama sekali tidak sama dengan apa hal yang dia rasakan, jadi apa kebohongan ini akan berjalan baik sampai dia mampu untuk menjalankan ini tanpa perlu mengeluh?.
Tasya tak menelphone Bumi, karena pasti laki-laki itu membiarkannya mati busuk karena luka bakar di kamarnya ini, dia tak akan peduli, Tasya jamin itu semua.
Ya berharap sebuah keajaiban, laki-laki itu datang ke kamar ini membawa nampan dengan isian makanan serta air mineral yang banyak.
"Haus banget ya Allah, gue kayak habis nanjak gunung dah"
Andai ini Indonesia dia akan dengan mudahnya menyuruh siapapun yang dia kenal untuk memberinya minuman, tapi ini dia di berikan fasilitas gawai hanya saja tak boleh menerima atau menghubungi orang lain, bahkan kotak gawai yang Tasya punya hanya ada nomor Biru dan ke-4 orang tua mereka.
"Gue gak rindu siapapun, gue cuma rindu senyuman gue aja Mi, bisa gak lo balikin?"
Kalau setiap hari adalah hari terburuk untuknya, ya dia akui itu semua, karena mungkin juga dia terlalu lelah untuk selalu memahami karakter Bumi, di tambah lagi dia yang tidak mencintai Tasya seperti yang selalu dia katakan selama ini.
Kesalahan yang sepertinya tidak akan pernah selesai untuk Bumi, walaupun nanti dia meminta maaf kepada Senja, dia masih yakin Bumi akan terap membencinya, jadi dia tidak ingin membuang-buang waktunya.
"Percuma kan Mi kalau gue minta maaf juga, lo bakal tetep kan pukulan gue, jadi mending gak sekalian, gue akan tetap anggap Senja musuh gue sama kayak yang selalu gue yakinin sama lo"