Bak roller coaster, Bumi sudah tidur lagi di sofa kamar rawat Tasya, beberapa kali gadis itu mengerjabkan matanya, ya berfikir apa dia sedang berhalusinasi atau tidak, ya ternyata memang Itu Bumi bukan hantu ataupun setan sekalipun.
Yang bisa Tasya lakukan hanya menjalankan semuanya sesuai dengan yang Tuhan takdirkan karena untuk berharap saja gadis itu rasanya tak lagi mampu.
Kondisi Tasya cukup mengalami peningkatan, bahkan dia sudah melepas alat bantu pernafasannya, tadi juga luka bakarnya juga sudah mengering, walaupun tidak semuanya.
"Lo udah bangun?"
Tasya tersentak, matanya menatap awas pada tangan Bumi, dan ya Bumi juga tau itu semua, hingga dia menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya.
"Haus?"
"I.. iya"
"Sekalian makan gak? Udah malem soalnya"
"Boo.. leh"
Bumi menangkap banyak ketakutan pada tatapan wanitanya itu, hanya saja dia tidak mau mempermasalahkan segala hal yang terjadi, dia berprilaku selayaknya tak terjadi apa-apa.
"Buka mulut"
"Mi"
"Hmm?"
"Lo tadi dari mana?"
"Keluar aja, kenapa?"
"Gak apa-apa, lo udah makan?"
"Belum, ini gue mau nyomot makanan lo"
Ya, siapa sih yang bakal berespon biasa aja untuk hal ini, karena bahkan semua orang tau bagaimana Bumi berprilaku tidak manusiawinya kepada Tasya selama ini, dan tiba-tiba manis rasanya mustahil tapi memang itu yang terjadi saat ini.
"Gue bakal selamatin lo dari Elang"
Ucapan Bumi membuat Tasya tersedak, bahkan dia sudah melupakan itu semua, tapi hari ini dia kembali diingatkan dengan ketakutannya tentang pembalasan seorang Elang.
"Mi..
"Gue tau lo takut, lo tenang aja gue bakal arahin semua orang suruhan gue buat gagalin semua investigasinya"
Ya, tatapan mata Bumi tak berbohong dia memang akan menolong Tasya apapun caranya, walaupun dia sudah mempersulit Senja sedari awal, tapi sepertinya Bumi tak punya pilihan lain.
"Makasi Mi"
Lelaki itu mendongak, Tasya tersenyum tapi tak menggetarkan hatinya, rasanya masih hambar, belum mampu membuatnya tertarik.
"Ya"
"Gimanapun lo juteknya sama gue, namun gue selalu yakin, lo gak jahat Mi, lo orang baik, hanya saja terjebak dalam perasaan benci yang tak berkesudahan, gue minta maaf ya, kalau gue gak bisa buat lo jatuh cinta sama gue, mungkin gak sekarang Mi, mungkin dua tahun lagi, lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi, atau mungkin puluhan tahun lainnya, atau buruknya, saat gue udah gak ada di dunia ini, gue masih sangat berharap lo bales perasaan gue Mi" Tasya tersenyum tulus, karena sebaik-baiknya harapan Tasya adalah membuat Bumi mencintainya, itu saja.
"Makan"
Bumi tak menghiraukan apa yang Tasya katakan, toh dia juga tidak terlalu peduli dengan apapun itu, dia juga tidak ingin memasukan perasaannya ke dalam hubungan fatamorgana ini, mau Tasya mencintainya atau tidak itu urusan wanita itu sendiri, karena Bumi tak memaksaan apapun, tujuannya menikahi Tasya hanya karena dia ingin menyelamatkan pernikahan Senja dan Elang, itu saja.
"Besok lo bisa pulang, gue udah booking perawatan buat lo, dan kalau waktu yang mereka tentukan sudah bisa untuk di lakukan operasi, lo akan dapetin operasi itu"
Tasya terlihat bingung, operasi apa yang Bumi maksudkan, tapi untuk menyela atau bertanya saat ini adalah waktu yang tidak tepat.
"Oke"
Mereka kembali fokus dengan makanan yang ada di hadapan mereka, suasana ini adalah hal yang Tasya inginkan sedari lama, ya walaupun sesaat setidaknya wanita itu bisa merasa sedikit membaik.
"Gue bakalan sibuk, gak usah nungguin pulang mulai minggu besok" ucap Bumi sesudahnya.
"Ngapain Mi?"
"Gue ada beberapa proyek kampus ke luar kota" jawabnya seadanya.
"Tapi gue belum sembuh Mi"
"Lo bisa pakek jasa taxi online kok gak usah manja, siapa lo sih harus banget gue urusin"
Ya seharusnya dari awal Tasya harus membentengi dirinya dengan rasa sabar dalam hatinya, karena Biru bukan manusia baik hati yang akan selalu bersikap ramah kepada siapa saja yang dia temui.
"Ya udah Mi, ati-ati ya"
"Ya"
Tak lagi ada pembicaraan, sampai Bumi menghilang dari pintu itupun.
Akan selalu terlibat dalam tanda tanya besar jika berhadapan dengan Biru, tentang apa yang ada di otaknya dan apa yang tengah terjadi sebenarnya, cukup membingungkan.
"Ada lo dan gak ada lo beda ya Mi, tapi sialnya gue jatuh cinta dengan adanya lo di sisi gue, bahkan gue ngerasa ada yang kosong kalo lo pergi, padahal lo gak sedikit pun lirik gue, liat gue bahkan mau ngomong sama gue, lucu juga ya, gue yang dulu di agung-agungkan sama seantero sekolah malah berakhir dengan orang yang gak cinta gue sama sekali" ucapnya lirih.
🔻🔺🔻
Jakarta.
Bintang memegangi botol susu yang baru saja Jennie letakan di dalam box, ya karena walaupun sudah di minum 3 bayi, ASI nya masih melimpah, jadi dia putuskan untuk menyumbangkannya ke rumah sakit ibu dan anak kali aja ada yang membutuhkan.
"Loh Kakak Binbin mau nen lagi?"
"Nen Nda?"
Wajahnya gemas, mata coklatnya dengan alis tebal, rambut ikal nan menawan, dia tumbuh menjadi gadis cantik dengan sejuta keimutan.
"Mau?"
"Nau"
"Ayok Neknda kasih, bobo sini"
Awan dan Sunny sudah tidur di dalam box yang sama, umur mereka hanya beda satu hari, yang seharusnya beda 6 minggu karena Jennie juga melahirkan lebih cepat dari HPL yang dokter perkirakan.
"Nanti kita pakek jari robot Kakak Bibin mau?"
"Bot?"
Anak berumur 8 bulan itu sedang aktifnya membeo sekarang, kadang apapun perkataan orang di sekitarnya dia selalu ingin menirunya, menggemaskan.
"Bibin udah punya adek ya, Baba sama Bunda gak milik Bibin sendiri aja ya nak, bagi-bagi sama Adek" jelas Jennie.
Entah gadis kecil itu mengerti atau tidak, dia hanya berharap Bintang bisa mencintai Sunny layaknya seperti adik kandung untuknya, karena walaupun tak ada ikatan darah sekalipun Jennie masih berharap banyak dengan bagaimana Bintang memperlakukan Sunny nanti, karena siapapun Bintang, Jennie tidak pernah peduli, karena sekali dia ada di keluarga Kim, dia adalah bagian darinya dan semua manusia yang ada di dalam rumahnya, tak akan dia biarkan jika orang lain merendahkan Bintang, karena sekali lagi, dia ingin Bintang hidup dengan baik layaknya dia mempunyai keluarga kandung.
"Lah aus lagi anak aku Bun"
"Iya, eh iya pihak rumah sakitnya udah konfirmasi. yuk temenin Bunda"
"Oke, Bibin mau sama Baba apa Kayla?"
"Lala" jawab bocah itu dengan mata sayu karena mengantuk.
"Dah lah Babanya ngamuk nanti, kasih ke Elang dulu sana" Jennie mengancingkan kemeja nya, merapikan lagi bajunya, ya seperinya Bintang sudah sangat mengantuk karena kekenyangan.
"Bibin sayangnya Kayla" teriak gadis itu sangat keras hingga membuat Bintang yang awalnya mengantuk kembali segar.
"Ya elah Kay"