Chapter 13 - tiga belas

"Kamu kemana aja Mi?"

Dan ya lagi-lagi ini sudah menunjukan pukul 12 malam, kalau dipikir-pikir Bumi tidak pernah menjelaskan kemana dia, sama siapa, ngelakuin apa, yang Tasya tau Bumi malas di rumah jika ada dia di sana.

"Kepo banget sih lo"

"Bukan masalah keponya Mi, kan aku perlu tau suami aku kemana"

"Gue gak suka ya lo sok peduli sama gue ngapain di luar, karena ini hidup gue terserah gue"

"Kamu nabrak cewe?"

Bumi menghentikan langkahnya, keningnya berkerut pertanda kebingungan, toh Tasya hanya di rumah saja tak kemana-mana, bagaimana dia bisa tau jika Bumi menabrak seseorang.

"Tau dari mana lo?"

"Tadi Bang Agung kesini nyari lo"

"Lo bolehin orang lain ke rumah kita?"

"Salah lo sendiri karna gak ngunci pintu Mi, gue juga gak tau kalau tu pintu belum ke kunci"

"Alasan, emang dasar lo cewe murahan, cewe sampah, sini lo"

"Ya Allah sakit Mi"

Bumi menarik rambut Tasya kasar menuju kamar mandi, mengguyur gadis itu dengan air panas yang bahkan tidak dia stel menjadi suam-suam kuku, Tasya berteriak kesakitan, demi Tuhan air itu sangat panas mengenai kulitnya.

"Bumi panas Mi"

"Bisa-bisanya lo beduan sama cowo lain di apartement gue"

"Mi"

Kulitnya memerah, bahkan cenderung terbakar karena air yang sangat panas ini bukan untuk ukuran air yang baik untuk kulit.

Tasya terjatuh karena tubuhnya tak lagi merespon dengan baik, Bumi yang sadar dengan semua hal itu langsung menutup kran airnya, dan terkejut kala kulitnya bersentuhan langsung dengan kulit Tasya, dengan cepat dia menghidupkan air dingin dan mengguyur tubuh wanita itu.

"Astaga Sya bangun" teriaknya.

"Tasya bangun lo cewe sialan, gak usah main-main lo sama gue"

"Tasya"

Lelaki itu berteriak histeris, dia juga menampar keras pipi Tasya agar wanita itu terbangun namun nihil, saat dia rasa tubuh Tasya sudah mulai dingin dia memindahkannya ke kamarnya, iya kamar pribadinya, membuka seluruh pakaian gadis itu tanpa terkecuali lalu membungkusnya dengan selimut.

Di bawah lampu terang kamarnya, Bumi melihat dengan jelas beberapa spot kulit Tasya yang terbakar, kulit kepalanya memerah, lengannya terbakar, pipi dan punggungnya juga, belum lagi lebam kakinya juga ikut bertambah parah.

Tak ada cara lain, Bumi membeli salep luka bakar melalui aplikasi kesehatan, dia menunggu dengan panik, 15 menit serasa 15 tahun untuknya, di tambah lagi tubuh gadis itu tidak bergerak sama sekali, tapi untungnya dia tidak meninggal, nadi Tasya masih bisa dia rasakan.

"Bodoh, lo bodoh tau gak Mi, kalau anak orang mati gimana"

Dia juga mengompres semua luka yang ada di tubuh Tasya dengan handuk yang sudah dia rendam dengan air dingin.

"Thank you sir"

"My pleasure"

Dengan cepat dia mengoleskan bahkan hampir semua jenis salep itu ke kulit Tasya, wajah Bumi mulai memucat kala tak satupun panggilannya di jawab oleh wanita itu.

"Sya please"

Menurunkan suhu udara AC kamarnya hingga 16⁰C, dia tidak peduli dirinya ikut kedinginan yang penting Tasya segera siuman.

2 jam Bumi menunggu hingga frustasi, dia hanya berharap jika tak terjadi hal yang serius dengan semua ini, dia takut demi Tuhan dia takut.

Dan ya, entah Tuhan baik kepadanya atau bagaimana, Tasya membuka matanya kembali, mengerjapkan matanya melihat sekeliling, ini bukan kamar mandi ataupun kamarnya, baunya juga wangi tidak sumpek seperti yang sering dia rasakan.

Namun rasa luka bakar itu seketika menjalar di tubuhnya membuatnya berteriak kesakitan, Bumi yang menyadari itu pun langsung berlari ke arah Tasya dengan membawa satu gelas air dingin.

"Perih" teriak Tasya histeris.

Tanpa sadar Bumi memeluk Tasya dan menangis, dia menyesal dengan semua yang sudah dia lakukan kepada Tasya, sangat keterlaluan.

"Maafin gue Sya, gue emosi banget maafin gue"

Tasya terdiam, ini kali pertama Bumi memeluknya, bukan karena mereka bercinta tidak, cuma pelukan ini adalah pelukan penuh penyesalan tentang segala hal yang sudah dia lakukan kepada dirinya.

"Maafin gue, maaf"

"Mi perih" cicit Tasya pelan kala baju Bumi menyentuh luka bakarnya.

"Sorry sorry, lo jangan pakek baju dulu ya, gue janji gak bakal apa-apain lo, luka bakar lo sekujur tubuh masalahnya"

Wanita itu hanya bisa pasrah, karena memang hanya itu pilihannya sekarang, bahkan mendengarkan Bumi saja dia tidak bisa rasanya karena menahan rasa sakit yang luar biasa dari tubuhnya.

"Kita ke rumah sakit ya Sya"

Namun kali ini Tasya menggeleng dia takut nanti jika pihak rumah sakit mencurigai luka bakar di tubuhnya ini dan mengintrogasi Bumi, laki-laki itu akan dalam masalah karena dirinya.

"Tapi Sya"

"It's oke, gue mending mati di sini dan lo aman gak bakal ada orang yang curiga tentang keadaan gue, di banding ke rumah sakit Mi, ini London bukan Indonesia, bisa aja mereka menyelidiki apa yang terjadi sama gue, gue gak pengen lo di penjara gara-gara cewe sampah kayak gue" Tasya memejamkan matanya, rasa sakit di tubuhnya sudah sama dengan rasa sakit di hatinya,

Kali ini Bumi hanya diam, menyadari kesalahannya, namun rasa bencinya kepada Tasya membangun ego terkuat dalam dirinya, dia ingin menghancurkan Tasya, membuat gadis itu menderita, agar dia berhenti untuk menganggu Elang nantinya.

"Sakit Sy...

"Mi, gue di kamar gue aja ya, ba.. baju gue mana Mi?"

"Lo di sini aja gue yang keluar"

Tak menjawab apapun, Bumi menghembuskan nafasnya pasrah, dia berjalan keluar kamarnya, Tasya ingin sendiri ya benar-benar sendiri, dia memperhatikan lukanya, lalu tertawa sarkas setelahnya, ini luka bakar bukan luka lebam lagi, itu artinya Bumi sudah melakukan hal kriminal setingkat lebih tinggi dari biasanya, tapi sialnya dia memaafkan lelaki itu lagi, lucu sekali.

Tasya tersenyum menikmati setiap perih di tubuhnya, apa Tuhan sejahat itu?, Kenapa Beliau tidak memberikan salah satu nikmat kebahagiaan untuknya, kenapa Tuhan membiarkan nya merasa seperti tiada berguna setiap harinya, apa yang salah darinya?, Apa ini masih tentang Senja?, Sebegitu cintanya Bumi kepada Senja hingga menjadikan dirinya menjadi orang bodoh?, Cacian dan makian setiap hari harus dia telah mentah-mentah, kenapa tak sekalipun Tuhan mengizinkannya untuk merasakan dihargai, toh tak sulit kan.

Terlalu sulit untuk menangis saat ini, saking sakitnya dia hanya memilih untuk diam, bergerak sedikit saja terasa seluruh tubuhnya terkoyak, dan ya dia membiarkan semua rasa perih ini menjalar hebat di tubuhnya sampai dia bosan.

"Besok apa lagi Mi?, Tubuh gue kayaknya udah nikmatin semua lukanya, di pukul udah, diguyur air panas juga udah, masak gak sekalian di mutilasi gak sih? Nanggung amat, trus nanti daging gue lo buang terpisah deh tu, gak apa-apa deh gue mati gak wajar juga, asal lo seneng"